BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Bayi Nuaulu dan Pengasingan di "Posune"

antropologi kesehatan
Bayi Nuaulu dan Pengasingan di "Posune"
Ikon konten premium Cetak | 9 Oktober 2015 Ikon jumlah hit 16 dibaca Ikon komentar 0 komentar

Tujuh bulan lalu, Aharena Matoke (27) diasingkan di gubuk berukuran 3 meter x 2,5 meter selama 20 hari bersama bayinya yang baru lahir, Arthur Nahutue. Ia menjalani tradisi suku Nuaulu, suku yang mendiami bagian selatan Pulau Seram, Provinsi Maluku, tepatnya Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.
Aharena Matoke (27), perempuan suku Nuaulu di Desa Nua Nea, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, menunjukkan gubuk yang menjadi tempat persalinan bagi perempuan Nuaulu, akhir September lalu. Gubuk itu dalam bahasa Nuaulu dinamakan posune.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERINAharena Matoke (27), perempuan suku Nuaulu di Desa Nua Nea, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, menunjukkan gubuk yang menjadi tempat persalinan bagi perempuan Nuaulu, akhir September lalu. Gubuk itu dalam bahasa Nuaulu dinamakan posune.

Warga Negeri (Desa) Nua Nea itu menuturkan, pada 2008, anak sulungnya, Andika Nahutue, juga lahir di gubuk itu, yang oleh masyarakat Nuaulu disebut posune. Gubuk itu terletak 10 meter di belakang rumah mereka. Dinding dan atapnya memakai daun sagu (rumbia).

Posune hanya punya satu pintu tanpa jendela, dengan pintu menghadap ke arah terbitnya matahari, yang diyakini sebagai sumber kehidupan. Pancaran sinar matahari yang menembus masuk ke posune dipercaya mengusir roh jahat yang akan mengganggu ibu dan bayi. Menurut warga Nuaulu, ibu dan bayi jadi incaran roh-roh jahat.

Di dalam posune, ada balai-balai sebagai tempat tidur ibu dan bayi. Meski pengap, saat siang ruangan itu terasa sejuk karena dekat pepohonan. Saat malam, ruangan yang diterangi damar itu terasa dingin karena angin masuk celah dinding.

Aharena mulai tinggal di posune ketika usia kandungan 9 bulan. Sejak saat itu hingga melahirkan, ia didampingi dukun beranak dan sejumlah kerabat perempuan yang menyediakan semua kebutuhannya.

Ia dan bayinya bisa meninggalkan posune setelah suami dan keluarga besar siap menggelar ritual menyambut kelahiran bayi mereka. Upacara itu untuk memperkenalkan bayi pada keluarga dan warga sekitar.

Hunanatu Matoke, keturunan suku Nuaulu, menjelaskan, dalam persalinan, perempuan harus diasingkan sebab rentan diserang roh jahat. Jika melahirkan di rumah, itu mengancam keselamatan penghuni lain. "Rezeki dalam rumah bisa hilang," ujarnya, akhir September lalu.

Posune juga jadi pengasingan perempuan saat pertama kali haid. Mereka dijauhkan dari laki-laki sebab bisa menghilangkan kekuatan pria. Lelaki Nuaulu diyakini punya kekuatan setelah menjalani upacara adat.

Kesadaran perempuan

Kini semua perempuan Nuaulu rutin memeriksakan kehamilan demi keselamatan diri dan janin. Aharena mengaku rutin periksa kesehatan di puskesmas pembantu (pustu) desa itu.

Dalam sebulan, jadwal kunjungan bidan satu kali. Puskesmas pembantu pun dibuka sekali satu "Pemeriksaan satu kali sebulan itu seng (tidak) cukup. Katong (kami) ingin bidan menetap di kampung ini," ujarnya.

Hatu Sounawe, Sekretaris Negeri Nua Nea, mengatakan, mereka mulai membuka diri dengan melibatkan tenaga medis jika persalinan bermasalah. Namun, persalinan tetap dilakukan di posune. Mereka menaati tradisi itu karena yakin ada musibah jika diabaikan. Semua perempuan Nuaulu di desa itu melahirkan secara normal.

Jika butuh bantuan bidan, raja (kepala desa) memerintahkan sejumlah warga menjemput bidan di Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, yang berjarak 13 kilometer. Meski akses transportasi ke Masohi lancar, tahun 2013 masih ada ibu hamil dan janinnya meninggal karena terlambat ditangani.

Menurut pemerhati masalah perempuan dan anak Maluku, Lusia Peilouw, warga Nuaulu tak bisa dipaksa keluar dari tradisi yang mewajibkan persalinan di posune. Sebenarnya, posune merupakan tempat tenang bagi perempuan saat melahirkan karena dijauhkan dari rutinitas sehingga lebih nyaman.

Untuk itu pemerintah diharapkan proaktif membantu persalinan dengan membangun pustu dan menempatkan bidan di desa yang dihuni suku Nuaulu. Kini warga Nuaulu berjumlah 2.000 jiwa.

Kepala Seksi Kesehatan Ibu, Anak, dan Usia Lanjut Dinas Kesehatan Maluku Tengah Hapsa Salampessy mengatakan, bidan siap membantu persalinan di posune, tetapi jumlahnya terbatas. Dengan inovasi kebijakan sesuai kondisi sosial-budaya, kematian ibu melahirkan diharapkan bisa dicegah.

(FRANSISKUS PATI HERIN)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/10/09/Bayi-Nuaulu-dan-Pengasingan-di-Posune

Related-Area: