BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Bappeda NTB dorong pembenahan pengelolaan Rinjani

 

Bappeda NTB dorong pembenahan pengelolaan Rinjani
Mataram (Antara Mataram) - Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong pembenahan pengelolaan aktivitas pendakian Gunung Rinjani yang telah berstatus geopark atau taman bumi nasional sejak 14 November 2013. 
"Kami terus dorong agar pengelolaannya lebih profesional. Tentu kelembagaannya harus jelas dan kerjanya terarah," kata Kepala Bappeda Provinsi NTB H Chaerul Maksul, di Mataram, Sabtu.
Ia mengatakan, dalam waktu dekat ini akan digelar pertemuan koordinasi yang melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder), guna menyepakati pola pengelolaan yang melembaga atas Rinjani Geopark Nasional.
Para bupati dan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di wilayah Gunung Rinjani, seperti Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara, dan Lombok Tengah, juga akan diundang dalam rapat koordinasi tersebut.
"Arah pembicaraannya pada lembaga pengelola, nantinya dibentuk dewan pelaksana yang kemudian bekerja sama dengan sektor swasta agar pengelolaannya lebih profesional," ujarnya.
Selain itu, kata Chaerul, lembaga pengelola Rinjani Geopark Nasional itu akan membentuk sejumlah divisi yang mencakup semua bidang tugas yang mengarah kepada kelestarian lingkungan.
Keberadaan divisi itu nantinya mengurangi peran pengurus Rinjani Tracking Management Board (RTMB) yang selama ini terkesan menguasai pengelolaan jalur pendakian Gunung Rinjani. 
RTMB merupakan pengelola kegiatan pendakian Gunung Rinjani sebuah badan lintas sektoral yang melibat unsur pemerintah, swasta, masyarakat dan pelaku pariwisata.
Sejauh ini, RTMB memungut biaya masuk ke jalur pendakian objek wisata pegunungan itu tanpa dasar hukum yang jelas.
Setiap pengunjung kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang hendak melakukan pendakian ke puncak Gunung Rinjani atau hanya dalam kawasan TNGR, dipungut biaya sebesar Rp150 ribu per orang untuk wisatawan mancanegara, dan Rp10 ribu untuk wisatawan domestik.
Nilai pungutan sebesar Rp150 ribu dan Rp10 ribu per orang itu, sudah termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan TNGR, yang pengelolaannya berada di pihak Balai TNGR.
Namun, biaya yang dihimpun itu pun tidak diaudit oleh akuntan mana pun, sehingga menimbulkan beragam prasangka.
Sempat dipersoalkan Inspektorat dalam temuannya, sehingga pada 2010 tidak diperkenankan terjadi pengutuan ganda yakni PNPB dan pungutan lainnya yang dikelola RTMB. Namun akhirnya pihak-pihak terkait sepakat lagi untuk memberlakukan pungutan itu di 2011 hingga kini.
Nilai pungutan itu cukup banyak, pada 2011 misalnya, mencapai Rp1,5 miliar lebih setiap tahun, karena jumlah pengunjung wisatawan mancanegara mencapai 10 ribu orang. Setelah dikurangi nilai PNPB maka RTMB mengelola Rp1,3 miliar.
Dari nilai yang dikelola RTMB itu, sebanyak Rp112 juta diantaranya diberikan kepada Pemkab Lombok Timur sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan hampir Rp230 juta lebih untuk Pemkab Lombok Utara namun nilai itu untuk jatah 2009 dan 2011 yang diberikan sekaligus.
Selain itu, masing-masing Rp5.000/orang pengunjung menjadi jatah aparat desa, dan Rp10 ribu/orang pengunjung untuk lingkungan, Rp17 ribu untuk dana konservasi Balai TNGR dan lainnya untuk tanah adat.
RTMB sendiri mengambil sekitar 20 persen dari total pungutan itu, untuk pembinaan organisasi dan kegiatan lainnya terkait kemajuan organisasi.
"Nanti, RTMB hanya menjadi bagian dari divisi `tracking` (pendakian), tidak lagi mengurus evakuasi, promosi, pengembangan masyarakat, dan konservasi, karena ada divisi lain yang mengurusnya," ujarnya.
Selain itu, tambah Chaerul, jika ada penerimaan dana dari donator atau donasi lainnya, harus diaudit oleh akuntan publik.
Kawasan TNGR mencakup sebagian wilayah Kabupaten Lombok Barat seluas 12.360 hektare meliputi dua kecamatan dengan 15 desa, Lombok Tengah seluas 6.824 hektare yang mencakup dua kecamatan tersebar pada lima desa dan Kabupaten Lombok Timur pada tujuh kecamatan yang tersebar pada 17 desa dengan luas kawasan 22.146 hektare.
Salah satu pesona unggulan TNGR adalah Danau Segara Anak yang berada pada ketinggian 2.010 meter dari permukaan laut. Danau Segara Anak berada di sebagian Gunung Rinjani yang tingginya mencapai 3.726 meter dari permukaan laut. (*)

 

Mataram (Antara Mataram) - Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Nusa Tenggara Barat mendorong pembenahan pengelolaan aktivitas pendakian Gunung Rinjani yang telah berstatus geopark atau taman bumi nasional sejak 14 November 2013. 

"Kami terus dorong agar pengelolaannya lebih profesional. Tentu kelembagaannya harus jelas dan kerjanya terarah," kata Kepala Bappeda Provinsi NTB H Chaerul Maksul, di Mataram, Sabtu.

Ia mengatakan, dalam waktu dekat ini akan digelar pertemuan koordinasi yang melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder), guna menyepakati pola pengelolaan yang melembaga atas Rinjani Geopark Nasional.

Para bupati dan kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di wilayah Gunung Rinjani, seperti Kabupaten Lombok Timur, Lombok Utara, dan Lombok Tengah, juga akan diundang dalam rapat koordinasi tersebut.

"Arah pembicaraannya pada lembaga pengelola, nantinya dibentuk dewan pelaksana yang kemudian bekerja sama dengan sektor swasta agar pengelolaannya lebih profesional," ujarnya.

Selain itu, kata Chaerul, lembaga pengelola Rinjani Geopark Nasional itu akan membentuk sejumlah divisi yang mencakup semua bidang tugas yang mengarah kepada kelestarian lingkungan.

Keberadaan divisi itu nantinya mengurangi peran pengurus Rinjani Tracking Management Board (RTMB) yang selama ini terkesan menguasai pengelolaan jalur pendakian Gunung Rinjani. 

RTMB merupakan pengelola kegiatan pendakian Gunung Rinjani sebuah badan lintas sektoral yang melibat unsur pemerintah, swasta, masyarakat dan pelaku pariwisata.

Sejauh ini, RTMB memungut biaya masuk ke jalur pendakian objek wisata pegunungan itu tanpa dasar hukum yang jelas.
Setiap pengunjung kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang hendak melakukan pendakian ke puncak Gunung Rinjani atau hanya dalam kawasan TNGR, dipungut biaya sebesar Rp150 ribu per orang untuk wisatawan mancanegara, dan Rp10 ribu untuk wisatawan domestik.

Nilai pungutan sebesar Rp150 ribu dan Rp10 ribu per orang itu, sudah termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan TNGR, yang pengelolaannya berada di pihak Balai TNGR.

Namun, biaya yang dihimpun itu pun tidak diaudit oleh akuntan mana pun, sehingga menimbulkan beragam prasangka.
Sempat dipersoalkan Inspektorat dalam temuannya, sehingga pada 2010 tidak diperkenankan terjadi pengutuan ganda yakni PNPB dan pungutan lainnya yang dikelola RTMB. Namun akhirnya pihak-pihak terkait sepakat lagi untuk memberlakukan pungutan itu di 2011 hingga kini.

Nilai pungutan itu cukup banyak, pada 2011 misalnya, mencapai Rp1,5 miliar lebih setiap tahun, karena jumlah pengunjung wisatawan mancanegara mencapai 10 ribu orang. Setelah dikurangi nilai PNPB maka RTMB mengelola Rp1,3 miliar.

Dari nilai yang dikelola RTMB itu, sebanyak Rp112 juta diantaranya diberikan kepada Pemkab Lombok Timur sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan hampir Rp230 juta lebih untuk Pemkab Lombok Utara namun nilai itu untuk jatah 2009 dan 2011 yang diberikan sekaligus.
Selain itu, masing-masing Rp5.000/orang pengunjung menjadi jatah aparat desa, dan Rp10 ribu/orang pengunjung untuk lingkungan, Rp17 ribu untuk dana konservasi Balai TNGR dan lainnya untuk tanah adat.

RTMB sendiri mengambil sekitar 20 persen dari total pungutan itu, untuk pembinaan organisasi dan kegiatan lainnya terkait kemajuan organisasi.

"Nanti, RTMB hanya menjadi bagian dari divisi `tracking` (pendakian), tidak lagi mengurus evakuasi, promosi, pengembangan masyarakat, dan konservasi, karena ada divisi lain yang mengurusnya," ujarnya.

Selain itu, tambah Chaerul, jika ada penerimaan dana dari donator atau donasi lainnya, harus diaudit oleh akuntan publik.
Kawasan TNGR mencakup sebagian wilayah Kabupaten Lombok Barat seluas 12.360 hektare meliputi dua kecamatan dengan 15 desa, Lombok Tengah seluas 6.824 hektare yang mencakup dua kecamatan tersebar pada lima desa dan Kabupaten Lombok Timur pada tujuh kecamatan yang tersebar pada 17 desa dengan luas kawasan 22.146 hektare.

Salah satu pesona unggulan TNGR adalah Danau Segara Anak yang berada pada ketinggian 2.010 meter dari permukaan laut. Danau Segara Anak berada di sebagian Gunung Rinjani yang tingginya mencapai 3.726 meter dari permukaan laut. (*)

Sumber: http://www.antarantb.com/berita/25859/bappeda-ntb-dorong-pembenahan-pengelolaan-rinjani