BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Akik Membuat Desa Nian Mencuat

Kesejahteraan Daerah
Akik Membuat Desa Nian Mencuat
FRANS SARONG
27 Juli 2015

Kandungan batu akik berkualitas andal di Desa Nian dan sekitarnya di Kecamatan Miomafo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, sudah dikenal sejak tahun 1990-an. Namun, Nian baru benar-benar dikenal luas seiring booming jenis batuan itu sejak akhir tahun lalu.
Perajin batu akik, Damasus Bifel (kanan) dan Yosef Kono, di Desa Nian, Kecamatan Miomafo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, menggosok batu, Jumat (17/7). Keduanya adalah contoh dari ratusan warga Nian yang kini mengandalkan kerajinan batu akik sebagai sumber hidup. Kerajinan yang ditekuni sejak akhir tahun lalu ini menggusur usaha menambang mangan.
KOMPAS/FRANS SARONGPerajin batu akik, Damasus Bifel (kanan) dan Yosef Kono, di Desa Nian, Kecamatan Miomafo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, menggosok batu, Jumat (17/7). Keduanya adalah contoh dari ratusan warga Nian yang kini mengandalkan kerajinan batu akik sebagai sumber hidup. Kerajinan yang ditekuni sejak akhir tahun lalu ini menggusur usaha menambang mangan.

Nian adalah satu dari empat desa dan satu kelurahan di Miomafo Tengah. Lokasinya sekitar 7 kilo meter sebelah barat Kefamenanu, ibu kota kabupaten atau lebih kurang 200 kilometer timur Kota Kupang.

Bepergian hingga Nian dijamin nyaman karena melintasi jalan beraspal mulus. Menariknya lagi, perlintasan itu merupakan penggalan jaringan jalan sekitar kawasan tapal batas dengan Oekusi di sebelah utara Timor Tengah Utara dan Kabupaten Kupang. Oekusi adalah wilayah "kantong" Timor Leste.

Potensi serta kualitas batu akik Nian dan sekitarnya yang mulai dikenal sejak 20-an tahun lalu, awalnya ditandai kehadiran CV Sarwo Star pada 1987. Perusahaan pimpinan Raden Sarwono itu khusus mengolah batu akik dari perut bumi Timor Tengah Utara, terutama asal Desa Nian dan sekitarnya. Pada saat hampir bersamaan, juga hadir sejumlah kolektor, bahkan penggila akik Timor.

Mereka di antaranya Jonga Saragih, yang karena tergila-gila dengan akik Nian, hingga memilih menetap di Kefamenanu sejak 15 tahun lalu. Ia pun berinisiatif melakukan pelatihan bagi sejumlah warga setempat. Para pesertanya, belakangan menjadi perajin dan bernaung di bawah kelompok usaha bernama Rawa Bening.

Selanjutnya, disusul pelatihan khusus menjadi perajin batu akik oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Timor Tengah Utara pada pertengahan 1990. Pelatihan itu melibatkan 24 warga Nian, yang belakangan menjadi anggota kelompok perajin bernama Permata Indah pimpinan Agustinus Lake.

Sejak lima tahun lalu, terbentuk setidaknya lima kelompok perajin baru binaan Mutumanikam Nusantara Indonesia (MNI) bersama sejumlah mitra lain seperti Lintang Podomoro dan Kohindo Timor. Kelima kelompok perajin itu masing-masing beranggota 5-6 orang. Empat di antaranya menyebar di Desa Nian dan satu lainnya di Kefamenanu.

Baru

Meskipun sudah lumayan lama mengenal istilah akik untuk kandungan batu khusus di sekitarnya, setidaknya hingga pengujung tahun lalu nama Nian tetap senyap. Kerajinan batu akik pun hanya digeluti kalangan terbatas dan hanya sebagai usaha sampingan.

"Memang benar, rata-rata warga kami memahami potensi batu akik di Nian sejak 1990-an. Namun, batu akik sebagai sumber ekonomi baru bagi warga setempat, baru benar-benar dirasakan 6-7 bulan belakangan ini," tutur Kepala Desa Nian, Agustinus Toan, di Nian, Minggu (19/7).

Desa Nian kini berpenduduk 468 keluarga atau 1.761 jiwa. Seperti diakui Agustinus Toan, rata-rata warganya belakangan ini menekuni kerajinan batu akik, baik secara perorangan maupun bergabung dalam kelompok. Aktivitas baru itu sekaligus menggusur usaha mengais mangan, bahkan agak menepikan usaha ekonomis lainnya.

Terdapat puluhan warga perajin yang bergabung dalam lima kelompok di Nian. Sebagian terbesar lainnya juga sebagai perajin, tetapi secara perseorangan.
content

"Kaum ibu bahkan anak-anak usia sekolah juga ikut mengais batu akik sebagai bahan baku usaha kerajinan itu. Pekerjaan mendapatkan batu akik saat ini relatif mudah karena masih berserakan di permukaan tanah, bahkan hingga sekitar rumah," kata Agustinus Toan.

Sejumlah perajin mengakui, dampak demam akik terhadap ekonomi mereka mulai terasa. "Kebutuhan sehari-hari di rumah, termasuk biaya sekolah anak, selalu bisa diatasi pada waktunya," tutur Damasus Bifel (37), perajin yang juga Ketua Kelompok Nekmese di Nian, Sabtu (18/7) petang.

Nekmese adalah satu dari empat kelompok perajin batu akik di Nian binaan Kukuh Pribadi, perwakilan mentor MNI bersama Lintang Podomoro dan Kohindo Timor di Kefamenanu.

Bermodalkan masing-masing satu mesin potong dan mesin gosok, Damasus Bifel bersama lima anggota kelompoknya dalam sehari setidaknya mampu menyelesaikan dua butir batu akik siap jual. Harganya bergantung motif dan jenis, tetapi minimal Rp 50.000 per butir. Total hasil selama sebulan dibagi rata, setelah dikurangi Rp 150.000 untuk perawatan dan pembelian suku cadang mesin.

Contoh lain, perajin Hilarius Tefa yang merasa enteng mengirimkan seorang anaknya menjadi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. "Biaya kuliah sepenuhnya dari penghasilan menjual batu akik," katanya.

Damasus Bifel, Yosef Kono (32), Yanuarius Toan (21), dan sejumlah warga lain di Nian mengatakan, demam batu akik telah menjelma menjadi sumber nafkah baru bagi mereka. Kebetulan kandungan akik Nian variannya sangat kaya dan disebut-sebut mencapai 386 jenis, di antaranya jenis lavender, kecubung, merah maron, bacan timor, biosolar, merah delima, giok timor, safir, dan pancawarna.

Lainnya, serat nanas, kuda laut, kelepek daun, mani gajah, sarang tawon, pandan kristal, sulaiman, junjung drajat, dan tapak jalak. Para perajin menyebutkan, akik Nian yang selalu menjadi buruan penggila atau kolektor adalah enam jenis kelompok pertama tersebut.

Bersaing

Kukuh Pribadi dan sejumlah kolektor lain mengemukakan, kualitas akik Timor, khususnya Nian, sejatinya mampu bersaing bahkan disebut-sebut sebagai yang terbaik di Indonesia. Namun, keunggulan itu belum menjadi jaminan untuk perbaikan harga karena akik daerah ini belum didukung sertifikasi khusus yang diterbitkan Badan Geologi Nasional. Sertifikasi itu harus diperjuangkan oleh pemerintah daerah setempat.

"Kalau sudah disertifikasi, saya jamin akik Nian atau Timor umumnya akan mengalahkan akik sejenis dari daerah lain. Harganya pun pasti langsung melonjak tajam, apalagi kalau butiran akiknya menjadi mata cincin elite bangsa kita," papar Kukuh Pribadi.

Bagi Kepala Desa Nian Agustinus Toan, kebutuhan akan sertifikasi batu akik daerahnya itu tidak sekadar agar harganya bisa lebih baik. Sertifikasi itu diharapkan sekaligus mendongkrak akik Nian menjadi ikon Timor.

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/27/Akik-Membuat-Desa-Nian-Mencuat

Related-Area: