Fase awal implementasi program KIAT Guru di Kabupaten Landak dan Ketapang, Kalimantan Barat yang dimulai sejak November 2016 sampai dengan April 2017 telah tercapai secara keseluruhan. Pada fase tersebut telah terbentuk Kader Desa, kesepakatan layanan, FLG (Asesmen Kualitas Layanan Guru) dan KPL (Kelompok Pengguna Layanan) di 82 Desa yang terdiri dari 38 Desa di Kabupaten Landak dan 45 SD di Kabupaten Ketapang.
Saat ini, kesepakatan layanan dan FLG di sekolah-sekolah tersebut telah berjalan selama 1 semester dan akan dilanjutkan dengan pelaksanaan amandemen terhadap kesepakatan layanan pada Juli-Agustus 2017. Sebelum pelaksanaan amandemen dilakukan, seluruh tim pelaksana daerah KIAT Guru diharapkan telah memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang mendukung pelaksanaan penilaian kualitas layanan guru setiap bulannya. Untuk itu, tim nasional perlu memandu tim pelaksana daerah KIAT Guru dalam merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kemampuan Kader Desa dan KPL dampingan mereka.
Kegiatan ini dinamakan Lokakarya Refleksi dan Pelatihan dan dilaksanakan pada tanggal 9-17 Juni 2017 di Hotel Golden Tulip, Pontianak. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pelatihan kepada Tim daerah KIAT Guru Kabupaten Landak dan Ketapang untuk melakukan asesmen kualitas layanan guru (FLG), memberi sosialisasi dalam melaksanakan SLA Diagnosa dan mendiseminasikan hasilnya dalam pertemuan amandemen kesepakatan layanan, merumuskan kurikulum dan strategi penguatan terhadap Kader Desa dan KPL, serta memberikan pelatihan dalam penggunaan versi terbaru aplikasi KIAT Nilai tingkat sekolah, kecamatan, dan kabupaten.
Simulasi SLA (Student Learning Assesment)
Salah satu materi utama yang diberikan pada saat pelatihan adalah SLA Diagnosa atau Student Learning Assesment Diagnosa. Materi ini disampaikan pada hari Selasa, 13 Juni 2017 dan keeseokan harinya dilakukan simulasi di beberapa sekolah di Pontianak agar peserta dapat memahami langkah-langkah SLA saat kembali ke desa masing-masing. SLA Diagnosa sendiri merupakan sebuah perangkat yang digunakan untuk menilai perkembangan hasil belajar murid. Data yang didapatkan dari perangkat ini, nantinya akan dibandingkan dengan hasil belajar murid yang didapatkan saat pelaksanaan survei baseline di awal tahun ajaran.
Pada saat simulasi, peserta pelatihan yang terdiri dari FM (Fasilitator Masyarakat), PL (Pelaksana Lapangan), dan KL (Koordinator Lapangan) dibagi ke lima sekolah. Setelah tiba di sekolah masing-masing, peserta dibantu oleh guru dan Kepala Sekolah setempat memilih 2-3 orang murid kelas 1-5 secara acak untuk melakukan SLA Diagnosa. Seluruh murid yang akan melaksanakan tes kemudian ditempatkan dalam satu ruangan dan diberikan arahan. Para peserta juga harus membuat suasana senyaman mungkin agar murid yang mengerjakan tes merasa nyaman sehingga dapat menjawab soal dengan baik.
Setiap murid didampingi satu peserta.
Masing-masing murid mengerjakan soal simulasi secara bergiliran dan didampingi oleh seorang FM atau PL. sebelum mereka mengerjakan soal, para murid akan ditanya apakah mereka bersedia hasil dari tes tersebut dibagikan dengan orang dewasa dan guru. Setelah mendapatkan persetujuan, anak akan mengarsir tanda “smile” sebagai bukti bahwa mereka tidak keberatan hasil tersebut disebarkan. Selanjutnya, barulah tes dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan belajar anak.
Seorang murid mengarsir lambang smile sebagai tanda setuju.
Setelah simulasi dilaksanakan, peserta kembali berkumpul di Hotel dan mulai membagi hasil dari simulasi. Dalam presentasi tersebut juga mereka menguraikan hambatan dan tantangan yang mereka dapatkan pada saat melakukan simulasi. Selanjutnya mereka bersama-sama mencari solusi agar hal tersebut dapat ditanggulangi pada saat melakukan SLA diagnose yang sebenarnya di desa masing-masing.
Presentasi hasil simulasi