Guru Ingin Peningkatan Mutu
Pelaksanaan Kurikulum 2013 secara Bertahap Disambut Baik
JAKARTA, KOMPAS — Para guru menyambut baik keputusan pemerintah yang kembali menerapkan Kurikulum 2013 secara bertahap. Namun, mereka ingin pemerintah segera meningkatkan fasilitas sekolah dan melatih guru secara intensif agar dapat menerapkan kurikulum baru itu. Pada akhirnya, Kurikulum 2013 tetap harus diterapkan guru.
Seperti diberitakan sebelumnya, pelaksanaan Kurikulum 2013 di seluruh sekolah di Indonesia mulai tahun ini tak berjalan mulus. Untuk itu, pemerintah memberlakukan kurikulum itu terbatas di sekolah-sekolah tertentu. Namun, pada waktunya, semua sekolah tetap akan menerapkan Kurikulum 2013.
Kepala Sekolah Dasar St John Baptis, Titus Anongop, saat ditemui Kompas, di Kampung Ogenetan, Distrik Iniyandit, Kabupaten Boven Digoel, Kamis (4/12) siang, menyatakan sangat setuju dengan kebijakan pemerintah memberikan kesempatan bagi sekolah yang belum siap untuk menggunakan Kurikulum 2006.
Sekolah yang dipimpin Titus memang masih menggunakan Kurikulum 2006 atau dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). ”Kami masih menggunakan KTSP karena belum ada sosialisasi dari pemerintah daerah setempat terkait Kurikulum 2013. Selain itu, jumlah guru hanya lima. Satu guru bisa mengajar lima mata pelajaran untuk beberapa kelas,” ungkap Titus.
Di Sumatera Utara, guru SMP Negeri 2 Satuatap, Pargaolan, Kecamatan Sigumpar, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Resita Lubis, mengatakan, sejauh ini, sekolahnya belum beralih ke Kurikulum 2006. Namun, praktiknya, Kurikulum 2013 juga tidak bisa dijalankan.
Dikateringkan
Tidak semua guru bisa mengoperasikan komputer, padahal penilaian sangat membutuhkan komputer. ”Sampai sekarang, kami belum mempunyai format penilaian yang jelas,” ujar Resita. Banyak guru yang akhirnya membayar orang untuk membuatkan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran karena tidak bisa mengoperasikan komputer, terutama guru-guru tua. ”Kami menyebutnya mengateringkan,” ujar Resita.
Meskipun Kurikulum 2013 dijalankan sejak Juli lalu, buku teks baru tiba di sekolah pada November. ”Buku ada, tetapi tidak mencukupi,” kata Resita.
Selain itu, rasio antara guru dan jumlah murid juga terlalu besar. Maslina Siagian, guru SMK Negeri 1 Pantai Cermin, misalnya, mendapat tugas mengajar empat mata pelajaran hingga 30 jam per minggu. Sebagai kepala laboratorium, ia juga mendapat tambahan tugas 12 jam. Satu kelas berisi 40 orang. ”Waktu saya habis untuk mengerjakan tugas administratif,” ucap Maslina.
Di Tangerang, guru juga lebih senang kembali ke kurikulum lama. ”Guru-guru lebih paham metode pengajaran KTSP. Namun, nantinya tetap saja setiap angkatan di sekolah menggunakan dua kurikulum berbeda di saat bersamaan,” tutur Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Tangerang Selatan.
Peningkatan mutu
Seiring dengan pemberlakuan kurikulum secara bertahap, para guru ingin pemerintah segera meningkatkan fasilitas sekolah dan kualitas guru. Pada akhirnya, sekolah harus tetap menerapkan Kurikulum 2013. ”Dengan adanya keputusan itu, pemerintah daerah setempat harus segera mempersiapkan pengadaan buku Kurikulum 2013 ke sekolah. Kami juga mengharapkan tambahan tenaga guru dari pegawai negeri sipil. Sekolah ini satu-satunya sarana pendidikan di Ogenetan,” tutur Titus.
Andar, guru dari SMA BOPKRI 1 Yogyakarta, menyatakan, daripada terus sibuk mengotak-atik kurikulum, pemerintah seharusnya memberi perhatian kepada peningkatan kualitas sekolah dan guru. ”Bagi kami, pakai Kurikulum 2013 atau Kurikulum 2006 lagi juga silakan. Yang penting, ada upaya peningkatan kualitas guru secara terus-menerus,” ungkapnya.
Di sekolah tempat Andar mengajar pun, yang merupakan sekolah percontohan penerapan Kurikulum 2013 sejak tahun lalu, masih ada hambatan. Salah satunya ialah beratnya beban yang harus diemban guru, terutama dalam proses penilaian peserta didik. (FLO/WSI/HRS/ELN/DNE)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010485303
-
- Log in to post comments
- 503 reads