kependudukan
Dorong Perubahan Perilaku
JAKARTA, KOMPAS — Program keluarga berencana yang berhasil pada masa lalu belum mengubah sikap dan perilaku masyarakat. Hal itu karena nilai-nilai yang dianut masyarakat belum tersentuh. Untuk itu, pendekatan kampanye perlu mempertimbangkan norma dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Demikian disampaikan peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Syahmida S Arsyad, pada Seminar Hasil Litbang Kependudukan, di Jakarta, Selasa (18/11). ”BKKBN pusat dan provinsi hanya mengadvokasi. Memberi masukan kepada pemerintah daerah tentang pendekatan apa yang perlu dilakukan agar program KB berhasil,” katanya.
Syahmida mengatakan, selama ini banyak variabel tak langsung di lapangan memengaruhi tingkat fertilitas (TFR). Riset di enam daerah di Indonesia menunjukkan, faktor norma dan nilai yang dianut masyarakat amat berpengaruh terhadap TFR.
Enam daerah itu, antara lain, Kabupaten Humbang Hasundutan (Sumatera Utara), Kabupaten Bangkalan (Jawa Timur), Kabupaten Tana Toraja (Sulawesi Selatan), dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur).
Hasil riset memperlihatkan, selama ini suami paling berperan menentukan jumlah anak dan jenis kelamin anak yang diinginkan. Masyarakat juga menilai, anak laki-laki memiliki nilai lebih tinggi dan sebagai aset. Mayoritas responden menyatakan ingin memiliki anak laki-laki dan perempuan. Jumlah anak ideal umumnya lebih dari dua orang.
Satu hal yang juga jadi temuan dan konfirmasi atas teori pada literatur ilmiah demografi adalah riwayat kematian anak pada keluarga menyebabkan angka fertilitas naik. Setelah kematian anak, orangtua cenderung ingin memiliki anak lagi dalam jumlah banyak untuk berjaga-jaga seandainya anaknya meninggal.
Kepala BKKBN Fasli Jalal mengatakan, ada persepsi tingginya angka prevalensi kontrasepsi (CPR) menyebabkan TFR menurun. Kenyataannya, CPR tinggi tak selalu menurunkan TFR. Buktinya, 10 tahun terakhir, TFR stagnan di angka 2,6.
Pemakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) tak tepat sasaran, yaitu kelompok umur tak produktif. Padahal, sasaran MKJP adalah pasangan usia subur. (ADH)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010180304
-
- Log in to post comments
- 336 reads