kesetaraan jender
Perempuan Paling Rentan Terdampak Perubahan Iklim
BANGKOK, KOMPAS — Perempuan paling rentan terkena dampak perubahan iklim. Selain pada bencana yang ditimbulkan, juga penurunan mutu lingkungan yang memperburuk kualitas hidup mereka. Keterbatasan akses perempuan atas sumber daya alam dan pengambilan keputusan memperburuk situasi.
Kerentanan perempuan menghadapi perubahan iklim jadi salah satu isi Deklarasi Tingkat Menteri Asia Pasifik dalam Memajukan Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan yang disahkan pada Konferensi Asia Pasifik untuk KG-PP: Tinjauan Beijing+20 di Bangkok, Thailand, Kamis (20/11), sebagaimana dilaporkan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi. Pengesahan deklarasi dipimpin Perdana Menteri Tuvalu Enele Sopoaga.
Deklarasi itu meneguhkan kembali komitmen negara-negara Asia Pasifik untuk melaksanakan Deklarasi Beijing dan Platform untuk Aksi 1995 guna mengurangi diskriminasi jender dan memajukan upaya pemberdayaan perempuan di semua negara. Isu kerentanan perempuan atas perubahan iklim disuarakan negara-negara Pasifik Selatan, seperti Tonga dan Kaledonia Baru.
”Indonesia yang juga punya pulau-pulau kecil dan menghadapi kerentanan sama justru tak menyuarakan persoalan ini,” kata Kepala Departemen Keorganisasian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Ahmad.
Kepala Departemen Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Walhi Khalisah Khalid menyatakan, perubahan iklim melahirkan ketidakadilan baru bagi perempuan. ”Dampak terberat akan dialami perempuan miskin yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.
Salah satu dampak perubahan iklim adalah terjadi krisis air bersih. Dalam konstruksi sosial dan budaya, perempuan dianggap bertanggung jawab memenuhi dan mengelola kebutuhan domestik rumah tangga, termasuk mencari air bersih. Itu berarti perubahan iklim akan memaksa perempuan berusaha lebih berat mencari air dan kian memiskinkan perempuan karena memaksa mereka mengalokasikan biaya lebih untuk membeli air.
Perubahan iklim membuat cuaca laut tak menentu sehingga nelayan tak bisa melaut. Selama laki-laki tak melaut, beban keluarga ditanggung perempuan.
Selain itu, dalam penanggulangan bencana, pemerintah kerap tak sensitif jender. Padahal, perempuan memiliki kebutuhan spesifik terkait kesehatan mereka. ”Upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dilakukan pemerintah tidak bisa netral jender. Jadi, perempuan harus dilibatkan,” katanya.
Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia Pasifik (ESCAP) Shamshad Akhtar berharap isi deklarasi diimplementasikan semua negara agar berbagai masalah pemicu ketidaksetaraan jender bisa dieliminasi. (MZW)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010223612
-
- Log in to post comments
- 114 reads