BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Perkuat Fasilitas Kesehatan Primer

Perkuat Fasilitas Kesehatan Primer
Rasio Klaim BPJS Kesehatan Mencapai 101 Persen


JAKARTA, KOMPAS — Sistem rujukan berjenjang yang menjadi dasar pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional belum berjalan optimal. Belum berubahnya paradigma masyarakat dan kurang siapnya tenaga kesehatan membuat jumlah rujukan tetap tinggi. Akibatnya, rasio klaim BPJS Kesehatan hingga akhir tahun capai 101 persen dari total penerimaan iuran.

”Angka rujukan mencapai lebih dari 20 persen,” kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pemerintah, Usman Sumantri, di Jakarta,
Rabu (17/12). Idealnya, angka rujukan pasien dari fasilitas kesehatan dasar ke fasilitas kesehatan lanjutan hanya 12 persen.

Tingginya angka rujukan bisa dianggap wajar jika kepesertaan dalam asuransi kesehatan didominasi peserta dewasa tua yang mulai menunjukkan gejala penyakit degeneratif. Namun, itu sekaligus menunjukkan buruknya upaya promosi kesehatan sehingga menghasilkan penduduk dewasa tua yang penyakitan.

Namun, dalam setahun penyelenggaraan JKN, tingginya rujukan dipicu keengganan warga berobat ke fasilitas kesehatan dasar, seperti puskesmas atau klinik dokter keluarga. Banyak peserta JKN datang ke puskesmas hanya untuk meminta surat rujukan.

Mudahnya sebagian puskesmas membuat surat rujukan dinilai anggota DJSN dari unsur organisasi pemberi pekerja/pengusaha, Soeprayitno, membuat rumah sakit kebanjiran pasien. Padahal, saat ini RS swasta yang mau bekerja sama penuh dengan BPJS Kesehatan terbatas.
Pemeriksaan berjenjang

Anggota DJSN dari unsur tokoh/ahli, Zaenal Abidin, menyatakan, tingginya rujukan menunjukkan kegagalan puskesmas jadi penjaga gawang layanan kesehatan. Puskesmas seharusnya mampu menangani penyakit-penyakit dasar, tak mudah merujuk pasien ke RS. ”Meski sejumlah puskesmas punya dokter spesialis, jumlah rujukan tak berkurang,” katanya.

Oleh karena itu, selain membangun kesadaran pentingnya pemeriksaan berjenjang ke masyarakat, promosi kesehatan perlu diutamakan. Paradigma menjaga kesehatan agar tak sakit harus terus dibangun, bukan tak masalah sakit asal bisa berobat.

Akibat tingginya rujukan, rasio klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga akhir Desember diperkirakan 101 persen dari total iuran peserta JKN Rp 39 triliun.

”Jika pengelolaan JKN oleh BPJS Kesehatan sesuai aturan, defisit ditanggung negara,” kata Usman. Namun, jika karena salah urus, perlakuannya berbeda. Tahun ini, kekurangan anggaran ditutup dana awal BPJS Kesehatan saat masih jadi PT Askes.

Selain belum paham sistem rujukan berjenjang, prinsip gotong royong yang jadi penyelenggaraan JKN belum dipahami. Sebagai asuransi sosial, prinsip pendanaannya yakni orang sehat membantu yang sakit dan orang kaya membantu yang miskin.

Kenyataannya, menurut anggota DJSN dari unsur tokoh/ahli lain, Bambang Purwoko, para peserta mandiri berlomba mendaftar JKN saat sakit dan butuh perawatan RS. Saat sembuh, mereka berhenti membayar iuran. Padahal, BPJS Kesehatan mengancam sanksi denda 2 persen dari keterlambatan pembayaran iuran per bulan. (MZW/JOG)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010762407

Related-Area: