Tarif Baru Layanan JKN Efektif September
Paradigma Lama dalam Pengobatan Perlu Diubah
MANADO, KOMPAS — Tarif baru sebagian kelompok pada Indonesia-Case Based Group dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan efektif diberlakukan mulai 1 September 2014. Hal itu sebagai tindak lanjut penerbitan peraturan menteri kesehatan yang mengatur tentang perubahan tarif layanan itu.
Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede menyampaikan itu pada Pelatih Sistem Pembiayaan INA-CBG (Indonesia-Case Based Group) bagi Rumah Sakit Pengampu dan Koordinasi Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan, di Manado, Sulawesi Utara, Kamis (28/8).
”Peraturan menteri kesehatan tentang tarif INA-CBG sudah ditandatangani Ibu Menteri. Permenkesnya nomor 59,” kata Donald. Hal itu berarti klaim biaya RS dengan tarif baru yang diberlakukan mulai September bisa dilakukan pada Oktober 2014.
Selama menunggu pengajuan klaim tarif baru, RS dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memiliki waktu sebulan untuk memperbarui sistem aplikasi tarif layanan itu.
Perubahan tarif itu mencakup 39 kelompok tarif yang dinaikkan, di antaranya layanan bedah ortopedi, bedah saraf, dan layanan rawat jalan dengan pemeriksaan penunjang. Kenaikan tarif pada kelompok tindakan maksimal 80 persen.
Untuk menyeimbangkan anggaran, ada beberapa jenis pelayanan yang tarifnya diturunkan, yakni pada 60 kelompok rawat inap. Salah satu dampaknya adalah tarif rawat inap RS tipe A dan rujukan turun 4,5 persen. Adapun tarif RS tipe C dan D tidak turun. Harapannya, selisih tarif antartipe RS tidak lebar untuk menghindari rujukan berlebihan pada RS tersier.
Perhitungan tarif baru menghasilkan klaim rasio 91,73 persen. Klaim rasio adalah pengeluaran klaim biaya kesehatan dari total iuran terkumpul. Meski di atas ketentuan besaran klaim rasio 90 persen, angka 91,73 persen dinilai tak memberatkan karena di awal JKN berjalan pun angka klaim rasio 91,83 persen. Adapun 10 persen sisanya untuk operasional BPJS dan dana cadangan.
Selisih biaya
Direktur Utama RSU Prof Dr RD Kandou, Manado, Maxi Rondonuwu menyatakan, sejak JKN berlaku pada Januari 2014 hingga kini, selalu ada selisih biaya yang diklaim RS dengan pembayaran oleh BPJS. Itu berarti pengelolaan RS belum efisien. Besaran selisih itu terus menurun. ”Pada Januari 2014, selisih Rp 800 juta, kini rata-rata Rp 200 juta per bulan. Kami tak tahu kenapa ada selisih pembayaran. BPJS tak pernah menjelaskan,” katanya.
Menurut Maxi, hampir semua biaya tindakan penyakit saraf dan kemoterapi membuat RS merugi. Akan tetapi, jika dilihat secara keseluruhan, pendapatan RS naik hampir 100 persen.
Dirut RSUD Tarakan, Jakarta, Kusmedi Priharto mengatakan, kunci agar bisa bertahan dalam sistem INA-CBG adalah remunerasi dan efisiensi. Tanpa dua hal itu, RS sulit menyesuaikan dengan sistem INA-CBG.
Langkah penting dalam efisiensi adalah mengubah paradigma klinisi dalam menegakkan diagnosis dan meresepkan obat. Itu tak mudah karena klinisi terbiasa dengan paradigma lama, yakni dibayar per layanan atau fee for service yang membebani pasien. (ADH)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008574611
-
- Log in to post comments
- 234 reads