BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

UU Tembakau Ditolak

UU Tembakau Ditolak
Pemerintah Lamban Mengendalikan Dampak Buruk

JAKARTA, KOMPAS — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta tidak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang diajukan DPR. Draf RUU itu dinilai berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan tumpang tindih dengan peraturan yang sudah ada.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyampaikan hal itu dalam sambutan tertulisnya pada seminar ”Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (FCTC) Versus RUU Tembakau”, di Jakarta, Selasa (26/8). Sambutan itu dibacakan Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Ekowati Rahajeng.

”Kami telah mengadakan koordinasi lintas kementerian dengan Kementerian Kesehatan sebagai koordinator. Kami sepakat meminta perkenan Bapak Presiden untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan,” kata Nafsiah.

Pertimbangan filosofisnya, secara substansi, pokok RUU Pertembakauan tidak mencerminkan semangat mewujudkan negara kesejahteraan untuk mencerdaskan, menyehatkan, dan meningkatkan mutu hidup rakyat Indonesia. Sebab, yang dititikberatkan hanya pengaturan pemanfaatan produk tembakau secara jangka pendek dan lebih pada petani tanpa mempertimbangkan dampak buruk konsumsi produk tembakau pada rakyat, khususnya generasi muda.

Secara yuridis, tak ada urgensi mendesak adanya UU Pertembakauan. Sebab, hampir semua pasal dalam RUU Pertembakauan terkait produksi, distribusi, industri, harga dan cukai, serta pengendalian konsumsi produk tembakau sudah diatur UU lain.
Melanggar konstitusi

Selain itu, RUU itu dikhawatirkan menyebabkan tumpang tindih pengaturan dan ketidakpastian hukum. RUU itu berpotensi bertentangan dengan Pasal 28 h UUD 1945 yang antara lain memuat hak tiap orang mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta layanan kesehatan.

Dalam sambutan itu, Nafsiah menyatakan, secara sosiologis, RUU Pertembakauan memberi keistimewaan pengaturan pada produk tembakau dan petani tembakau yang merupakan bagian kecil dari produk pertanian. Padahal, banyak produk lain yang memengaruhi kebutuhan hidup pokok masyarakat yang harus mendapat perhatian negara.

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Kartono Mohamad menyatakan, pengajuan pembahasan RUU Pertembakauan oleh DPR kepada pemerintah dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan pasal terkait tembakau sebagai zat adiktif dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan tetap berlaku. Sesuai naskah RUU, hanya satu pasal yang menyebut perlindungan kesehatan.

Selain itu, naskah RUU mengatur, peringatan kesehatan dalam kemasan rokok hanya dalam bentuk tulisan dan memisahkan rokok dengan kretek. Naskah RUU juga lebih banyak berbicara soal perlindungan pada industri rokok. Perlindungan pada petani tembakau hanya sedikit dibahas.

”Kami meminta Presiden Yudhoyono tidak melanjutkan pembahasan RUU Pertembakauan karena itu langkah mundur pengendalian tembakau,” kata Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo.

Sejauh ini, pemerintah dinilai lamban mengendalikan dampak buruk konsumsi produk tembakau. Hingga kini, pemerintah belum mengaksesi atau mengadopsi isi FCTC. (EVY)




Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008538466

Related-Area: