Jaminan Kesehatan Nasional
Sosialisasi dan Koordinasi Terus Ditingkatkan
JAKARTA, KOMPAS — Keluhan terkait prosedur pengobatan peserta Jaminan Kesehatan Nasional marak dalam bulan pertama pelaksanaan. Sebagian masyarakat merasa terhambat prosedur berbelit, keterbatasan perawatan, dan obat.
Terkait keluhan itu, Direktur Hukum, Komunikasi, dan Hubungan Antar-Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Purnawarman Basundoro dalam Evaluasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jumat (7/2), di Jakarta, menyatakan, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada rumah sakit serta advokasi kepada pemerintah daerah, organisasi kesehatan, paguyuban pekerja, dan pensiunan.
”Persoalan mendasar adalah perbedaan pemahaman antara rumah sakit dan pemerintah terkait paket pengobatan dalam JKN. Paket ini tidak boleh diartikan sebagai plafon anggaran, melainkan paket anggaran untuk mengobati pasien. Selain itu, banyak peserta dan penyedia layanan kesehatan belum memahami proses pengobatan, sistem rujuk balik, atau tarif obat,” papar Purnawarman.
Ia mengakui, ketersediaan obat masih menjadi hal yang harus dievaluasi. Dalam beberapa kasus, apotek, klinik, dan bahkan rumah sakit yang bekerja sama dengan JKN tidak mempunyai ketersediaan obat yang memadai. ”Kami menerima laporan terkait hal ini, terutama dari daerah. Tapi, ini bukan alasan peserta harus membeli obat dengan dana sendiri. Koordinasi dengan fasilitas kesehatan terus kami tingkatkan,” ujarnya.
Beberapa bagian untuk proses pengobatan masih memiliki banyak kendala meski telah dikeluarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 31 dan 32 Tahun 2014. Surat edaran itu mengatur sistem rujukan dan rujuk balik, tarif ambulans, penambahan obat untuk penyakit kronis, kemoterapi, dan hal teknis lain.
Lebih cepat
BPJS Kesehatan, kata Purnawarman, terus berupaya agar prosedur pendaftaran peserta lebih cepat dan sederhana. Selain menyiapkan situs web pada pendaftaran daring, BPJS juga membuat prosedur pendaftaran cepat (PPC). PPC diutamakan bagi peserta mandiri karena jumlahnya terus meningkat, yakni sebanyak 20.000-22.000 orang per hari. Peserta mandiri yang terdaftar saat ini 474.117 orang.
Warga yang ingin mendaftar hanya perlu mengisi formulir aplikasi dengan mencantumkan nomor induk kependudukan dan kelas perawatan yang dipilih. Setelah itu, peserta mendapat rekening virtual untuk membayar iuran di bank. Begitu melakukan pembayaran, peserta akan terdaftar sebagai peserta JKN dan mendapat kartu kepesertaan.
Irfan Humaidi, Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan, dalam kesempatan terpisah menyatakan, iuran bagi peserta mandiri adalah Rp 25.500 per orang per bulan untuk rawat inap di kelas 3, Rp 42.500 untuk kelas 2, dan Rp 59.500 untuk perawatan di kelas 1.
Peserta bisa membayar iuran lewat tiga bank, yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan BNI. ”Telah ada 20 kantor cabang BRI yang membuka layanan untuk peserta JKN. Nantinya diharapkan terjalin kerja sama dengan semua unit di kecamatan agar makin memudahkan pendaftaran,” kata Irfan. (A10)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004640916
-
- Log in to post comments
- 27 reads