DISKUSI INDONESIA SATU
Saatnya Membangun Indonesia dari Daerah
Pengantar Redaksi:
Setelah reformasi berjalan lebih dari 15 tahun, persoalan ketimpangan pembangunan antara pusat dan daerah belum juga kunjung terselesaikan. Untuk itu, Diskusi Indonesia Satu (seri kedua) mengangkat tema ”Ketimpangan Daerah dan Peran Strategis Dewan Perwakilan Daerah RI".
Sebagai panelis: Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari, Ketua Tim Litigasi DPD I Wayan Sudirta, Ketua Asosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia Syahrul Yasin Limpo, dan Profesor Riset LIPI Siti Zuhro. Laporan ditulis Sutta Dharmasaputra, Haryo Damardono, dan Yulvianus Harjono.
Laporan diskusi ini sekaligus mengawali ulasan tentang geopolitik Pemilu 2014, baik secara nasional maupun di 34 provinsi, yang akan disajikan berturut-turut setiap hari selama satu bulan ke depan.
MENYATUKAN harga saja tidak bisa, kok, bicara negara kesatuan. Harga itu, kan, yang mengontrol pemerintah. Harga kebutuhan pokok saja berbeda-beda, kok, kesatuan. Ini negara kesatuan macam apa…?”
Lontaran sinis semacam itulah yang kerap didengar pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat saat berkeliling menyosialisasikan pentingnya empat pilar kebangsaan ke sejumlah daerah. Empat pilar itu adalah Pembukaan UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka menganggap NKRI sebagai jargon semata yang tidak bisa dirasakan dalam keseharian mereka. Terbukti, saat di Jakarta harga premium Rp 4.500 per liter, di Barabai, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, harganya mencapai Rp 8.500 per liter.
Lebih dari 50 persen aktivitas ekonomi nasional juga masih terpusat di Pulau Jawa. Indeks Gini yang mengukur ketimpangan ekonomi bahkan terus meningkat, tahun 2002 (0,33), tahun 2009 (0,37), dan tahun 2013 (0,41).
Dikhawatirkan, satu-satunya pengikat bagi daerah yang tersisa kini hanyalah kucuran uang dari pusat. Ketika suatu saat Indonesia mengalami krisis ekonomi, ketidakpuasan akan semakin meningkat dan mengancam integrasi bangsa. Terlebih Indonesia memiliki catatan panjang tentang adanya pemberontakan daerah.
Kendati demikian, terselip juga optimisme. Sejarah juga mencatat bahwa negeri ini pun punya rasa kebersamaan yang kuat. Terbukti, pada zaman Orde Lama, meski inflasi mencapai 500 persen, Indonesia tetap eksis sebagai bangsa. Ketika Orde Baru tumbang pada 1998, sejumlah ahli juga sempat meramalkan Indonesia akan terpecah-pecah. Ternyata, hal tersebut tidak terjadi.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004530262
-
- Log in to post comments
- 22 reads