BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Politik Pangan Seharusnya Berorientasi Kelautan

Pembangunan
Politik Pangan Seharusnya Berorientasi Kelautan

JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan dan politik pangan sudah saatnya berorientasi kelautan. Sektor kelautan menyimpan potensi ekonomi mencapai 1.200 triliun dollar AS, tetapi pemanfaatannya hingga kini masih sangat rendah.

Demikian terungkap dalam Diskusi Terbuka: Sumbangsih Pemikiran di Bidang Maritim dan Kelautan yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), di Jakarta, akhir pekan lalu.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Rokhmin Dahuri mengemukakan, pasokan pangan dari daratan semakin menipis di tengah kenaikan permintaan dan keterbatasan lahan produksi. Orientasi masyarakat hingga kini masih terpusat pada sumber protein yang diproduksi di daratan, seperti sapi.

Sementara itu, sektor kelautan dengan luas dua pertiga wilayah Indonesia dan panjang pantai 95.181 kilometer atau terpanjang kedua di dunia masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk produksi pangan. Kekayaan sumber protein berupa perikanan belum dioptimalkan produksi dan pengolahannya.

Wilayah lautan memiliki potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya, wisata bahari, biota laut, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri jasa, dan maritim. Potensi ekonomi tersebut mencapai 1,2 triliun dollar AS per tahun atau tujuh kali lipat APBN 2013 yang sebesar 170 miliar dollar AS atau Rp 1.600 triliun.

”Pusat-pusat pembangunan ekonomi berbasis kelautan belum digarap. Dalam sistem rantai pasar dunia, Indonesia cenderung menjadi pasar atas produk olahan dari negara lain,” ujar Rokhmin.

Ia menambahkan, potensi lahan untuk budidaya ikan mencapai 1,2 juta hektar, tetapi yang termanfaatkan baru 200.000 hektar. Adapun produksi udang yang dihasilkan baru 370.000 ton per tahun dari potensi produksi 8 juta ton.

Di sektor migas, sebanyak 70 persen produksi migas berasal dari pesisir dan lautan. Dari 60 cekungan yang potensial mengandung migas, 40 cekungan terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir, dan 6 di daratan. Belum lagi, potensi biota laut untuk bahan baku industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, dan industri kertas.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan mengemukakan, pemanfaatan lahan perikanan cenderung lebih produktif dibandingkan pertanian. Dia mencontohkan, 1 hektar lahan jagung menghasilkan 10 ton, dan 1 hektar kedelai menghasilkan 2 ton, sedangkan 1 hektar kolam patin atau lele bisa menghasilkan 400-500 ton. Tantangannya, industri perikanan harus didorong bernilai tambah.

Kendala lain yang mendesak diatasi adalah logistik. Sekitar 70 kawasan industri berada di Jawa dengan bahan baku dipasok dari luar Jawa. Namun, konektivitas antardaerah di Indonesia terganjal biaya logistik yang tinggi, yakni 24 persen terhadap produk domestik bruto. Padahal, biaya logistik di Thailand, Malaysia, Vietnam, dan China, di bawah 10 persen terhadap PDB. Di dunia, sekitar 90 persen barang, komoditas, dan produk yang diperdagangkan diangkut lewat laut karena lebih efisien. (LKT)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005073951