BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Permudah Akses terhadap Buku

Permudah Akses terhadap Buku
DPR Baru agar Bahas RUU Sistem Perbukuan

JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang Sistem Perbukuan diusulkan dengan tujuan memberi payung hukum bagi perbukuan nasional, mulai dari buku pelajaran, cerita fiksi, hingga komik. Beleid itu, antara lain, mengatur kewajiban pemerintah menyediakan akses terhadap buku kepada seluruh lapisan masyarakat.

”Hingga kini, belum ada kajian tentang jenis buku yang dibutuhkan masyarakat Indonesia. Padahal, selera dan kebutuhan pembaca berbeda-beda karena Indonesia memiliki banyak suku bangsa dan kondisi sosial,” tutur Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Setia Dharma Madjid, di Jakarta, Kamis (9/10). Tak adanya kajian itu mengakibatkan buku-buku yang diterbitkan tidak laku di pasaran atau tidak tepat sasaran.

Salah satu poin penting Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Perbukuan ialah Pasal 32 yang menyatakan tentang pembentukan Badan Perbukuan Nasional. Badan itu bertugas mengkaji tren, minat, dan kebutuhan membaca masyarakat secara berkala sehingga penerbit dan penulis bisa membuat buku-buku yang dibutuhkan serta mendidik masyarakat. ”Badan Perbukuan Nasional bisa memberi buku sesuai dengan kebutuhan, baik secara nasional maupun untuk setiap provinsi,” kata Setia.

RUU Sistem Perbukuan memiliki 14 bab dan 92 pasal. Hal-hal yang diatur dalam RUU itu, antara lain, adalah kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk memberi akses terhadap buku bagi seluruh lapisan masyarakat serta meningkatkan minat baca.

Produsen buku diwajibkan membuat buku bermutu dan bisa mencerdaskan masyarakat. Selain itu, RUU Sistem Perbukuan menjamin penulis, penerbit, penerjemah, penyadur, dan ilustrator berhak atas perlindungan hak cipta dan royalti.
Dari awal

RUU Sistem Perbukuan belum sempat disetujui DPR pada Rapat Paripurna, September 2014, meskipun RUU itu telah digodok sejak tahun 2011. Akibatnya, RUU itu harus kembali ke titik awal dan melewati tahapan agar bisa dibahas ulang oleh anggota Komisi X DPR baru.

”Amanat presiden turun terlambat, yaitu pada 2 September 2014. Jadi, Komisi X tidak punya cukup waktu untuk membahas lanjut,” kata anggota Komisi X masa jabatan 2009-2014, Utut Adianto, ketika dihubungi, di Jakarta, Kamis.

RUU Sistem Perbukuan harus kembali melewati proses penyusunan ulang naskah akademis, rapat kesepakatan komisi, persetujuan badan legislasi, pengesahan di rapat paripurna, pemberian amanat presiden, dan pembuatan daftar inventaris masalah. Dia berharap, anggota Komisi X yang baru memprioritaskan RUU Sistem Perbukuan. RUU itu penting karena terkait dengan kemajuan peradaban bangsa. (A15)



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009381371

Related-Area: