BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pemerintah Diharapkan Berperan

Kesehatan Reproduksi
Pemerintah Diharapkan Berperan

JAKARTA, KOMPAS Komitmen pemerintah untuk memasukkan pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi dalam kurikulum pendidikan sekolah belum terlihat. Pemerintah diharapkan lebih berperan.

Selama ini, pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi terbatas diselenggarakan aktivis, guru sekolah, pesantren, pendamping lembaga pemasyarakatan (lapas) anak, dan pekerja sosial anak jalanan. Mereka belajar dan melatih keterampilan untuk mengajar materi seksualitas. Salah satunya adalah guru dan pengajar yang dilatih organisasi nirlaba internasional Rutgers-WPF.

Guru-guru dari Kalimantan Timur, Papua, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Lampung, dan Jambi itu sadar, pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi dibutuhkan untuk menghadapi tantangan pelecehan seksual, kehamilan tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan aborsi tidak aman.

”Anak menjadi kritis dan paham fungsi organ reproduksi ataupun masalah seksualitas,” ujar Rahab M Bako, guru SMA Yayasan Pendidikan Kristen Merauke, Papua, Jumat (13/6). Kini, pelajaran itu jadi mata pelajaran muatan lokal di sekolahnya.

Perwakilan Rutgers-WPF Indonesia Monique Soesman mengatakan, dukungan undang-undang, orangtua, dan masyarakat dibutuhkan untuk memperluas jangkauan pendidikan seksualitas komprehensif. Pendidikan seksualitas komprehensif menggunakan perspektif jender, HIV/AIDS, hubungan percintaan, hak seksual, dan keberagaman.

Di sisi lain, program swadaya masyarakat itu terancam berhenti karena dukungan minim dari pemerintah.

Beberapa sekolah dan lembaga pengajar memilih melanjutkan program tersebut dengan biaya swadaya. (A13)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007206116