pengelolaan limbah
Pembuangan Limbah B3 atas Izin Kepala Daerah Dibuka
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah pusat bersiap membagi kewenangan pemberian izin pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun ke perairan laut kepada kepala daerah. Itu tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang belum diberi nomor.
Pendelegasian wewenang perizinan pembuangan (dumping) limbah diakomodasi dalam RPP tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, khususnya Bab X tentang Dumping Limbah B3 Pasal 177-192. Pada Ayat 1 Pasal 178 tertulis: ”Setiap orang untuk dapat melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan wajib memperoleh izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya”.
Materi dan draf RPP itu dipaparkan dalam konsultasi publik yang diikuti asosiasi perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat, Kamis (6/2), di Jakarta. RPP itu akan menggantikan PP Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut. Terkait dumping, sebelumnya diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 1999 yang memberikan wewenang perizinan pembuangan limbah ke laut hanya kepada Menteri Lingkungan Hidup (LH).
Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan (ICEL), menolak dumping limbah B3 ke media lingkungan (tanah dan air). Hal itu melawan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (PPLH). Kata-kata dumping dalam UU PPLH hanya untuk limbah, bukan limbah B3.
”UU PPLH secara tegas membedakan kedua istilah dan pengaturan antara limbah dan limbah B3. Bisa dilihat pada ketentuan umum dan Pasal 69 (1f) yang jelas melarang pembuangan limbah B3 ke media lingkungan. Bab X RPP Limbah B3 jelas-jelas bertentangan dengan UU PPLH,” ujarnya.
Dumping dalam RPP Pengelolaan Limbah B3 dijelaskan
sebagai kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Henri keberatan kepala daerah diberikan wewenang menerbitkan izin dumping. Saat ini, ribuan izin pertambangan yang diterbitkan daerah merusak lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Isi RPP juga ditentang banyak pihak antara lain karena minimnya kapasitas pengawasan di daerah.
Dikhawatirkan kerusakan lingkungan di perairan semakin memburuk sehingga menyengsarakan masyarakat pesisir.
Rasio Ridho Sani, Deputi IV Menteri LH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah B3, dan Sampah, mengatakan, pembagian kewenangan perizinan dumping diamanatkan UU PPLH. Ia menyebut Pasal 61. Hanya saja dumping yang dimaksud hanya untuk limbah, bukan limbah B3.
Terkait dumping limbah B3 yang dinilai melanggar UU PPLH, Ridho tak sepakat. Menurut dia, pihaknya memperketat persyaratan agar pelaku usaha mengolah limbah B3 sebelum dibuang serta mempersyaratkan lokasi dumping memiliki lapisan termoklin permanen dan tak berada di lokasi/daerah sensitif yang dilindungi UU seperti kawasan konservasi.
Sementara itu, menurut mantan Deputi IV Menteri LH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Limbah B3, dan Sampah Masnellyarti Hilman—yang kini sudah pensiun—pendelegasian wewenang harus sangat hati-hati. ”Di Kementerian LH saja, ahli (untuk dumping dan limbah B3) bisa dihitung dengan jari. Secara nasional juga,” ujarnya.
Data Kementerian LH, jumlah pejabat pengawas lingkungan hidup di seluruh Indonesia kini hanya 1.491 orang dari 1.825 orang yang pernah dilatih. Jumlah penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup 374 orang dari 625 orang yang pernah dilatih. (ICH)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004611802
-
- Log in to post comments
- 166 reads