BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Pembelian BBM Direncanakan Nontunai

Pembelian BBM Direncanakan Nontunai
Uji Coba Tengah Dilakukan di Beberapa Kota

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana tetap menerapkan mekanisme pembelian bahan bakar minyak di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum melalui kartu atau nontunai pada 2014. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan penyaluran BBM dan menekan subsidi energi.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo, Jumat (7/2), di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, menyatakan, pemerintah berupaya mengendalikan BBM bersubsidi melalui sejumlah cara.

”Tahun 2014, kami akan menjalankan mekanisme pembelian BBM nontunai. Ini bagian dari upaya mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar sesuai kuota dalam APBN 2014, yakni 48 juta kiloliter,” ujarnya.

Menurut catatan Kompas, rencana penerapan kebijakan pembelian BBM bersubsidi nontunai ini telah digulirkan sejak tahun lalu. Pembeli kartu wajib menunjukkan surat tanda nomor kendaraan (STNK) sehingga ada data daring (online) alamat dan nomor kendaraan pengguna BBM bersubsidi. Kartu BBM bersubsidi itu dikeluarkan bank tertentu. Namun, kebijakan itu tak kunjung diimplementasikan karena terkendala infrastruktur.

”Kami sedang menyiapkan agar tidak ribet lagi pelaksanaannya. Kami juga berkoordinasi, jangan nanti kemudian pelaksanaannya dipersulit. Masyarakat itu inginnya gampang sehingga kami hendak membuat kebijakan agar tidak menyulitkan,” kata Susilo. Saat ini proyek uji coba pelaksanaan pembelian BBM nontunai telah dilaksanakan di sejumlah kota. Ada dua daerah yang dinilai paling siap menjalankan pembelian BBM nontunai, yaitu Batam dan Bali.

Dengan menggunakan mekanisme pembelian BBM nontunai, semua transaksi pembayaran BBM bersubsidi akan tercatat, termasuk identitas penggunanya.

Secara terpisah anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasyim menyatakan, saat ini, pihak perbankan tengah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk menyiapkan infrastruktur atau fasilitas layanan pembelian BBM nontunai. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia yang mendorong pemakaian uang elektronik. Dari sisi hukum, BPH Migas telah mengeluarkan aturan pelaksanaan pembelian BBM nontunai.

”Kendalanya, butuh tambahan investasi untuk mengadakan fasilitas pembelian BBM nontunai secara masif. Sampai sekarang belum tahu siapa yang nantinya akan menanggung tambahan investasi itu, apakah pihak perbankan, konsumen, atau pemerintah,” katanya.

Kepala Pusat Pengkajian Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa mempertanyakan langkah pemerintah memunculkan hal baru, yakni pembelian BBM nontunai yang belum tentu akan efektif. Pemerintah sebaiknya menyelesaikan program pengendalian BBM bersubsidi dengan teknologi. Jika mekanisme pembayaran nontunai dipaksakan, pemerintah harus membuat mekanisme yang mudah diawasi. ”Ini terkesan bukan menyelesaikan masalah, melainkan lebih ke arah membuat proyek,” ujarnya.

Padahal, masalahnya adalah cara pemberian subsidi BBM dan listrik. Kesalahannya adalah subsidi diberikan pada produk, bukan pada orang yang membutuhkan subsidi, sehingga semua orang, baik miskin maupun kaya mendapat subsidi.

Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Komaidi Notonegoro menyatakan, idealnya program pengendalian BBM bersubsidi dengan teknologi radio frequency identification (RFID) lebih dulu diselesaikan.

”Ini merupakan kewenangan pemerintah. Tetapi, jika sasarannya sama, mengapa harus ada dua program. Apalagi RFID masih tahap awal,” katanya. (EVY)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004638654