RUU Perdagangan
Pembahasan Substansi Selesai
JAKARTA, KOMPAS — Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Keuangan telah menyelesaikan pembahasan substansi Rancangan Undang-Undang Perdagangan. Pada pekan pertama Februari ini, RUU Perdagangan diharapkan bisa disahkan.
Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto menjelaskan, dengan disahkannya RUU Perdagangan, Indonesia memiliki perangkat untuk mengatur semua sektor perdagangan.
”Perdagangan terus berkembang sehingga sangat diperlukan perangkat aturan yang terpadu karena perdagangan merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia,” kata Airlangga, Minggu (2/2).
RUU Perdagangan akan mengatur beberapa hal pokok. Hal itu adalah pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah; perlindungan dan pengamanan perdagangan; ratifikasi perjanjian perdagangan internasional; serta pembentukan komite perdagangan nasional.
UU Perdagangan akan menggantikan produk hukum kolonial Belanda, yakni Undang-Undang Penyaluran Perusahaan tahun 1934. Airlangga menjelaskan, mundurnya Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dari kabinet tidak akan berpengaruh karena pembahasan substansi sudah selesai.
RUU Perdagangan sudah diinisiasi sejak tahun 1972 dan beberapa kali mengalami pasang surut pembahasan. Materi RUU Perdagangan yang baru dibahas secara intensif antara kementerian dan DPR sejak Oktober 2013.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menuturkan, RUU Perdagangan yang akan segera disahkan itu memberi harapan bahwa perdagangan akan bisa diatur secara menyeluruh. ”Sektor perdagangan terus berkembang sehingga perlu peran banyak pihak untuk mempromosikan perdagangan dan mengatasi sejumlah persoalan yang timbul,” ujar Bayu.
Komite Perdagangan Nasional diharapkan bisa membantu pemerintah mempercepat implementasi kebijakan perdagangan hingga ke tingkat daerah. Sementara itu, setiap perjanjian kerja sama perdagangan internasional yang menyangkut kepentingan nasional harus diratifikasi atau disetujui lebih dahulu oleh DPR. Selama ini perjanjian kerja sama perdagangan internasional tidak memerlukan persetujuan DPR.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Hendri Saparini mengingatkan, UU Perdagangan akan membuat arus barang masuk ke Indonesia menjadi lebih mudah. Ini tidak sinkron dengan semangat UU Perindustrian yang berupaya mendorong peningkatan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik.
”Hal ini terjadi karena sejak awal Indonesia tidak memiliki rencana induk industri nasional. Apa yang diprioritaskan dalam industri nasional tidak jelas. Sebagai contoh, industri makanan dan minuman tidak diprioritaskan. Padahal, sektor industri tersebut menguasai kepentingan semua warga,” kata Hendri. (AHA)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004528912
-
- Log in to post comments
- 19 reads