BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Keadilan bagi Pendidik Anak Bangsa

Hari Guru
Keadilan bagi Pendidik Anak Bangsa

KAUM  guru di negeri ini tak henti bergulat dengan persoalan kesejahteraan. Mereka yang terdaftar sebagai pegawai negeri sipil Ibu Kota beruntung dapat mengecap kesejahteraan, bahkan bisa menimba ilmu hingga ke luar negeri. Sebaliknya dengan para guru di ujung dan pelosok Indonesia.

Meskipun sama-sama mengajar anak bangsa, nasib guru tak jarang bergantung kepada ”kebaikan hati” pemerintah daerah. Artika Damayanti, guru Biologi SMA Negeri 29, Jakarta Selatan, termasuk guru beruntung.

Belakangan ini, Artika rajin berselancar di dunia maya mencari informasi tentang seminar pendidikan di luar negeri. Artika gemar mengikuti seminar pendidikan. Seminar di Thailand dan Vietnam yang dia ikuti tahun lalu membuka wawasannya.

Kesempatan berseminar ke luar negeri itu tak lepas dari peningkatan tunjangan kinerja daerah (TKD) yang diterima Artika sebagai guru berstatus pegawai negeri DKI Jakarta. TKD ada sejak Sutiyoso menjabat Gubernur DKI Jakarta (1997-2007). Namun, jumlahnya hanya ratusan ribu saat itu. ”Benar-benar mepet untuk pengeluaran bulanan,” kata Artika.

Sejak tiga tahun lalu, jumlah TKD yang diterima Artika meningkat. Ia enggan menyebut jumlah tepatnya, tetapi besaran TKD mencapai jutaan rupiah.

Tunjangan itu diberikan dua minggu setelah penerimaan gaji pokok. Jumlahnya berbeda-beda berdasarkan golongan. Guru golongan IV, misalnya, mendapat Rp 5,3 juta per bulan, sedangkan golongan III umumnya mendapat TKD Rp 3,8 juta.

Dengan mengumpulkan pendapatan yang diterima, Artika dapat meningkatkan kapasitasnya sebagai pengajar. ”Ikut seminar di luar negeri membuka mata saya soal berbagai metode pengajaran yang bisa diterapkan di kelas. Hasilnya, murid mudah menyerap pelajaran,” ujarnya.

Efek menggembirakan dari tunjangan itu juga dirasakan Ratna Budiarti, Kepala SMAN 29 tempat Artika mengajar. Syarat penerimaan tunjangan dalam jumlah penuh adalah guru tidak boleh datang terlambat dan tidak pulang sebelum jam kerja. ”Guru-guru jadi disiplin bekerja,” kata Ratna.

Guru SMAN 29 juga tak perlu menyambi mengajar di sekolah lain. Mereka tak lagi cemas dengan masalah pendapatan karena jumlah TKD mencapai 120 persen lebih besar dari gaji pokok. Malah, uang dari TKD dimanfaatkan untuk melengkapi buku-buku penunjang kinerja guru. Bahkan, guru bisa melanjutkan kuliah ke jenjang strata 2 dan strata 3 berkat dana itu.
Tidur di gudang

Namun, keberuntungan para guru di Ibu Kota tak dirasakan Jailani, guru di SD Negeri 07 Sasak, Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, perbatasan Indonesia-Malaysia, di Kalimantan Barat. Jailani sudah dua tahun tinggal di gudang.

”Saya terpaksa tinggal di gudang yang tidak begitu jauh dari sekolah karena tak punya tempat tinggal lain. Saya berasal dari luar Sasak,” kata Jailani. Di sekolah itu ada perumahan guru, tetapi rumah itu tidak pernah diperbaiki lagi sejak dibangun pada 1970-an. Kondisinya tak lebih baik daripada gudang yang dihuni Jailani.

”Sejak 2005, saya sudah bertugas ke sejumlah sekolah di perbatasan di Kabupaten Sambas dan kondisinya sama. Kalaupun ada rumah guru, tidak ada dapur dan kamar kecil, memprihatinkan,” ujarnya.

Tak hanya itu, Jailani belum mendapat tunjangan untuk guru perbatasan sebesar satu kali gaji pokok pada 2014. Padahal, Jailani harus membiayai kedua anaknya yang menempuh pendidikan di SMP dan perguruan tinggi. Gaji Jailani tak cukup membiayai kebutuhan keluarga.

Menurut Jailani, guru yang belum menerima tunjangan perbatasan tidak hanya dirinya, tetapi ada di beberapa sekolah di Kabupaten Sambas. Padahal, mereka mengabdi cukup lama di sekolah perbatasan. ”Jangan meragukan lagi pengabdian guru di perbatasan ini,” ucap Jailani.

Para guru di pedalaman Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pun berharap pemerintah memperhatikan kesejahteraan dan peningkatan kapasitas mereka. ”Dulu guru di pedalaman mendapatkan tunjangan khusus, tetapi sejak tahun lalu tidak ada lagi. Padahal, itu penting sebagai penghargaan bagi guru. Apalagi, banyak kendala yang harus mereka hadapi selama mengajar,” kata Tio Daniella Napitupulu (45), guru SD Negeri 13 Muara Siberut, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Para guru honorer di sejumlah sekolah di Sulawesi Tengah juga bergulat dengan upaya peningkatan pendapatan. Abdian Rachman, guru honorer di SMAN 1 Balaesang, Kabupaten Donggala, menyatakan, ia mendapat honor Rp 336.000 per bulan dari sekolah. Hitungannya, setiap satu jam mengajar, dia mendapat Rp 7.000. ”Jumlah itu jauh di bawah pemenuhan kebutuhan standar,” kata Abdian.
Kesadaran pemda

Dalam pandangan Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo, kesejahteraan guru sangat bergantung kepada ”kebaikan hati” pemerintah daerah selama ini. DKI Jakarta, misalnya, termasuk provinsi dengan kebijakan lebih baik terkait kesejahteraan guru. Namun, di provinsi lain, gaji, TKD, dan dana sertifikasi sering bersandar pada kesadaran kepala daerah. Belum ada standar baku untuk besaran gaji guru.

Ketimpangan kesejahteraan itu diakui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan. Bertepatan dengan Hari Guru yang jatuh pada 25 November, Anies menyatakan akan berupaya memperbaiki keadaan.

Salah satu rencana Anies adalah bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi guna menetapkan standar baku gaji pokok guru. ”Bisa dirumuskan dengan bantuan pakar remunerasi yang paham pemberian gaji secara adil, sesuai beban pekerjaan guru,” ujarnya.

Dia pun akan mengundang dinas pendidikan se-Indonesia untuk menyusun aturan persyaratan dan jumlah TKD serta dana sertifikasi. Menurut rencana, pertemuan diadakan pada Senin, 1 Desember 2014.

Dengan upaya itu, diharapkan lirik ”Guru Oemar Bakri” karya Iwan Fals pada 1980-an tak lagi jadi kenyataan. Oemar Bakri// Banyak ciptakan menteri// Oemar Bakri// Profesor dokter insinyur pun jadi// Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri// Seperti dikebiri.... (DNE/ESA/ZAK/VDL)



Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010323783

Related-Area: