BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Jangan Berpuas Diri

Penerbangan
Jangan Berpuas Diri

Kinerja pariwisata 2013 cukup memuaskan. Ditandai dengan capaian kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia sebesar 8,8 juta orang. Jumlah ini melampaui target sebesar 8,6 juta wisman dan mengalami pertumbuhan sebesar 9,42 persen.

Devisa yang diperoleh sebesar 10,05 miliar dollar AS atau sekitar Rp 120 triliun. Dengan jumlah devisa sebesar ini, kontribusi pariwisata menduduki peringkat keempat dalam perolehan devisa negara setelah minyak dan gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit (CPO).

Pertumbuhan pariwisata yang sangat menggembirakan ini bukan hasil satu pihak saja. Namun, kerja keroyokan dari sejumlah pihak, baik kementerian, pemerintah daerah, industri pariwisata, maupun maskapai penerbangan.

Kendala pengembangan pariwisata, yaitu infrastruktur, sudah mulai dibenahi. Hal itu misalnya jalan semakin bagus walaupun sekarang banyak yang rusak akibat banjir. Bandar udara dikembangkan dan dibangun, serta dibuka rute-rute baru dari maskapai penerbangan. Dengan adanya infrastruktur akses ini, destinasi wisata di Indonesia semakin beragam dan luas serta bisa dijangkau dengan mudah.

Contoh nyata adalah pembukaan destinasi wisata kuliner dan belanja di Kota Bandung. Sejak dibukanya penerbangan langsung dari Singapura dan Kuala Lumpur, Kota Bandung kebanjiran wisman dari Singapura dan Malaysia. Bahkan, saat ini ada lima kali penerbangan internasional ke Bandung setiap harinya.

Sepanjang tahun 2013, jumlah tempat duduk penerbangan pun ditambah hingga 2 juta tempat duduk. Tahun 2014, menurut rencana, akan ditambah lagi menjadi sebanyak 2,7 juta tempat duduk sehingga total kursi yang tersedia di penerbangan menjadi 21,6 juta kursi.

Keberadaan bandar udara baru, seperti di Kuala Namu (Medan) dan Lombok, juga telah membuat wisatawan
tertarik datang ke tempat itu. Bandara Internasional Lombok yang diresmikan tahun 2012 ternyata telah mendorong
pertumbuhan penumpang, termasuk wisatawan, hingga 137 persen.

Apa yang dilakukan ternyata membuahkan hasil. Namun, pemerintah sebaiknya jangan berpuas diri. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan, misalnya mengenai tarif penerbangan. Saat ini, kondisi nilai tukar rupiah yang melemah sejak pertengahan tahun lalu membuat maskapai penerbangan terengah-engah.

Melemahnya nilai rupiah ini berimbas pada harga bahan bakar avtur yang ditentukan dalam dollar AS. Selain itu, lebih dari 60 persen komponen biaya di dalam jasa penerbangan juga dihitung dalam dollar AS, misalnya untuk membayar sewa pesawat, suku cadang, gaji pilot asing, dan asuransi. Padahal, penerimaan mereka dalam rupiah.

Dengan kondisi ini, tentu saja menyulitkan maskapai penerbangan untuk bergerak. Di satu sisi, mereka ingin melebarkan sayap, melayani hingga ke pelosok Indonesia, tetapi di sisi lain mereka sangat terbatas kemampuannya. Mereka tidak bisa mengubah tarif pesawat semaunya karena tarif ditentukan pemerintah. Saat ini, dengan kondisi dollar AS yang terus menguat, tarif seharusnya sudah melampaui batas atas yang ditetapkan pemerintah.

Apabila pemerintah tidak segera memutuskan masalah ini, bukan tidak mungkin satu per satu maskapai membatasi diri untuk ekspansi, termasuk dalam rute penerbangan. Bahkan, ada pula yang menutup rute-rute yang kurang menguntungkan. Jika sudah begini, tentu masyarakat juga yang mengalami imbasnya. Dan, cita-cita mengembangkan pariwisata lebih tinggi daripada pencapaian tahun 2013 bisa tidak tercapai.
(M Clara Wresti)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004635558