BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Industri Padat Karya Masih Dibutuhkan

Kependudukan
Industri Padat Karya Masih Dibutuhkan

JAKARTA, KOMPAS — Meski akan masuk tahap transisi ke negara berpendapatan menengah-atas, Indonesia masih banyak membutuhkan industri padat karya, minimal sampai dengan tahun 2025 atau sepuluh tahun ke depan. Hal ini mengingat profil tenaga kerja lulusan sekolah dasar masih mayoritas.

”Tahun 2015-2019 dan tahun 2020-2025 adalah periode kunci dalam tahapan pembangunan kita. Periode inilah yang akan menentukan jangka panjang kita keluar dari level negara berpendapatan menengah-bawah,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Salsiah Alisjahbana dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (7/2).

Selama periode itu, menurut Armida, pembangunan harus mulai mengarah pada industrialisasi pertanian, industrialisasi sektor pengolahan, dan industrialisasi jasa. Namun, industri padat karya tetap dibutuhkan karena 50 persen tenaga kerja di Indonesia adalah lulusan sekolah dasar (SD) atau tidak lulus SD. Sektor informal pun juga masih dibutuhkan.

”Kalau kita mau ubah (industri padat modal), tidak bisa tiba- tiba, karena akan terjadi kesenjangan. Harus bertahap sejalan dengan kesiapan tenaga kerja yang perlu waktu,” kata Armida.

Sementara mengarah tahap industrialisasi, Armida melanjutkan, investasi mesti ditingkatkan. Tahun 2013, porsi investasi dalam produk domestik bruto adalah 32,7 persen. Dalam jangka panjang, porsinya mesti menuju 40 persen. Oleh sebab itu, tingkat efisiensi dalam berinvestasi harus semakin ditingkatkan.

Semua tantangan itu terjadi saat Indonesia memiliki bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 305,6 juta jiwa tahun 2035 atau naik 28 persen dibandingkan dengan tahun 2014 ini.

Sejak tahun 2012, bonus demografi sudah terjadi. Puncaknya diperkirakan pada tahun 2028- 2031 dengan tingkat ketergantungan penduduk 46,9 persen.

Bonus demografi suatu negara adalah kondisi kependudukan manakala level ketergantungan penduduknya di bawah 50 persen. Tingkat ketergantungan adalah perbandingan antara penduduk usia tak produktif dan penduduk usia produktif.

Setelah tahun 2031, tingkat ketergantungan penduduk akan terus naik. Indonesia juga akan mulai proses penuaan penduduk tahun 2020. Saat itu, penduduk berusia 60 tahun ke atas sudah 10 persen dan terus bertambah.

Sebelumnya, Menteri Keuangan M Chatib Basri dalam pidato pada acara seminar bertema ”Seputar Stagnasi Negara Berpendapatan Menengah” di Jakarta, menegaskan, Indonesia akan menghadapi persoalan saat jumlah penduduk mudanya mulai turun. Ini terjadi setelah tahun 2025. Dengan demikian, isu banyaknya populasi lanjut usia akan dialami Indonesia tahun 2050 meski tak seburuk China.

Oleh sebab itu, Chatib melanjutkan, peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi sangat penting. ”Kita berpacu dengan waktu,” kata Chatib. (LAS/mzw)

 

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004638690