REFORMASI BIROKRASI
Birokrat Harus Dipaksa Berubah
JAKARTA, KOMPAS — Revolusi mental di kalangan birokrasi agar birokrat memberikan pelayanan kepada publik yang lebih baik tidak bisa lagi dengan cara persuasif atau sekadar memberikan imbauan. Birokrat harus dipaksa berubah. Caranya, birokrat yang tidak mengikuti aturan tentang standar pelayanan kepada publik harus diberikan sanksi.
”Mulai tahun 2015, Ombudsman akan lebih tegas, akan lebih banyak rekomendasi sanksi yang dikeluarkan dibandingkan hanya rekomendasi untuk perubahan sistemnya,” ujar Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana seusai diskusi bertajuk ”Revolusi Mental Layanan Publik”, di Jakarta, Sabtu (22/11).
Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan kepada publik yang diselenggarakan penyelenggara negara dan pemerintahan.
Danang menyebutkan, sepanjang tahun 2013 Ombudsman mengeluarkan rekomendasi sanksi bagi empat pejabat di DKI Jakarta. Namun, tahun 2014, Ombudsman belum mengeluarkan satu pun rekomendasi sanksi.
Sementara itu, rekomendasi perbaikan sistem kebijakan pada tahun 2013 ada sekitar 25 rekomendasi. Selain itu, ada rekomendasi kepada empat menteri terkait sektor pelayanan pelabuhan laut dan dua rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta, tahun 2014.
Menurut Danang, sanksi bagi pejabat yang tidak mengikuti ketentuan tentang standar pelayanan publik sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 54 hingga Pasal 58 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Bentuk sanksi itu antara lain teguran, pembebasan dari jabatan, dan pemberhentian tidak hormat.
Tidak dikenai sanksi
Namun, Ombudsman menilai, instansi pemerintah tidak banyak yang menegakkan aturan tersebut sehingga pejabat, meski telah melanggar aturan, tidak dikenai sanksi berat. Salah satu alasan sanksi tidak dijatuhkan adalah masih minimnya pemahaman dan kesadaran birokrat atas undang-undang pelayanan publik.
”Oleh karena itu, Ombudsman, sesuai kewenangan yang dimilikinya berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, akan mengambil peran pemberian sanksi itu. Kami akan memaksa birokrat untuk berubah,” kata Danang.
Sesuai UU No 37/2008, rekomendasi Ombudsman wajib dilaksanakan oleh terlapor dan atasan terlapor. Jika tidak, terlapor dan atasan terlapor akan dikenai sanksi administrasi. Selain itu, Ombudsman dapat memublikasikan atasan terlapor dan menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR.
Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Suhardi menilai Ombudsman sebagai lembaga pengawas pelayanan publik seharusnya diberi kewenangan lebih kuat. ”Tidak sebatas memberikan rekomendasi, seharusnya Ombudsman diberi kewenangan untuk langsung memberikan sanksi. Dengan begitu, Ombudsman akan lebih efektif dalam menjalankan tugasnya,” katanya.
Jika sebatas rekomendasi, pemerintah tak akan mengikuti rekomendasi itu. ”Akhirnya Ombudsman hanya akan jadi seperti macan ompong,” ujarnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman menilai revolusi mental di sektor pelayanan publik harus dimulai dari pemimpinnya. ”Pemimpin tertinggi, yaitu presiden, harus memberikan keteladanan, kemudian menteri, kepala daerah, termasuk atasan di setiap tingkatan kementerian atau pemerintahan,” katanya. (APA)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010281736
-
- Log in to post comments
- 177 reads