Revitalisasi Peran Posyandu
Aspek Perkembangan Anak Belum Diperhatikan
JAKARTA,KOMPAS — Program pos pelayanan terpadu sebatas memperhatikan aspek pertumbuhan anak, sedangkan aspek perkembangan anak belum diperhatikan. Padahal, pertumbuhan harus disertai perkembangan yang baik untuk mewujudkan sumber daya manusia berkualitas di masa depan.
Untuk itu, fungsi penyuluhan posyandu perlu diperkuat. Demikian disampaikan ahli gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Ali Khomsan, di sela Peluncuran Toolkit bagi Kader Posyandu Peduli TAT (Tumbuh Aktif Tanggap), Sabtu (30/8), di Jakarta.
”Posyandu hanya populer sebagai tempat penimbangan berat badan serta vaksinasi dan imunisasi anak. Padahal, anak tak cukup berbadan tinggi dan sehat, tetapi juga harus mampu berpikir, beraktivitas fisik, dan berinteraksi dengan lingkungan secara baik,” kata Ali.
Menurut Ali, keterlambatan memperhatikan tumbuh kembang anak, terutama dalam seribu hari pertama kehidupan, akan menurunkan kecerdasan dan keterampilan anak pada periode kehidupan selanjutnya.
Dampak lebih luas adalah Indonesia kian sulit memenuhi kebutuhan sumber daya manusia (SDM) berkualitas di masa depan. Tahun 2013, peringkat indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia masih sama dengan 2012, yakni posisi ke-108 dari 287 negara, dan masuk kelompok pembangunan manusia sedang (Kompas, 25/7).
Sejauh ini, fungsi penyuluhan posyandu lemah, ditandai penurunan kunjungan anak usia di atas 3 tahun. Dalam studi penerapan pelaksanaan Posyandu Peduli TAT Agustus 2013-Februari 2014, Ali menemukan kunjungan anak usia 0-12 bulan ke Posyandu Peduli TAT 31,4 persen, kunjungan anak usia 13-24 bulan naik jadi 43,6 persen, lalu turun pada usia 25-36 bulan.
Kunjungan turun
Menginjak usia di atas 3 tahun, kunjungan anak usia 37-48 bulan turun drastis jadi hanya 4,6 persen, lalu turun lagi jadi 1,6 persen di usia 49-60 bulan. ”Orang tua menganggap pergi ke posyandu hanya penting sampai imunisasi dan vaksinasi anak selesai di usia 3 tahun. Padahal, tumbuh kembang anak harus dilihat hingga usia 5 tahun,” kata Ali.
Karena itu, peran posyandu dalam meningkatkan kesehatan keluarga perlu direvitalisasi, salah satunya lewat program Posyandu Peduli TAT. Dalam program itu, para kader posyandu didorong meningkatkan fungsi penyuluhan, tak hanya untuk aspek pertumbuhan, tetapi juga perkembangan anak. ”Revitalisasi bukan berarti sekadar menambah dana, melainkan juga melatih para kader agar memiliki pengetahuan cukup,” ujar Ali.
Ketua IV Tim Penggerak Pembinaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Pusat, Soesilawati Soebekti, mengatakan, jumlah kunjungan ke posyandu naik setelah masuk program Posyandu Peduli TAT. Dalam studi yang dilakukan Ali, 6 provinsi mencatat peningkatan kunjungan anak di bawah usia 3 tahun ke Posyandu Peduli TAT hingga lebih dari 40 persen. Peningkatan tertinggi ada di Sumatera Utara, yakni 87,5 persen.
”Sebelum jadi Posyandu Peduli TAT, kunjungan rendah karena kegiatan hanya berupa penimbangan serta imunisasi,” kata Soesilawati. Setelah menerapkan pemantauan tumbuh-aktif-tanggap, kunjungan meningkat karena orang tua memperoleh tambahan pengetahuan terkait aspek perkembangan anak.
Vita (37), kader posyandu asal Kupang, Nusa Tenggara Timur, menuturkan, tantangan terberat yang dihadapi adalah saat berkunjung ke rumah keluarga yang tak membawa anak balitanya pada hari pelaksanaan posyandu. ”Saya sempat dimarahi karena dianggap mengganggu,” ujarnya.
Ali mengatakan, program Posyandu Peduli TAT juga bertujuan mendorong pemerintah daerah agar menjalankan program serupa. ”Cakupan program itu baru sekitar 4.900 posyandu, sedangkan secara nasional ada lebih dari 330.000 posyandu. Sebagai penentu anggaran kegiatan posyandu, pemda harus memiliki peran utama,” ujarnya. (A03)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008630936
-
- Log in to post comments
- 185 reads