Ketika mengawali kedinasan saya sebagai Gubernur Gorontalo, struktur sosial ekonomi rumah tangga perikanan di Provinsi Gorontalo saat itu masih mencerminkan betapa tingginya ketimpangan sosial ekonomi di sektor perikanan. Sebanyak 85,85% dari total jumlah nelayan adalah nelayan tanpa perahu motor dengan alat tangkapan sederhana. Saya memutar otak bagaimana caranya melakukan percepatan pengurangan kemiskinan pada masyarakat nelayan. Pikiran saya mengatakan bahwa harus ada master plan yang disusun dari hasil survey lapangan dan studi ilmiah untuk pembangunan ekonomi kelautan dan pengembangan masyarakat pesisir.
Dua tahun kemudian, setelah serangkaian upaya pembinaan nelayan tidak menunjukkan kemajuan berarti, akhirnya Fadel menemukan pengembangan masyarakat nelayan yang kemudian dikenal dengan nama Manajemen Taksi Mina Bahari.
Manajemen Taksi Mina Bahari didedikasikan untuk memudahkan nelayan dan petani ikan untuk mendapatkan fasilitas yang memperlancar pengelolaan usaha mereka baik melalui kredit maupun melalui program-program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah. Melalui manajemen Taksi Mina Bahari, semua kebutuhan nelayan untuk berproduksi seperti kapal, BBM, jaring, dan lain-lainnya disediakan oleh manajemen Taksi Mina Bahari. Nelayan mengganti semua kebutuhan dengan hasil penjualan ikan ke manajemen dan mendapatkan kepastian bahwa ikannya dapat dijual dengan harga pantas.
Terinspirasi dari Manajemen Taksi Blue-bird, dimana sopir taksi telah dilengkapi semua kebutuhannya untuk bekerja, mulai dari BBM, perawatan berkala kendaraan, koperasi, hingga konsumsi, maka dalam Manajemen Taksi Mina Bahari, para nelayan dan petani ikan pun diberi kemudahan yang sama. Segala kebutuhan pendukung untuk memproduksi ikan mulai dari peralatan, perawatan, dan perbaikan kapal, penyediaan BBM, penyediaan sembako, dan pemasaran hasil tangkapan dilakukan oleh satu unit usaha dan manajeman tersendiri. Nelayan hanya dibebani tugas bagaimana menghasilkan ikan sebanyakbanyaknya. Khusus bagi petani ikan budidaya, manajemen Taksi Mina Bahari menyediakan benih, pakan, dan teknologi serta menjamin pemasaran hasil panen mereka.
Dengan membebaskan nelayan dari segala urusan yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas untuk memproduksi ikan diharapkan nelayan akan lebih nyaman dan fokus dalam menjalankan kegiatannya.
Model inovatif Manajemen Taksi Mina Bahari dikelola oleh lembaga berbentuk Proyek Manajemen Unit (PMU). Ada sepuluh titik pelayanan manajemen Taksi Mina Bahari yang berada dalam pengelolaan PMU saat ini, yaitu di Kwandang, Anggrek, Gentuma, Tongo, Batudaa Pantai, Tenda, Botumoito, Tabulo, Lemito, dan Torosiaje. Unit-unit usaha ini sengaja diberi nama keren yaitu ‘Site Manajemen Unit’ dan dipimpin oleh seorang manajer yang disebut manajer TMB. Manajer ini membawahi beberapa sub-unit usaha yang mendukung usaha perikanan, seperti Lembaga Keuangan Nelayan, Kios BBM, Pabrik Es, Bengkel Kapal, Waserda, dan Klinik Bisnis. Manajemen Taksi Mina Bahari dipimpin oleh Manajer utama yang membawahi sejumlah site manajer dan berada di bawah Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo. Menurut manajer utama Taksi Mina Bahari, Ibu Hasriati (Dei), “Dengan adanya Taksi Mina Bahari, terjadi peningkatan pendapatan nelayan yang pada awal berdirinya Taksi Mina Bahari pada tahun 2004, pendapatan nelayan hanya berkisar Rp 602.115,- perbulan, maka pada tahun 2005 terjadi peningkatan sebesar Rp 855.667,- hingga tahun 2008 sebesar Rp 1.449.800,-“.
Kelompok sasaran yang akan diberdayakan oleh manajemen Taksi Mina Bahari adalah usaha perorangan dan kelompok yang kurang produktif akibat lemahnya akses ke sumber-sumber pembiayaaan untuk kegiatan usaha dan manajemen usaha. Mereka adalah para nelayan, pembudidaya ikan, dan pengusaha perikanan. Jasa pelayanan yang disediakan oleh manajemen Taksi Mina Bahari adalah penjualan es untuk pengawetan ikan, penjualan BBM, sembilan bahan pokok (sembako), pelayanan bengkel, pembelian dan penjualan ikan, serta pemberian kredit modal kerja.
Penerapan model manajemen ini memang didasarkan pada proses dan mekanisme yang berjalan, namun yang terpenting dari model ini adalah adanya upaya membangun kepercayaan (building trust). Manajemen Taksi Mina Bahari menaruh kepercayaan kepada para nelayan yang tanpa membayar atau memberi agunan, boleh mengambil barang dan jasa dari toko serba ada sebelum melaut, dan baru akan dikembalikan setelah kembali dan menjual ikan-ikan hasil tangkapan. Cara pembayaran dibuat semudah mungkin sehingga para nelayan dapat tetap membawa uang ke rumah bagi keluarganya. Bukan cuma itu, model Manajemen Taksi Mina Bahari juga memungkinkan anggota keluarga nelayan yang menjadi anggota untuk membeli barang saat suami/kepala keluarganya melaut. “Dengan adanya Taksi Mina Bahari, penghidupan keluarga kami menjadi semakin baik dan kami tidak perlu pusing lagi memikirkan modal untuk membeli alat tangkap dan BBM, “ujar salah seorang nelayan di Kwandang.
Bercermin dari keberhasilan Manajemen Taksi Mina Bahari, di masa depan diharapkan sektor perbankan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap nelayan dan melihat kemungkinan penyediaan layanan finansial bagi para nelayan-yang sebelumnya dianggap tidak layak karena tidak ada agunan dan kemampuan yang cukup untuk membayar pinjaman bank.
“Jiwa entrepreneurship nelayan dibangun dengan diterapkannya model manajemen Taksi Mina Bahari”, ujar Winarni Monoarfa, Kepala Bappeda Prov. Gorontalo saat menjelaskan perubahan signifikan yang terjadi sebagai dampak dari program inovatif ini. Memang lebih banyak usaha kecil menengah sektor perikanan yang bermunculan di daerah Kwandang pasca penerapan model manajemen Taksi Mina Bahari. Karenanya agar Manajemen Taksi Mina Bahari dapat terus mengembangkan perekonomian nelayan secara berkelanjutan, penerapan model manajemen ini telah didukung oleh Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pembentukan Badan Layanan Umum Taksi Mina Bahari.
Bukan tidak mungkin mimpi Fadel Muhammad menjadi kenyataan untuk menjadikan pelayanan Taksi Mina Bahari berkembang dari 10 titik menjadi 100 titik. Bahkan dengan konsisten menerapkan model manajemen Taksi Mina Bahari maka pelabuhan Gorontalo dapat berperan seperti pelabuhan General Santos di Philipina yang produksi perikanannya dapat mengalahkan semua produksi perikanan seluruh Indonesia.
Attachment | Size |
---|---|
feature-gorontalo_english.pdf | 0 bytes |
- Log in to post comments
- 1334 reads