Penguasaan keterampilan baru dibutuhkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang unggul, kompeten, dan berdaya saing seiring pesatnya perkembangan teknologi dan dinamika ekonomi global. Karena itu, pendidikan vokasi dituntut menghasilkan lulusan yang menguasai kompetensi baru dan relevan agar terserap dunia kerja dan membuka lapangan kerja yang berkembang.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Kiki Yuliati, transformasi digital akan memberikan dampak disrupsi yang hebat. Di sisi lain, disrupsi tersebut akan diiringi dengan perkiraan lapangan kerja baru. Oleh karena itu, perlu keterampilan nonteknis atau soft skills yang mumpuni agar sukses di era digital ini.
Tantangan selanjutnya adalah transisi menuju ekonomi hijau yang membutuhkan peralihan pola konsumsi dan produksi yang lebih ramah lingkungan. Hal ini berdampak pada kebutuhan keterampilan di masa depan, di mana hanya satu dari delapan pekerja di dunia yang memiliki keterampilan ramah lingkungan.
Kiki menambahkan, bonus demografi menjadi peluang sekaligus tantangan. Selain memiliki usia produktif yang mencapai puncak, terjadi penuaan populasi yang perlu diantisipasi agar warga lanjut usia tetap sehat dan produktif. Karena itu, selain menyiapkan generasi muda yang terampil, dibutuhkan fasilitas pelatihan untuk generasi lanjut usia untuk tetap produktif.
Untuk itu peluncuran SkillsIndonesia 2045 dalam acara Rembuk Pendidikan Vokasi yang digagas Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Jumat (19/7/2024), menyoroti sejumlah kebutuhan keterampilan penting di dunia kerja pada masa depan, seperti dampak transformasi digital dan kebutuhan keterampilan baru.
”Melalui SkillsIndonesia 2045, mari kita bersama pemangku kepentingan lain, termasuk pelaku industri, untuk menuju arah sama. Satukan langkah dan strategi untuk menyiapkan sumber daya manusia yang lebih siap menghadapi tantangan di masa depan. Kami pun percaya, kemampuan teknis tetap harus ada, dan hal ini dapat dikembangkan melalui pendidikan vokasi,” kata Kiki.
Respons cepat
SkillsIndonesia 2045 dirancang merespons cepat permintaan dunia kerja yang terus berubah. ”Perlu sistem untuk menganalisis pergeseran pasar tenaga kerja dan perubahan kebutuhan keterampilan kerja. Sistem pendidikan vokasi perlu memakai informasi ini lebih baik demi menyesuaikan program mereka dan menawarkan pembelajaran yang relevan bagi dunia kerja,” kata Kiki.
Kebijakan pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan dan multidimensi telah menjadi agenda global. Untuk itu, perlu jalan baru pemajuan pendidikan vokasi yang menggeser penguasaan narrow skills ke broad-based competencies dan ke kapabilitas sehingga lulusan vokasi mampu mempelajari hal-hal baru dalam pekerjaannya.
”Sudah saatnya pendidikan vokasi mengembangkan green skills untuk menghasilkan produk ramah lingkungan, serta program keahlian baru untuk transisi menuju ekonomi hijau. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan perlu diintegrasikan ke dalam keseluruhan institusi pendidikan vokasi,” kata Kiki.
Tentu pendidikan vokasi ke depan harus menguatkan soft skills sehingga peserta didik dapat mengembangkan budaya kerja dan beradaptasi dengan lingkungan global, serta menyelesaikan masalah yang kompleks.
Berdasarkan Kajian Direktorat Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) Kemendikbudristek, hasil studi keselarasan pertama di 38 provinsi di Indonesia menunjukkan, keselarasan bervariasi antardaerah dari perbandingan potensi ekonomi daerah dan konsentrasi keahlian di SMK. Sejumlah daerah menunjukkan keselarasan tinggi, seperti Bali dan Kepulauan Riau.
Kajian pendidikan vokasi yang relevan dengan keterampilan baru juga dilakukan melalui studi future of jobs; hasil implementasi ekosistem kemitraan di 27 provinsi; studi kasus di tujuh kawasan ekonomi khusus dan daerah industri terpadu untuk memahami fenomena keselarasan berbasis kekhususan dan keunikan wilayah; serta studi pelacakan kebekerjaan dan mobiltas lulusan SMK (2023-2024).
Pelaksana Tugas Direktur Mitras DUDI Uuf Brajawidagda mengutarakan, secara umum, hasil kajian menunjukkan tren konsisten dari enam komponen sistem satuan pendidikan vokasi, yaitu kurikulum, pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) , peserta didik, sarana dan prasarana (sarpras), serta kemitraan.
Kelemahan keselarasan terjadi pada tiga komponen sistem yang menjadi penciri khusus pendidikan vokasi, yaitu komponen PTK, sarpras, dan kemitraan. ”Lemahnya komponen kemitraan satuan pendidikan vokasi dengan DUDI menjadi fenomena menarik dan perlu mendapat perhatian lebih,” ungkap Uuf.
Sejauh ini, kerja keras dinilai telah dilakukan satuan pendidikan vokasi. Ekosistem kemitraan pendidikan vokasi yang berkelanjutan dan organik di setiap satuan pendidikan vokasi perlu dibangun untuk mewujudkan keselarasan yang berkualitas tinggi dengan dunia kerja.
Kompetensi digital
Keterampilan baru yang perlu menjadi fokus dan penguatan, salah satunya keterampilan dalam hal digitalisasi. Kebutuhan talenta digital memang meningkat, salah satunya untuk mendukung ekonomi digital di Indonesia.
Secara terpisah, Pendiri dan Direktur Digitala, perusahaan yang bergerak di bidang Software House & Konsultan IT di Jakarta, Muhammad Iman Prasetyo, mengatakan pada tahun 2025, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai 130 miliar dollar AS, bahkan berpotensi mencapai 200 miliar AS. Sektor e-dagang memberikan nilai transaksi mencapai Rp 329 triliun pada kuartal I-2023.
Bagi para pelaku usaha, transformasi digital bagai mantra ajaib yang membuka pintu menuju peluang tak terbatas. Otomatisasi proses bisnis, analisis data, dan platform digital siap meningkatkan efisiensi dan produktivitas, membuka jangkauan pasar lebih luas, dan memicu inovasi tiada henti. Keputusan makin cerdas dengan analisis data dan kecerdasan buatan, serta memperkuat ketahanan bisnis.
Gim digital sangat digemari generasi muda. Joki gim pun semakin marak dipakai untuk mendapatkan level tertinggi dalam permainan.
Tak hanya di sektor ekonomi, transformasi digital mewarnai industri kreatif. Konten digital, desain grafis, dan animasi jadi ladang subur bagi seniman dan kreator untuk menuangkan ide-idenya yang cemerlang. Di sisi lain, teknologi finansial bagai angin segar yang memudahkan akses keuangan bagi masyarakat, mulai dari pembayaran digital, pinjaman daring, hingga pengelolaan keuangan pribadi.
Roadmap Ekonomi Digital Indonesia 2021-2025 menjadi petunjuk arah, menargetkan penciptaan 17 juta lapangan kerja baru. Sebab, kontribusi ekonomi digital terhadap produk domestik bruto (PDB) ditargetkan hingga 21 persen pada 2025.
”Tantangan paling berat dalam terminologi people, process, dan technology adalah bagian people. Mengubah kebiasaan dari manual ke digital tak mudah karena beberapa faktor seperti usia, tempat tinggal, dan kebiasaan memakai teknologi. Jadi tidak cukup mentransformasi infrastrukturnya saja, kultur kerjanya pun perlu ditransformasi untuk mampu beradaptasi,” kata Iman.
Kompetensi ”Hijau”
Kompetensi baru lainnya yang juga mulai diperhatikan pendidikan vokasi, yakni green skills atau kompetensi ramah lingkungan. Lowongan pekerjaan untuk pekerjaan ”hijau” meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah pekerja yang memiliki keterampilan untuk mengisi lowongan tersebut.
Hanya satu dari delapan orang yang saat ini memiliki keterampilan relevan untuk meredakan krisis iklim dan perempuan berada pada posisi kurang beruntung. Hal ini merupakan temuan utama dari Global Green Skills Report 2023 LinkedIn, yang menganalisis basis keanggotaan situs ini di 48 negara.
”Triliunan dollar AS diinvestasikan setiap tahun dan akan terus diinvestasikan di masa mendatang. Upaya-upaya seputar perubahan iklim meningkat secara eksponensial. Dengan semua upaya tersebut, muncullah banyak perekrutan,” kata Allen Blue, salah satu pendiri LinkedIn, seperti dikutip dari laman The World Economic Forum, Selasa (23/7/2024).
LinkedIn melaporkan, antara tahun 2022 dan 2023, jumlah talenta yang memiliki keterampilan untuk membantu mengatasi krisis iklim tumbuh 12,3 persen. Namun, jumlah pekerjaan yang diterbitkan pada periode sama yang memerlukan setidaknya satu keterampilan ramah lingkungan meningkat hampir dua kali lipat lebih cepat, yaitu sebesar 22,4 persen.
Tidak mengherankan, pencari kerja dengan keterampilan ramah lingkungan hampir sepertiga lebih besar kemungkinannya untuk dipekerjakan (29 persen) dibandingkan rata-rata angkatan kerja. ”Anda memerlukan banyak keterampilan dan pengetahuan untuk melindungi lingkungan, melestarikan sumber daya, atau menghilangkan karbon,” ungkap Blue.
Keterampilan ”hijau” tersebut dibutuhkan di banyak pekerjaan di antaranya keterampilan tingkat tinggi seperti kimia untuk pembuatan baterai atau desain kemasan. Keterampilan lainnya terkait pengelolaan perusahaan seperti penghitungan karbon. Talenta ”hijau” bisa didapat dari lulusan berlatar belakang STEM (sains, teknologi, engineering, dan matematika), administrasi publik, atau layanan profesional.
Riset LinkedIn juga menemukan bahwa keterampilan dan pekerjaan ramah lingkungan terbukti sangat tangguh di tengah ketidakpastian ekonomi. Meskipun secara keseluruhan, perekrutan tenaga kerja melambat pada periode pelaporan (Februari 2022-Februari 2023), iklan lowongan kerja untuk posisi yang meminta setidaknya satu keterampilan ramah lingkungan tumbuh lebih dari 15 persen.
Mereka yang memiliki keterampilan ramah lingkungan (green skills) telah dipekerjakan pada tingkat lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki keterampilan ramah lingkungan. Hasil ini konsisten di seluruh 48 negara yang disurvei.
”Keterampilan ramah lingkungan bersifat berkelanjutan. Pada dasarnya keterampilan ini akan menjadi hal yang bisa diterapkan dan berguna untuk membangun karier selama beberapa dekade mendatang lantaran banyak pekerjaan perlu dilakukan dalam transisi iklim. Jika Anda memiliki keterampilan iklim, Anda akan mudah dipekerjakan untuk pekerjaan iklim lainnya di masa depan,” kata Blue.
- Log in to post comments