BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Jajak Pendapat "Kompas"Ujian bagi Soliditas Kabinet

Jajak Pendapat "Kompas"Ujian bagi Soliditas Kabinet
Ujian bagi Soliditas Kabinet
Ikon konten premium Cetak | 11 Januari 2016 Ikon jumlah hit 277 dibaca Ikon komentar 1 komentar

Selama setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan, beberapa kali terjadi perdebatan terbuka di antara sejumlah menteri Kabinet Kerja. Meski dinilai positif, publik berpandangan hal itu harus diikuti dengan kinerja yang baik. Publik juga berharap kerja sama antarkementerian jadi fokus.

Awal tahun ini muncul "gejolak" di kabinet terkait publikasi hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang dirilis Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang dipimpin Yuddy Chrisnandi. Nilai kinerja tiap kementerian/lembaga dipaparkan dalam laporan itu. Laporan kinerja itu sebenarnya bukan masalah karena merupakan evaluasi rutin setiap tahun. Namun, langkah Yuddy memublikasikannya kepada publik jadi sumber keributan.

Silang pendapat secara terbuka dalam Kabinet Kerja tak hanya terjadi saat ini. Tahun 2015 jadi penanda saat sejumlah menteri Kabinet Kerja saling adu argumen di depan publik. Bermula dari kritik terbuka Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli atas rencana PT Garuda Indonesia membeli 30 pesawat baru Airbus karena harus meminjam 44,5 miliar dollar AS yang berpotensi membuat badan usaha milik negara (BUMN) itu bangkrut. Kritik itu ditanggapi Menteri BUMN Rini Soemarno yang meminta Rizal Ramli tak ikut campur terhadap hal-hal yang berada di luar kewenangannya.

Silang pendapat terbuka yang berulang kali terjadi di Kabinet Kerja pada gilirannya mendorong publik mempertanyakan soliditas hubungan antarkementerian di kabinet Jokowi-Kalla. Sejumlah pihak merespons "kegaduhan" itu dengan keprihatinan dan kekhawatiran, khususnya terhadap kerja sama antarkementerian untuk menjalankan program-program bagi kesejahteraan masyarakat.

Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu menunjukkan, lebih dari separuh responden berpandangan positif terhadap silang pendapat terbuka dalam Kabinet Kerja. Mereka menilai silang pendapat justru memacu kementerian terkait untuk memperbaiki kinerja.

Meskipun demikian, terdapat 34,3 persen responden yang berpendapat sebaliknya. Mereka menyatakan silang pendapat terbuka justru berpotensi memperburuk kinerja kementerian bersangkutan. Lebih dari itu, "kegaduhan" yang diekspos pada gilirannya ikut memengaruhi stabilitas ekonomi dan politik.

Silang pendapat

Pandangan positif publik atas adu argumentasi antarmenteri di ruang terbuka bisa jadi merupakan fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya. Publik bisa menyaksikan langsung perbedaan pandangan di dalam kabinet. Meskipun sebagian menilai silang pendapat terbuka itu kontraproduktif bagi kinerja kementerian, lebih banyak responden yang menganggapnya sebagai "cambuk" bagi kementerian yang mendapat kritik.

Kritik pada dasarnya merupakan evaluasi atas sebuah hasil kerja yang di dalamnya sering kali menyertakan pertimbangan buruk dan baik. Dalam kultur demokrasi, kritik di bidang politik semestinya ditanggapi dengan respons yang bersifat optimistis. Artinya, kritik diajukan untuk menciptakan perbaikan kondisi politik.

Dalam konteks kinerja kabinet, kritik terbuka merupakan pendidikan politik bagi publik tentang mekanisme kerja kementerian yang sebelumnya menjadi ranah terbatas yang tidak banyak diketahui masyarakat. Melalui kritik terbuka, masyarakat mengetahui langkah-langkah para menteri dan bisa menilainya.

Pendapat positif publik tentang silang pendapat secara terbuka itu juga terkait pandangan publik terhadap Presiden Jokowi. Menurut 43,6 persen responden, hampir semua silang pendapat terbuka di antara menteri Kabinet Kerja sudah sepengetahuan Presiden Jokowi. Hanya 28,4 persen responden yang menyatakan sebaliknya. Namun, 28 persen responden lainnya menyatakan tak tahu-menahu.

Terkait publikasi terbuka laporan kinerja kementerian/lembaga oleh Kementerian PAN dan RB, sebanyak 54,1 persen responden berpandangan itu dilakukan dengan sepengetahuan Presiden. Bahkan, sebagian besar publik (71,5 persen) menyetujui langkah tersebut. Laporan itu menjadi salah satu evaluasi kinerja yang dipertanggungjawabkan di hadapan publik.

Meskipun memberi penilaian positif terhadap silang pendapat terbuka, sebagian besar publik lebih setuju jika Presiden Jokowi segera menyelesaikan perbedaan pandangan di antara menteri-menteri tersebut. Hal ini untuk menghindari dampak kontraproduktif dari perbedaan pandangan yang berlarut-larut dan agar solusi segera diperoleh.

Kinerja kabinet

Toleransi publik terhadap kultur perbedaan pandangan dalam Kabinet Kerja tak serta-merta bermakna permisif bagi penilaian kinerja tiap kementerian. Ketika menilai kinerja, publik tetap berpijak pada yang telah dikerjakan kementerian bagi masyarakat. Dalam jajak pendapat ini, publik menilai kinerja kementerian Kabinet Kerja secara umum masih cenderung negatif.

Sebanyak 50,7 persen responden bersuara sumbang atas capaian kementerian sampai saat ini. Meskipun demikian, 45,8 persen responden memberi penilaian positif. Suara sumbang terutama diberikan untuk bidang politik, hukum, keamanan, dan ekonomi. Bagi publik, para menteri di bidang tersebut masih perlu bekerja keras agar bisa mewujudkan janji Jokowi saat kampanye.

Sementara itu, penilaian responden terhadap para menteri bidang pembangunan manusia dan kebudayaan relatif terbelah antara yang menyatakan positif (47,9 persen) dan negatif (43,9 persen). Penilaian positif umumnya diberikan kepada kementerian yang mampu mewujudkan layanan yang baik bagi masyarakat.

Kementerian bidang kemaritiman jadi satu-satunya lembaga yang dinilai positif oleh publik. Publikasi meluas tentang kiprah sejumlah menteri di bidang ini, terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan, menyumbang persepsi positif publik. Tak kurang dari 64,7 persen responden mengaku puas dengan kinerja kementerian bidang kemaritiman hingga saat ini.

Perombakan kabinet

Penilaian terhadap kinerja kabinet yang cenderung negatif di tengah silang pendapat secara terbuka sesungguhnya ujian bagi soliditas Kabinet Kerja pada tahun kedua pemerintahan Jokowi-Kalla. Kualitas kerja sama antarkementerian masih harus mampu mewujudkan Nawacita. Oleh karena itu, 63,3 persen responden menyatakan saat ini waktu yang tepat untuk merombak kabinet. Menteri yang disinyalir tidak memberikan banyak perubahan bagi kondisi masyarakat supaya segera diganti.

Masyarakat tentu berharap "kegaduhan" di internal kabinet sengaja dimunculkan untuk tujuan baik. "Kegaduhan" di kabinet bisa menjadi seleksi alam untuk mengetahui menteri yang tidak punya kapabilitas dan tak sejalan dengan Presiden.

Dengan demikian, menteri- menteri itu bisa diganti sosok-sosok lain. Ini jadi pesan bagi semua anggota kabinet agar tak sembarangan dan benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.

(Palupi Panca Astuti/ Litbang Kompas)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/11/Jajak-Pendapat-Kompas-Ujian-bagi-Soliditas-Kabinet

Related-Area: