PILKADA SERENTAK 2015
Perempuan dan Tokoh Muda Jadi Magnet
MG Retno Setyowati dan BI Purwantari
Ikon konten premium Cetak | 12 Januari 2016 Ikon jumlah hit 55 dibaca Ikon komentar 0 komentar
Selain menghadirkan wajah baru dan pergeseran konfigurasi politik, pemilihan kepala daerah serentak 2015 juga memunculkan sosok perempuan dan tokoh muda sebagai kepala daerah. Kepala dan wakil kepala daerah dengan sosok perempuan serta tokoh muda kini menjadi magnet baru para pemilih.
Satu dekade setelah pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung, representasi perempuan untuk menduduki jabatan eksekutif di tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota masih minim. Eksistensi perempuan untuk terlibat dalam penentuan kebijakan publik masih sangat terbatas.
Penelusuran Litbang Kompas menunjukkan, dari 1.628 calon kepala dan wakil kepala daerah, hanya 123 perempuan (7,62 persen) yang mengikuti kontestasi akbar tersebut. Proporsi representasi perempuan ini belum beranjak jauh dari proporsi saat pilkada langsung pertama kali dilaksanakan pada 2005. Saat itu jumlah perempuan yang mengikuti kontestasi pilkada 2005 sekitar 69 orang dari 1.374 peserta atau hanya sekitar 5,02 persen.
Saat pilkada serentak 9 Desember 2015, jumlah keterpilihan perempuan calon kepala dan wakil kepala daerah tercatat tidak mencapai separuh dari jumlah pencalonan perempuan. Data Komisi Pemilihan Umum per 30 Desember 2015 menunjukkan, dari 123 calon perempuan, hanya 46 perempuan (37,39 persen) kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih. Sebanyak 24 perempuan terpilih sebagai kepala daerah dan 22 terpilih sebagai wakil kepala daerah.
Meskipun demikian, hasil pilkada juga memperlihatkan bahwa sosok perempuan turut meningkatkan potensi kemenangan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Jika membandingkan pasangan kepala dan wakil kepala daerah, proporsi kemenangan pasangan berbeda jender lebih besar dibandingkan dengan pasangan dengan jender yang homogen. Dari 118 pasangan calon yang berbeda jender, terdapat 37,8 persen yang berhasil memenangi kontestasi. Sementara itu, pada pasangan calon dengan jender homogen laki-laki terdapat 31,7 persen yang memenangi pilkada dari 682 pasangan yang ikut pertarungan.
Posisi perempuan sebagai kepala daerah juga menjadi faktor penarik konstituen. Dalam pilkada serentak 2015, terdapat 44 perempuan calon kepala daerah yang berpasangan dengan calon berbeda jender. Dari jumlah tersebut, 43,4 persen perempuan memenangi kontestasi. Proporsi itu lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki calon kepala daerah yang berhasil menduduki posisi kepala daerah (32,3 persen). Bahkan, satu dari dua pasangan perempuan calon kepala dan wakil kepala daerah (50 persen) bisa memenangi kontestasi pilkada mengalahkan pasangan calon lainnya yang sebagian besar adalah laki-laki.
Profil demografi
Meskipun secara keseluruhan proporsi perempuan yang mengikuti kontestasi pilkada masih minim, sosok perempuan sendiri menjadi faktor penting dalam menarik konstituen. Kekuatan sosok perempuan bisa jadi berasal dari latar belakang profesi ataupun pendidikan.
Dari 24 perempuan yang terpilih sebagai kepala daerah, terdapat 13 perempuan (54,2 persen) berlatar belakang sebagai petahana dan kader partai. Sementara 22 perempuan yang terpilih sebagai wakil kepala daerah didominasi oleh mantan anggota DPR/DPD/DPRD. Tak kurang dari lima perempuan kepala daerah juga berprofesi sebagai dokter.
Latar belakang profesi tersebut menunjukkan para perempuan ini bukanlah figur tak berpengalaman dalam politik atau tidak memiliki pengetahuan luas. Sebaliknya, mereka adalah sosok yang telah cukup berpengalaman dalam menjalankan agenda publik. Dari aspek demografi, para perempuan kepala daerah yang memenangi pilkada tersebut proporsi terbesar berasal dari gugus pulau Sumatera (54,1 persen) serta Jawa, Bali-Nusa Tenggara, dan Sulawesi (12,5 persen). Sementara dari aspek usia, para perempuan kepala daerah berusia 46-55 tahun memiliki proporsi keterpilihan tertinggi (37,5 persen) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Latar profesi yang tak bisa dipandang remeh ataupun usia muda, serta inspirasi dari sosok perempuan kepala daerah yang sudah pernah menjabat dan berprestasi, mendorong sebagian pemilih memberikan suara kepada mereka. Sosok perempuan dinilai bisa menjadi alternatif pejabat publik yang mampu bekerja untuk konstituen mereka.
Sosok muda
Di samping sosok perempuan, kepala dan wakil kepala daerah usia muda merupakan kriteria yang juga menjadi favorit para pemilih di pilkada serentak 2015. Data dari KPU memperlihatkan, bursa calon kepala dan wakil kepala daerah didominasi oleh pasangan calon berusia 46-55 tahun, yaitu sejumlah 320 pasangan calon (40,1 persen). Sementara itu, pasangan calon usia muda antara 26 tahun dan 35 tahun hanya 4,0 persen.
Namun, hasil pilkada serentak 2015 menunjukkan potensi kemenangan sosok usia muda lebih besar dibandingkan dengan usia di atasnya. Dari 32 pasangan calon usia 26-35 tahun, sebanyak 46,9 persen memenangi kontestasi pilkada 2015. Proporsi ini paling besar dibandingkan dengan pasangan dari kelompok usia lainnya.
Misalnya, pasangan usia 46-55 tahun. Dari 320 pasangan kelompok usia ini, hanya 33,1 persen yang berhasil merebut kursi kepala daerah. Sebanyak 66,9 persen harus mengakui keunggulan lawannya. Sementara di kelompok usia di atasnya, yaitu 56-65 tahun, proporsi kemenangannya lebih kecil lagi. Dari 265 pasangan calon, proporsi yang meraih kemenangan hanya 30,6 persen.
Jika melihat aspek jender, kemenangan kelompok usia muda tetap didominasi laki-laki. Dari 15 calon yang merebut kursi kepala daerah, 80 persen adalah laki-laki. Perempuan kepala daerah dari kelompok usia muda yang berhasil menang hanya 20 persen. Setali tiga uang dengan kelompok usia 46-55 tahun. Dari 106 kepala daerah yang menang, hampir semuanya direbut laki-laki (91,5 persen). Kepala daerah perempuan yang menang dari kelompok usia ini masih sangat minim (8,5 persen).
Munculnya sosok muda usia dalam jabatan eksekutif memperlihatkan adanya harapan akan regenerasi pemimpin pada masa depan. Para pemilih menginginkan wajah-wajah segar yang menjadi alternatif bagi para pejabat berusia lebih tua. Beberapa kepala daerah yang terpilih pada usia muda dan sudah menunjukkan prestasi, tampaknya menjadi inspirasi para pemilih. Usia muda diasosiasikan dengan energi besar dan kinerja menonjol.
Meskipun demikian, kinerja para pemimpin muda itu masih harus diuji. Pengalaman menunjukkan, usia muda tidak selalu identik dengan kinerja baik. Beberapa kepala daerah usia muda justru harus berurusan dengan penegak hukum.
(Litbang Kompas)
Sumber: http://print.kompas.com/baca/2016/01/12/Perempuan-dan-Tokoh-Muda-Jadi-Magnet
-
- Log in to post comments
- 188 reads