BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Keberadaan Inkubator Bisnis Diperlukan

Teknologi Informasi
Keberadaan Inkubator Bisnis Diperlukan

JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan lembaga inkubator bisnis di bidang teknologi informasi dan komunikasi diperlukan guna memfasilitasi kreativitas anak muda. Tanpa inkubator bisnis memadai, kreativitas anak muda di bidang teknologi informasi dan komunikasi akan sulit berkembang.

Demikian disampaikan Direktur Regional WIMAX Forum Indonesia dan Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia Sylvia W Sumarlin seusai menghadiri sidang senat terbuka kuliah perdana Universitas Multimedia Nusantara (UMN) yang mengusung tema ”Industri Kreatif di Indonesia dan Tantangan serta Peluang Menyambut ASEAN Economic Community 2015”, di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Jumat (29/8). Hadir pula pendiri Bubu.com, Shinta W Dhanuwardoyo.

Menurut Sylvia, Indonesia memiliki peluang memenangkan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 melalui bisnis teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Peluang itu tumbuh dari kreativitas anak muda yang unggul. ”Mereka sering memenangkan kompetisi perangkat lunak, robotik, dan sains,” ujar Sylvia.

Namun, untuk memenangi pertarungan, dibutuhkan dukungan pemerintah melalui ketersediaan infrastruktur TIK dan jumlah inkubator bisnis yang memadai. ”Inkubator bisnis akan membantu anak muda yang bekerja di bidang TIK untuk mengerti apakah proses yang mereka kerjakan sudah benar, salah target, atau tidak mencapai sasaran yang diharapkan. Semakin banyak jumlah inkubator bisnis, semakin bagus peluang yang kita miliki,” papar Sylvia.

Dalam sidang senat terbuka, Shinta memaparkan pengalamannya bekerja di bidang teknologi informasi selama lebih dari 16 tahun. Dia mendirikan Bubu.com, perusahaan pengembang situs internet yang kemudian menjadi agensi digital. Shinta juga mengelola Nusantara Ventures sebagai wadah inkubasi bagi perusahaan yang ingin memulai bisnisnya di bidang digital.

Shinta menjelaskan, Indonesia unggul dalam pemanfaatan TIK. Namun, baru sebatas pengguna dan belum menjadi pemain utama di tingkat dunia. Hal itu tecermin dari jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai lebih dari 72 juta orang. Setiap orang menghabiskan rata-rata 5 jam 27 menit dalam sehari untuk mengakses internet. Selain itu, jumlah pengguna akun media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Path, juga tinggi.

Shinta mengapresiasi sejumlah karya TIK buatan asli Indonesia, seperti aplikasi perpesanan bagi pengguna Android, Cat Fiz, dan permainan video survival horor berlatar Indonesia, DreadOut.

Rektor UMN Ninok Leksono mengatakan, kemudahan akses TIK perlu diwaspadai. ”Keberadaan TIK seharusnya membuat anak muda lebih produktif, berkemampuan unggul, dan berdaya saing. Jangan sampai keberadaan TIK justru membuat kita terlena dan tidak produktif,” tuturnya. (A14)




Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008589834

Related-Area: