BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Guru Sekolah Dasar Masih Tertinggal

Guru Sekolah Dasar Masih Tertinggal
Masalah Mendasar Belum Diselesaikan

JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas menjadi tantangan berat untuk diwujudkan pemerintah. Sampai saat ini, masih banyak guru SD yang belum memenuhi kualifikasi pendidikan D-IV/S-1. Sebanyak 36 persen dari total 1,6 juta guru SD berpendidikan diploma tiga ke bawah.

Bahkan, terdapat lebih dari 260.000 guru SD yang lulusan setara SMA atau di bawahnya. Lainnya, sekitar 320.000 guru, masih berkualifikasi diploma I, II, dan III. Di jenjang SMP juga masih ada guru yang pendidikannya SMA ke bawah. Jumlahnya lebih dari 22.000 guru.

Selain soal pendidikan guru yang belum sesuai kualifikasi, program pengembangan diri serta pendidikan dan pelatihan (diklat) guru pun terbatas. Saat ini, memang guru gencar dididik dan dilatih, tetapi itu karena terkait perubahan kurikulum.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Retno Listyarti mengatakan, guru yang merupakan salah satu penentu keberhasilan pendidikan masih belum dibantu di bidang pengembangan diri, pendidikan, dan pelatihannya. Para guru sering kali tertinggal karena minimnya kesempatan mendapatkan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan dari pemerintah.

”Persoalan guru belum pernah diselesaikan secara mendasar, termasuk memperbaiki lembaga pendidikan penghasil guru,” kata Retno, di Jakarta, Jumat (29/8).
Sulit lanjut

Lilis Suryani (45), guru SDN 2 Balian Pemekaran di Kecamatan Mesuji Raya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, mengatakan, dirinya hanya tamat SMA. Dia menjadi guru karena saat itu anak-anak di perkebunan banyak yang tidak sekolah.

Akan tetapi, bagi Lilis, tidak mudah untuk melanjutkan pendidikannya karena lokasi yang jauh dan tuntutan untuk mengutamakan biaya sekolah anak-anak.

”Kemampuan mengajar saya memang terbatas karena tidak punya ilmu. Pelatihan untuk guru di daerah pedalaman jarang. Tetapi, sejak ada pelatihan bagi guru dari pihak swasta, saya merasa terbantu, terutama untuk mengembangkan kreativitas pembelajaran,” tutur Lilis.
Obyek, bukan subyek

Pendiri dan Ketua Masyarakat Pendidikan Sejati Gede Raka mengatakan, diklat bagi guru sering kali dengan pendekatan guru sebagai obyek, bukan subyek. Akibatnya, tidak terjadi perubahan dalam diri guru karena belum mampu mengubah paradigma guru untuk menjadi pendidik yang lebih baik.

Ketika mendampingi diklat guru SD di daerah miskin dan pedalaman, seperti di Sumba Timur, bersama Indonesian Overseas Alumni, Raka melihat para guru membutuhkan pendampingan yang tepat untuk mampu mengembangkan potensi dirinya sebagai pendidik yang lebih baik.

Program dimulai dengan pengembangan diri untuk menyadarkan potensi kebaikan dalam diri setiap guru sebagai pendidik. Setelah itu, para guru mendapatkan program belajar berkelanjutan untuk mengembangkan kreativitas, mutu, dan pendidikan karakter.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh mengatakan, upaya meningkatkan mutu guru memang tidak mudah. Namun, pemerintah serius memperbaiki kondisi guru di Indonesia.

Para guru yang ada di sekolah-sekolah diperbaiki mutunya melalui uji kompetensi untuk mengetahui tingkat kemampuan guru. Uji kompetensi tersebut diikuti dengan pengembangan berkelanjutan serta pengukuran kinerja.

Adapun untuk penyediaan guru baru, pemerintah membuat program guna memperbaiki pendidikan guru di lembaga pendidik tenaga kependidikan. (ELN)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008589822

Related-Area: