BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

AgFor Sulawesi Merangkul Kabupaten Gorontalo dan Boalemo untuk Meningkatkan Pendapatan Petani

Penulis: Enggar Paramita

Program Agroforestry and Forestry in Sulawesi (AgFor Sulawesi) resmi memulai kerjasama dengan Kabupaten Gorontalo dan Boalemo dalam upaya meningkatkan pendapatan petani skala kecil melalui pengelolaan agroforestri (kebun campur) dan kehutanan yang setara dan berkelanjutan.

Sejumlah perwakilan pemerintah daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), pemangku kepentingan, institusi pendidikan, serta lembaga swadaya masyarakat menghadiri Lokakarya Pembukaan Program AgFor Sulawesi di Provinsi Gorontalo, yang dilaksanakan hari Selasa (3/6) di Hotel Amaris, Gorontalo.

James M. Roshetko, Senior Project Leader  AgFor Sulawesi mengemukakan program AgFor Sulawesi selain berupaya meningkatkan sistem pertanian melalui kebun campur juga berusaha untuk lebih melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan serta mendorong pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Gorontalo, mayoritas penduduk Gorontalo bekerja di bidang pertanian (Gorontalo Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Gorontalo). Selain itu pada triwulan 1 tahun 2014, sektor pertanian tercatat sebagai penyumbang tertinggi ekonomi daerah, dengan berkontribusi 28.95% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (Antara Gorontalo). Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan kegiatan AgFor Sulawesi akan selalu selaras dengan misi yang dirancang oleh pemerintah daerah.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bappeda Provinsi Gorontalo, Sudirman Habibie berharap kesamaan persepsi antar para pemangku kepentingan dan pihak yang terlibat dalam AgFor Sulawesi akan membantu mewujudkan percepatan pembangunan pertanian di Gorontalo.

Kabupaten Gorontalo dan Boalemo dipilih menjadi fokus pelaksanaan kegiatan AgFor Sulawesi berdasarkan 4 kriteria: 1) keberadaan kebun campur yang banyak dipraktikkan di masyarakat; 2) komitmen petani untuk  memperbaiki sistem kebun campur mereka; 3) keberadaan hutan di wilayah tersebut; 4) dukungan dari pemerintah daerah terhadap program.

Berdasarkan pengamatan AgFor Sulawesi dan diskusi dengan masyarakat di Kabupaten Gorontalo dan Boalemo, diketahui ada 5 sistem pertanian utama yang dipraktikkan petani skala kecil yaitu jagung, kelapa, kakao, kayu-kayuan, dan kebun campuran di pekarangan rumah. “Pengelolaan sistem-sistem ini terkadang masih tradisional. Dengan bertambahnya populasi, dan permintaan dari pasar, maka intensifikasi produksi menjadi perlu. Namun, ini harus dilakukan dengan metode yang sesuai dengan kondisi setempat dan memperhatikan kelestarian lingkungan,” kata James.

Husein Hasni, Kepala Dinas Kehutanan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Gorontalo mengakui bahwa sistem agroforestri memang telah banyak dilakukan oleh masyarakat Gorontalo walau masih konvensional. “Sentuhan yang dibutuhkan adalah menggunakan apa yang telah ada di masyarakat, sehingga kita juga belajar dari mereka,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, James M. Roshetko menegaskan bahwa AgFor Sulawesi dirancang dengan menyelaraskan pengalaman yang ICRAF punyai dengan pengetahuan para pemangku kepentingan, dan kearifan lokal. “Dengan begitu, kita dapat memperoleh solusi yang tepat,” katanya.

Program AgFor Sulawesi didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Devolopment Canada dan telah dimulai sejak tahun 2011 di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pelaksanaan program ini dipimpin oleh lembaga World Agroforestry Centre (dikenal juga dengan nama ICRAF) yang berkolaborasi dengan  Center of International Forestry Research (CIFOR), Winrock International, Operation Wallacea Terpadu, Universitas Hasanuddin, dan Bappenas.

Melalui berbagai kegiatan pengembangan kapasitas, AgFor Sulawesi bekerja sama dengan anggota masyarakat, instansi pemerintah, dan pemangku kepentingan dalam mencapai tujuan bersama.  Tercatat hingga Maret 2014, program AgFor Sulawesi di Sulawesi Selatan dan Tenggara di antaranya telah melangsungkan 231 kegiatan peningkatan kapasitas tentang agroforestri dan kehutanan yang dihadiri oleh 8113 peserta; melaksanakan 450 pelatihan tentang pembibitan dan cara pengembangbiakkan tanaman yang melibatkan 6857 orang; mendorong berdirinya 73 kelompok tani; bersama petani membangun 132 kebun contoh (demonstration plot); dan memfasilitasi pembuatan 88 pembibitan kelompok dan 92 pembibitan pribadi.

“Sambutan pemerintah daerah Gorontalo sangatlah menggembirakan. Kami mendapat banyak dukungan dan dorongan. Bagi kami, ini adalah permulaan yang sangat baik, sehingga kami percaya di Gorontalo kami juga dapat meraih keberhasilan seperti yang telah kami capai di Sulawesi Selatan dan Tenggara,” kata James.