Thursday, 17 April 2014
Falsafah Sagu Harus Jadi Dasar Laku Masyarakat SBB
Piru - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpatti, Aholiab Watloly mengatakan, falsafah sagu harus menjadi dasar laku bagi masyarakat di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Hal ini diungkapkan Watloly ketika memberikan materi tentang falsafah sagu yang dapat dipakai sebagai falsafah hidup masyarakat Maluku secara keseluruhan,dalam dialog budaya daerah Maluku tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Kota Ambon, yang bertujuan untuk memberikan penekanan makna bagi masyarakat SBB akan pentingnya budaya lokal dalam kehidupan sosial masyarakat, yang dipusatkan di Kantor Jemaat Piru, Rabu (16/4).
Kata Watloly, mengapa sagu yang diusung sebagai salah satu falsafah laku yang harus diimplementasikan dalam tiap bidang yang ditekuni. Baginya, disamping sagu merupakan sebuah habitat faforit di Maluku, sagu juga merupakan bahan pangan yang aman, yang memiliki lipatan pengertian dan kegunaan secara material, kosmologi dan sosial budaya.
Sensualitas sagu, lanjutnya, juga memicu perkembangan Iptek, ekonomi, budaya serta perkembangan batin dan kejiwaan alami martabat orang Maluku.
Baginya, kokohnya sagu, bukan hanya memaknakan ketahanan pangan tetapi kokohnya ketahanan jiwa dan batin alami yang menyanggah kokohnya eksistensi masyarakat, ditengah realitas alam. Sagu bukan hanya untuk pangan dan ekonomi dalam rangka kelestarian hidup, tapi sagu juga memberikan struktur nilai kosmos dan identitas.
Disamping kelebihan sagu yang dapat dipakai sebagai falsafah laku masyarakat Maluku, kata dia, sagu juga memiliki hal yang ironi, dimana telah terjadi penurunan konsumsi sagu pada masyarakat Maluku, karena sagu telah digeser dan diganti dengan makanan pokok lain terutama beras.
Sementara itu, Bupati SBB dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Lintas Masyarakat (Kesbanglimas) Saban Patty berharap, kegiatan tersebut dapat memberikan penguatan nilai-nilai budaya lokal bagi pembangunan masyarakat SBB, meningkatkan kesadaran dikalangan generasi muda dalam memanfaatkan kebuyaan lokal sebagai gagasan pembentukan karakter generasi muda SBB, dan mendorong pemda dalam rangka menyamakan persepsi pemanfaatan budaya lokal bagi pembangunan SBB.
Dialog yang digelar dibawah sorotan tema “Revitalisasi Budaya Lokal Bagi Pembangunan Masyarakat Seram Bagian Barat” bermaterikan Falsafah Sagu Salempeng Dibage Dua, Budaya Maluku Dalam Dinamika Pembangunan, Sejarah Sosial Masyarakat SBB dan Kajian Sosial yang mengangkat tentang, Perubahan Sosial Orang-orang Seram Setelah Penetrasi Barat di Maluku.
Dikatakan, dialog budaya daerah ini memiliki makna strategis dan memberikan perspektif baru, dalam meletakan budaya lokal sebagai salah satu unsur penting, yakni sebagai nilai yang mampu memberikan perubahan perekat dan penggerak pembangunan yang berkelanjutan secara multi sektoral Bumi Saka Mese Nusa.
Secara prinsipil, diharapakan kegiatan dialog ini dapat memberikan dan meningkatkan motivasi tersendiri bagi generasi muda, sehingga itu, para pencita dan pelaku seni, pemerhati budaya, dan tokoh budaya di Bumi Saka Mese Nusa, dalam tantangan eksistensi budaya lokal ditengah terasnya arus globalisasi dan modernisasi.
Kegiatan dialog ini dihadiri Kepala SKPD dilingkup Pemkab SBB, raja-raja, kepala dusun, PNS, tokoh agama, tokoh adat dan undangan lainnya, dengan menghadirkan beberapa pemateri yakni, mantan Kepala Dinas Infokom Kota Ambon Ny. Florence. Sahusilawane, Aholiab Watloly, Dosen FISIP Unpatti Ambon, Semmy Touwe dan salah satu Staf Pengajar Unpatti Yance Rumahutu. (S-38)
- See more at: http://www.siwalimanews.com/post/falsafah_sagu_harus_jadi_dasar_laku_masyarakat_sbb#sthash.eQwJAKpU.dpuf
- Log in to post comments
- 199 reads