Toleransi
Kerukunan di Waraka Menjadi Model
Siapa saja yang mengetahui konflik sosial bernuansa agama di Maluku tentu kaget ketika memasuki kediaman Raja Negeri (Desa) Waraka, Richard Lailossa. Di tembok ruang tamu rumahnya terlukis gereja dan masjid. Ini merupakan salah satu cermin bahwa perbedaan keyakinan bukanlah sebuah persoalan bagi masyarakat di Kecamatan Teluk Elepaputih, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Memang toleransi dalam kehidupan sosial di Maluku sempat terkoyak oleh konflik yang pecah pada Januari 1999. Namun, kondisi itu tidak terjadi di semua desa. Kalaupun konflik sempat terjadi, situasi akan kembali normal. Semua itu karena kemauan besar masyarakat untuk hidup damai dan didukung oleh kebijaksanaan raja dalam memimpin negerinya.
Betapa tidak, Maluku memiliki tradisi yang mengandung nilai-nilai kebersamaan dan ikatan emosional yang erat. Warga Maluku sangat memegang teguh ikatan yang terkenal dengan sebutan Pela Gandong yang menjadi warisan leluhur.
”Kami di sini hidup berdampingan secara damai, tidak melihat seseorang dari latar belakangnya apa. Kami semua bersaudara, dan ikatan ini sudah turun-temurun menjadi warisan nenek moyang kami,” kata Richard, di Waraka, Kamis (6/2).
Raja Waraka ke-20 itu menuturkan, saat Maluku memanas, ia meminta seluruh rakyatnya tidak terpengaruh oleh provokasi pihak luar. Masyarakat juga diminta menjaga negeri dan tidak mengizinkan pihak luar masuk secara sembarangan.
Untuk menghindari serangan dari pihak luar, terutama terhadap rumah ibadah, ia menginstruksi kepada warga yang beragama Islam untuk menjaga gereja dan warga yang beragama Kristen/Katolik untuk menjaga keamanan masjid.
Hingga kondisi berangsur-angsur membaik, kerukunan di negeri yang berjarak 42 kilometer dari ibu kota Kabupaten Maluku Tengah, Masohi, tersebut tidak tercoreng sedikit pun. Masohi berada di Pulau Seram, sekitar dua jam perjalanan menggunakan kapal cepat dari Pulau Ambon.
Richard bangga dengan warganya yang turut merawat kerukunan. Di negeri itu terdapat 386 keluarga, terdiri dari 186 yang beragama Islam dan sisanya beragama Kristen Protestan dan Katolik.
Ibrahim Nulowala, imam masjid di Waraka, juga menuturkan tentang situasi di negeri itu saat Maluku dilanda konflik sosial berlatar belakang agama. Semua warga mendengarkan dan menjalankan perintah raja.
”Kami tidak mau negeri ini kacau karena negeri ini milik kami semua. Kami mempunyai tanggung jawab untuk menjaganya. Kami semua di sini bersaudara,” kata Ibrahim.
Relasi sosial
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei, dan ASEAN Olof Skoog yang mengunjungi sejumlah negeri di Maluku Tengah juga singgah ke Waraka. ”Kehidupan masyarakat di sini dengan berbagai latar belakang keyakinan, tetapi semuanya damai. Saya memberikan apresiasi atas kondisi ini, dan toleransi ini menjadi contoh bagi kehidupan di Indonesia dan dunia internasional,” kata Olof Skoog.
Interaksi sosial yang begitu akrab membantah segala pandangan masyarakat luar yang menilai Maluku sebagai daerah rawan konflik bernuansa agama. Olof Skoog mengatakan, toleransi yang ada saat ini harus terus dipelihara masyarakat dengan memperbanyak interaksi sosial yang melibatkan banyak golongan atau aliran keyakinan. Ruang pertemuan informal itu akan mempererat rasa persatuan sebagai orang Maluku.
Saat tiba Negeri Waraka, rombongan Olof Skoog disambut tarian dari siswa Sekolah Dasar Kristen Waraka dan hadrat dari Jema’ah Masjid Al-Jihat Waraka. Kehadiran Olof Skoog itu untuk melihat langsung realisasi bantuan dari Uni Eropa ke daerah yang sempat terlibat konflik sosial melalui program pendidikan, kesehatan, dan pemetaan tata ruang wilayah.
Dalam kesempatan itu, Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal mengatakan, hampir seluruh masyarakat di daerah itu kini hidup berdampingan secara damai. Kendati demikian, Abua mengakui, dampak sosial yang ditimbulkan akibat konflik masih membekas. Hal ini berpotensi menjadi benih konflik baru yang sewaktu-waktu bisa muncul lagi.
”Mari kita semua dengan cara sendiri-sendiri terus menjaga kerukunan yang sudah tercipta dengan baik saat ini. Kami berharap kehidupan sosial masyarakat di Maluku Tengah ini bisa menjadi contoh untuk daerah lain,” kata Abua.
(Fransiskus Pati Herin)
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000004719926
- Log in to post comments
- 432 reads