Kegiatan pembelajaran jarak jauh yang sempat diberlakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di semua daerah di Indonesia selama masa pandemi Covid-19 menciptakan persoalan di daerah-daerah yang tidak terjangkau sinyal televisi dan internet.
SMPN 3 Satap Punik, Kecamatan Batu Lanteh, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), menyiasati persoalan ini dengan menggunakan radio komunikasi dua arah atau handie talkie (HT).
Rima Letisya Olivia, terlihat serius mendengarkan suara dari sebuah unit handy talkie. Perangkat komunikasi berwarna hitam tersebut dipegang erat di dekat wajahnya. Suara yang keluar dari alat itu menginstruksikan Rima untuk memperhatikan pelajaran pada buku yang berada di depannya.
Suara dari HT itu adalah milik Hafsah, guru Rima di SMPN 3 Satu Atap (Satap) Punik, Batu Lanteh. Baik Hafsah mapun Rima sedang melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dari rumah menggunakan HT.
Metode ini digunakan oleh para murid dan guru di sekolah tersebut karena mereka tidak bisa menggunakan ponsel pintar mengingat kawasan tersebut tidak terjangkau sinyal telepon. Hanya ada sejumlah titik saja yang bisa dijangkau sinyal.
Rima mengaku sangat terbantu belajar menggunakan HT. Selain tidak keluar biaya untuk membeli pulsa ponsel, dia dapat berinteraksi dengan gurunya secara langsung dalam membahas mata pelajaran.
Memang Rima sedikit merasa sedih karena tidak bisa berkumpul dengan teman-temannya yang lain. Sebab, dalam masa pandemi ini, kegiatan belajar mengajar secara tatap muka ditiadakan. "Saya ingin bisa segera ngumpul sama teman-teman lagi," katanya kepada wartawan di Sumbawa, Randy Pratama, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Tidak terjangkau sinyal internet
Penggunaan HT ini merupakan ide dari Kepala SMPN 3 Satap Batu Lanteh, Ibrahim. Menurutnya, ide ini terbetik saat terjadi pandemi Covid-19.
Dikatakannya, ketika kegiatan belajar tatap muka ditiadakan pada 17 Maret lalu, pihak sekolah harus memutar otak. Sebab, di Dusun Punik, Desa Batu Dulang, tidak terjangkau sinyal internet.
Untuk menyiasati hal ini, guru melakukan kunjungan langsung ke rumah-rumah siswa. Setelah selesai, siswa mengumpulkan tugas ke rumah guru.
Untuk meringankan beban guru, Ibrahim pernah terpikir untuk menggunakan telepon biasa. Namun, dikhawatirkan tidak semua siswa bisa mendapatkan pelajaran lantaran sinyal telepon seluler juga tidak merata di lokasi tersebut. Apalagi kebanyakan orang tua siswa tidak mampu membeli pulsa untuk paket internet.
"Ada tempat yang memang dijangkau sinyal. Tapi kami hindari. Karena nanti anak-anak akan berkerumun. Sementara tidak diperbolehkan untuk berkumpul," imbuhnya.
Ibrahim pun punya ide untuk menggunakan radio komunikasi dua arah, atau handie talkie (HT) karena dia adalah anggota Organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI).
Pria dengan nama udara Ahok ini mengaku ketika ide ini pertama kali disampaikan ke rekan-rekan guru, mereka semua menyetujuinya. Kemudian, dilakukan pertemuan dengan orang tua siswa, yang juga setuju.
Ibrahim kemudian memberikan contoh dengan meminjam radio salah seorang rekannya. Setelah dilihat oleh guru dan orang tua siswa, mereka semakin setuju.
Mereka lantas memesan sejumlah unit HT. Tahap awal, mereka memesan 40 unit. Dananya swadaya, kumpulan dari para orang tua murid.
Harganya lumayan terjangkau, hanya Rp 200 ribu perunit. Itu sudah dengan ongkos kirim sampai ke lokasi. Saat ini, sekolahnya sudah memiliki 69 unit HT, belum termasuk HT yang dipegang oleh guru.
Ibrahim sempat berkoordinasi dengan Dinas Dikbud Kabupaten Sumbawa terkait penggunaan HT ini. Setelah dihitung, jauh lebih efektif menggunakan HT daripada menggunakan ponsel pintar.
Dijelaskannya, HT yang digunakan untuk belajar-mengajar memiliki 16 saluran. Setiap saluran diperuntukkan setiap tingkat kelas.
Stasiun radio pendidikan
Memang ada kekurangan dalam penggunaan HT. Karena komunikasinya dua arah, terkadang siswa berebut untuk menjawab saat diberi pertanyaan. Karena itu, guru meminta kepada murid, untuk menyebutkan nama terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari guru. Ke depannya, Ibrahim berencana membangun stasiun radio pendidikan sehingga semua warga Punik bisa belajar.
Dia berpikir penggunaan HT bukan hanya bisa dimanfaatkan saat pandemi ini saja, melainkan bisa digunakan seterusnya. Terutama guru, bisa mengontrol muridnya.
Penggunaan HT ini juga dirasakan sangat bermanfaat oleh guru sekolah setempat. Seperti yang dirasakan oleh Hafsah, salah seorang guru.
Hafsah menceritakan akibat belajar dari rumah, awalnya pembelajaran siswa tidak maksimal. Banyak anak-anak yang tidak belajar, tidak terkontrol oleh guru.
"Jadi pas waktu jam pelajaran itu pada main-main," kata Hafsah.
Menurut Hafsah, pembelajaran menggunakan HT dengan secara tatap muka itu sama. Cara yang digunakan itu sama seperti kegiatan belajar tatap muka.
"Jadi, kita jelaskan seperti yang di dalam kelas setiap pagi, anak-anak memperhatikan. Cuma tetap menggunakan buku siswa masing-masing. Jadi kalau ada pembelajaran yang tidak dimengerti, siswa balik nanya. Seperti tatap muka biasa. Tapi bedanya itu sih, masing-masing [murid] di rumah, kami [guru-guru] yang di sekolah," tambahnya.
Untuk memantau kegiatan belajar, para siswa tetap dipanggil satu persatu menggunakan HT. Biasanya, Hafsah meminta dokumentasi kegiatan belajar kepada orang tua siswa.
Seluruh siswa tetap didampingi oleh orang tuanya, walau menggunakan HT. Selain itu, juga, ada guru yang berkeliling memantau siswa melaksanakan tugas yang diberikan.
Menurutnya, penggunaan HT akan lebih baik digabungkan dengan kunjungan guru ke rumah-rumah murid dalam proses pembelajaran. Karena ada mata pelajaran yang sulit untuk dijelaskan kepada murid.
"Yang paling sulit itu matematika. Saya kalau pelajaran matematika harus ketemu langsung sama murid. Entah itu dua atau tiga orang yang datang ke sekolah atau datang ke rumah. Kemudian dijelaskan menggunakan papan baru disuruh pulang," tambah Hafsah.
Masih kurang efektif
Menurut orang tua murid, penggunaan HT ini dirasa sebagai alternatif yang pas dalam kegiatan belajar dari rumah. Seperti yang dirasakan Masjayanti, salah seorang orang tua murid.
"Kalau menggunakan radio (HT) ini saya rasa lebih gampang. Karena di sini kondisi sinyal [ponsel] nya juga kurang. Jadi ini lebih efektif kayaknya," kata perempuan yang berprofesi sebagai petani ini.
Akan tetapi, dia merasa proses pembelajaran menggunakan HT ini masih kurang efektif. Dia masih mendambakan agar anaknya bisa melangsungkan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dengan para guru.
"Sekolah sangat penting bagi anak saya. Supaya masa depanya mereka lebih meningkat lagi. Jangan kayak saya orang tua yang tidak sekolah," pungkasnya.
Sumber:
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53774410
- Log in to post comments