Tangan Almaumar terlihat cekatan memasak bahan baku pembuatan sambal teri khas Gorontalo di sebuah rumah yang dinamai Rumah Produksi di Desa Katialada, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara. Dengan tangannya itu, perempuan berusia 38 tahun itu mengolah bahan baku utama ikan teri dengan beragam bumbu di atas sebuah wajan besar.
Tak ada rasa capek ataupun kaku di raut wajah perempuan pesisir tersebut. Hanya gembira, senang, dan bahagia saja. Ekspresi seperti itu terlihat juga pada raut wajah perempuan lain yang ada di dalam rumah tersebut. Mereka semua melakukan aktivitas yang sama, yakni mengolah bahan baku mentah untuk dijadikan aneka kuliner yang lezat.
Di antara kuliner yang diproduksi dari rumah tersebut, tercatat adalah sambal ikan teri khas Gorontalo. Selain dimasak oleh Almaumar bersama kelompoknya yang bernama Kelompok Mawar Indah, sajian kuliner tersebut juga dimasak oleh kelompok lain. Sambal ikan teri menjadi pilihan utama, karena menurut mereka, peminatnya sangat banyak dan laris di pasaran.
Tapi, tak hanya kuliner populer tersebut, Rumah Produksi juga menghasilkan sajian kuliner lain yang tak kalah lezatnya. Sebut saja, kerupuk dan stik rumput laut, dan juga bakso seafood yang dibuat dari beragam produk kelautan dan perikanan. Produk-produk olahan tersebut, tentu saja terlihat lezat dan indah dipandang.
Saat Mongabay Indonesia mencoba sajian kuliner tersebut, rasa kagum langsung muncul seketika. Meski berasal dari kawasan pesisir dan jauh dari hiruk pikuk kota besar, namun para perempuan tersebut mampu menyajikan kuliner yang lezat dan tak kalah dari kuliner populer yang sudah ada di kota besar.
Kunci dari kelezatan produk olahan tersebut, ternyata dari pengolahan dan pemilihan bahan baku terbaik. Menurut Almaumar, ”Memilih bahan baku yang baik menjadi keharusan, karena produk akan menjadi bertahan lama kesegarannya. Pernah, suatu kali produk yang digunakan kualitasnya nomor dua, hasilnya adalah produk menjadi cepat basi dan tidak terlalu enak.”
Dari pengakuan Almaumar, diketahui kalau untuk mendapatkan produk sambal ikan teri berkualitas dan tahan lama hingga empat bulan di suhu luar ruangan, adalah dengan menggoreng bahan baku mentah seperti sambal teri dan beragam bumbunya. Setelah itu, bahan-bahan baku tersebut baru diolah untuk dijadikan sambal.
Dengan pengolahan seperti itu, Almaumar mengaku bisa menjual produknya jauh lebih banyak dengan harga Rp20 ribu per botol dengan kemasan 10 gram. Selain dijual kepada perseorangan, produk sambal ikan teri olahan Kelompok Mawar Indah juga dijual ke restoran dan rumah makan yang ada di Gorontalo Utara.
“Tapi ada juga permintaan dari luar kota, terutama dari Kota Gorontalo. Tapi itu tidak menentu datangnya. Yang pasti ada permintaan itu ada dari restoran dan rumah makan di sini,” ucap dia.
Suksesnya Almaumar bersama kelompoknya, tak bisa lepas dari campur tangan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD), sebuah lembaga yang ada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dua lembaga tersebut, sejak 2013 meluncurkan program Coastal Community Development Project (CCDP) atau Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PPMP). Selain Gorontalo Utara yang berada di Provinsi Gorontalo, ada juga 12 kabupaten/kota lain yang terpilih, yakni:
Kabupaten Merauke dan Kabupaten Yapen, Provinsi Maluku;
Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Ambon, Provinsi Maluku;
Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara;
Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara;
Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo Utara;
Kota Parepare dan Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan;
Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat;
Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur;
Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat; dan
Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Penghasilan Tambahan
Di Gorontalo Utara, pengolahan produk kelautan dan perikanan dilaksanakan di Rumah Produksi yang dibangun secara khusus. Di dalamnya, ada empat kelompok perempuan pesisir yang setiap hari melaksanakan produksi, yaitu Kelompok Sari Laut, Bintang Laut, Teratai Laut, dan Mawar Indah.
Mengingat peralatan produksi yang terbatas, keempat kelompok sepakat untuk membagi waktu produksi hanya dua kali dalam seminggu. Cara tersebut, membuat masa produksi bisa berjalan lebih tertib dan lancar. Dan itu dilakukan secara rutin oleh semua kelompok.
“Sebelum ada Rumah Produksi, kita biasa melaksanakan produksi di rumah masing-masing. Namun, itu menjadi terbatas. Selain itu, kita juga ingin kelompok diakui legalitasnya oleh Pemerintah. Namun syaratnya, produksi harus dilakukan di bangunan terpisah,” jelas Johora, perempuan pesisir dari Kelompok Teratai Indah.
Johora sendiri mengaku, biasa mengolah bahan baku rumput laut untuk dijadikan sajian kuliner kerupuk dan stik. Bersama tiga orang anggotanya, perempuan 42 tahun itu bisa mengolah bahan baku rumput laut hingga 2 kilogram untuk setiap kali produksi. Dalam sebulan, kelompoknya biasa melaksanakan empat kali produksi.
“Rumput laut kita olah dengan menggunakan tepung tapioka dan bawang putih serta bumbu penyedap. Semua bahan baku tersebut kemudian diolah melalui alat khusus. Hasilnya, baru kemudian dibentuk menjadi kerupuk dan dijemur,” jelas dia.
Sebelum dijual ke pasaran, Johora menyebut, kelompoknya harus bekerja keras untuk mengeringkan kerupuk basah yang sudah dicetak. Jika cuaca sedang bagus, kerupuk bisa dikeringkan di bawah terik matahari selama sehari saja. Tetapi, jika cuaca mendung, pengeringan bisa berlangsung berhari-hari.
Untuk menyalurkan produk olahannya, Johora mengatakan kalau kelompoknya saat ini mengandalkan permintaan dari tiga rumah makan yang ada di Gorontalo Utara. Ketiga rumah makan tersebut, sudah menjadi langganan dan rutin mengirimkan permintaan pasokan produk.
“Di tiga rumah makan tersebut, produk kita selalu cepat habis. Alhamdulillah. Dari penjualan tersebut, kita mendapatkan penghasilan bersih sebesar empat ratus ribu rupiah. Kita senang sekali, karena kita sekarang punya penghasilan tambahan,” ungkap dia.
Sebelum terlibat dalam kelompok perempuan pesisir, Johora mengaku, sehari-hari aktivitasnya banyak dihabiskan di rumah saja mengurus anak dan suami. Selama itu, dia juga harus menggantungkan keuangan pada pendapatan suami dari melaut.
Tetapi, kata Johora, saat ini dia sudah bisa mandiri dan bahkan bisa membantu keuangan keluarga. Dengan keuntungan yang didapatnyya, dia berjanji akan terus memberdayakan kelompoknya untuk menghasilkan kreasi baru. Tak hanya itu, dia berjanji akan menularkan pengalamannya kepada teman dan saudaranya yang bernasib serupa.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gorontalo Utara Abdul Aziz mengungkapkan, keberadaan kelompok perempuan pesisir di wilayahnya menjadi percontohan untuk yang lain. Mengingat, Gorontalo Utara adalah kawasan pesisir yang berhadapan langsung ke Laut Pasifik dan berbatasan dengan Filipina dan Malaysia.
“Kita akan terus dorong perempuan pesisir memberdayakan kreativitasnya seperti di Kwandang ini. Mereka jangan terus bergantung kepada penghasilan suami saja. Mereka harus mandiri. Di sini, bahan baku yang dibutuhkan untuk diolah masih tersedia dengan mudah,” tutur dia.
- Log in to post comments
- 95 reads