BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Kecap dari Air Kelapa, Potensi Ekonomi Baru Desa Liwutung

KOMPAS.com - Siapa sangka air kelapa yang segar saat dinikmati langsung atau diolah menjadi nata de coco ini ternyata punya potensi ekonomi besar, karena dapat menjadi bahan utama kecap manis. Contohnya di Desa Liwutung, Sulawesi Utara. Di sini kecap dari air kelapa menjadi peluang baru sebagai produk unggulan dan meningkatkan pendapatan warga. Terlebih desa di Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara ini terkenal sebagai daerah penghasil kelapa yang cukup besar di Indonesia. Hukum Tua atau Kepala Desa Liwutung Fita Onsu saat di wawancarai Tim Kompas, Jumat (19/7/2019) menyebutkan, hampir setiap rumah tangga memiliki kebun kelapa.

"Paling tidak 100 batang pohon kelapa per keluarga. Namun, pemanfaatan air kelapa masih terbatas," ucap Fita.

Para petani, kata dia, kebanyakan hanya mengambil sabut kelapa, daging kelapa, dan tempurungnya. Kelapa pun paling sering diolah menjadi kopra, meski harga jualnya kerap lebih rendah ketimbang biaya pengolahannya sendiri. Sementara itu, lanjut Fita, air kelapa selama ini cuma dimanfaatkan untuk es kelapa, tetapi karena terlalu banyaknya pasokan, air kelapa bahkan kerap terbuang. "Melihat hal ini, terbersit keinginan dari kelompok PKK untuk memanfaatkan air kelapa menjadi produk yang tinggi nilai ekonominya. Diputuskanlah untuk membuat kecap dari air kelapa," ujar Fita. Pertimbangan ini didasarkan tingginya konsumsi kecap oleh masyarakat Indonesia. Gagasan ini menjadi Program Inovasi Desa di Liwutung, yang dilakukan di bawah pembinaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ( Kemendes PDTT).

Dampak sosial dan ekonomi Kelompok PKK Desa Liwutung pun lantas mensosialisasikan rencana itu dan disambut dengan positif. Proses dilanjutkan dengan musyawarah untuk penentuan tim yang mengolah kelapa menjadi kecap manis. "Tahap berikutnya mengadakan pelatihan teknis untuk membuat kecap dari air kelapa. Setelahnya program ini terealisasi," tutur dia. Pengolahan air kelapa menjadi kecap dilakukan oleh sebuah komunitas beranggotakan empat orang di Desa Liwutung.

Lebih lanjut Fita menjelaskan sebenarnya proses pengolahan air kelapa menjadi kecap relatif sederhana.

Pertama, air kelapa direbus bersama gula aren, lalu dicampur dengan bumbu yang sudah disangrai. Bumbu itu antara lain kedelai, bawang putih, kemiri, dan daun salam. Proses perebusan dilakukan selama 2–3 jam. "Kedua, kecap yang sudah jadi dikemas di dalam botol-botol kecil dan dipasarkan ke kios-kios sekitar desa. Skala pembuatan kecap selama ini masih menyesuaikan permintaan pasar. Adapun salam satu kali pengolahan, digunakan 10 liter air kelapa dan menghasilkan sekitar 24–25 botol kecap dalam kemasan kecil. Dalam satu bulan biasanya kelompok ini mengolah 30 liter.

“Dalam 1 bulan, kami memproduksi kira-kira 70 botol kecap dan disalurkan di kios-kios makanan di sekitar desa kami. Karena tidak menggunakan bahan pengawet, kecap ini hanya bertahan 3 bulan,” ujar Fita. Meski masih skala produksi masih belum besar, l;anjut dia, kegiatan ini sudah bisa menambah penghasilan keluarga pengolah air kelapa sekitar Rp 200–300 per bulan. Di samping dampak ekonomi, hal ini juga berdampak secara sosial. Kelompok pengolah air kelapa ini menjadi lebih berdaya ketimbang sebelum ada program ini. Sementara itu, dari sisi lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam yaitu air kelapa pun menjadi lebih luas. Rencana pengembangan Melihat dampak positif program inovasi Desa Liwutung, Sulawesi Utara ini, pengelola bersama pendamping dari Kemendes PDTT Desa Liwutung sedang menggodok pengembangan kelompok pengolah lain. Langkah itu dilakukan agar dampak sosial dan ekonomi program tersebut semakin luas, begitu juga pemanfaatan hasil kebun warga. Perlu diketahui, pada 2019 ini, desa tersebut mendapatkan dana desa sebesar Rp 15 juta untuk pengembangan usaha pengolahan air kelapa ini. Untuk pengelolaan, komunitas terkait bekerja sama dengan BUMDes setempat bekerja sama untuk pmembuat kemasan dan pemasaran produknya.

Fita pun mengatakan, saat ini sedang menyusun perencanaan jalur distribusi yang lebih luas untuk menjangkau pasar yang lebih besar. "Pemanfaatan dana desa diharapkan akan mempercepat terwujudnya rencana ini," kata dia. Lebih lanjut Fita menjelaskan secara umum, pengembangan air kelapa menjadi kecap telah memberikan banyak efek positif. Efek itu diantaranya adalah meningkatkan perekonomian masyarakat, menambah keterampilan warga, meningkatkan Pendapatan Asil Daerah (PAD), memunculkan produk unggulan desa, dan adanya penyerapan tenaga kerja.

"Keberhasilan program ini juga memberikan kontribusi untuk menjamin keberlanjutan rantai produksi pasar kelapa," ucap Fita. Tak hanya di Desa Liwutung, keragaman produksi dari komoditas pertanian ini berpotensi mengakselerasi sumber penerimaan petani kelapa di Indonesia. Pasalanya, pengolahan air kelapa ini juga tinggi potensi replikasinya untuk dilakukan di daerah-daerah lain, karena Indonesia adalah penghasil kelapa yang besar. Selama ini, pemanfaatan kelapa kebanyakan masih untuk kopra dan minyak kelapa. Mengolahnya menjadi kecap bisa menjadi opsi yang potensial.

Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2019/07/25/08000011/kecap-dari-air-kelapa-potensi-ekonomi-baru-desa-liwutung?page=all

Related-Area: