BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Banyak Hal Harus Dibenahi

INFRASTRUKTUR SULAWESI
Banyak Hal Harus Dibenahi

PERJALANAN Kompas Jelajah Sepeda Manado-Makassar 2014 menjadi saksi masih minimnya sarana dan prasarana di wilayah timur Indonesia. Tidak hanya sarana fisik, tetapi aneka kebutuhan penunjang seperti yang dimiliki kota lain di Tanah Air juga masih sangat dibutuhkan daerah ini.

Meski memiliki keindahan dan panorama pantai menawan, sebagian besar wilayah di sepanjang jalan Manado-Gorontalo menampilkan kegersangan dan potret ketertinggalan dibandingkan dengan daerah lain.

Disiram terik matahari dan topografi gersang, penjelajahan tim sepeda dihadapkan pada keterbatasan infrastruktur di wilayah yang meliputi 54 persen Provinsi Sulawesi Utara tersebut. Hampir di sepanjang perjalanan melintasi trans-Sulawesi, tidak banyak stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) dijumpai. Kalaupun ada, selalu kehabisan solar.

Pada etape keempat jelajah sepeda Manado-Makassar dengan rute Boroko, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Sulut, menuju Provinsi Gorontalo, rombongan hanya menjumpai satu SPBU. Untung persediaan solar masih ada.

Kur Walangitan (39), warga Desa Mokoditek, Kecamatan Bolangitang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, mengatakan, warga di desanya sangat sulit mencari bensin dan solar. ”Kalau cari solar paling dekat harus ke arah Bintauna (Kabupaten Bolaang Mongondow) sejauh 30 kilometer. Di Boroko juga tidak ada. Kalau di Bintauna habis, harus ke arah Gorontalo sejauh 60 kilometer,” katanya.

Bukan hanya persoalan solar. Tim beberapa kali juga merasakan mati lampu di sepanjang jalur Trans-Sulawesi tersebut. Dalam sehari, mati lampu bisa terjadi empat kali. Seperti yang terjadi pada Rabu (20/8) malam, saat tim jelajah sepeda sedang makan malam di hotel di kota Boroko, mati lampu kembali terjadi. Akibatnya, tim terpaksa makan dengan bantuan sinar lampu sepeda atau ponsel.

Persoalan mati lampu juga dirasakan di Amurang, Minahasa Selatan. ”Di sini mati lampu sudah terjadi berkali-kali. Ini saja mesin AC sudah empat yang rusak gara-gara mati lampu,” keluh Sofie, pengusaha hotel asal Amurang.
Pelayanan kesehatan

Di Bolaang Mongondow Utara yang baru dimekarkan tujuh tahun lalu, sejumlah fasilitas pendukung juga masih terbatas. Misalnya, sarana pendukung kesehatan sangat minim. Akibat keterbatasan alat dan tenaga kesehatan itu, pasien yang butuh dirawat intensif harus dilarikan ke rumah sakit di Gorontalo yang berjarak tiga jam. Sebagai wilayah pemekaran baru, sejumlah kawasan di sepanjang jalur trans-Sulawesi memang terlihat menggenjot pembangunan fisik infrastruktur, seperti jalan dan jembatan.

Di Lolak, Bolaang Mongondow, saat ini juga masih berusaha membangun pelabuhan dan bandar udara. Dari total APBD Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar Rp 100 miliar, hanya 20 persen yang dialokasikan untuk membangun infrastruktur.

”Sebagai wilayah pengembangan baru, kami memang butuh membangun banyak gedung, jembatan, dan jalan. Tahun ini kami berencana membangun bandara di sini. Ini untuk menyiapkan Bolaang Mongondow Raya menjadi provinsi tahun 2015,” tutur Asisten Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Chris Kamasan.

Tina Siwi (32), seorang guru di Kota Kotamobagu, mengatakan, infrastruktur di wilayah secara umum sudah cukup memadai. Hanya saja, kebutuhan transportasi untuk penunjang akses ekonomi harus ditambah.

Potret keterbatasan infrastruktur tersebut juga dirasakan peserta Kompas Jelajah Sepeda pada etape IV Boroko-Gorontalo sejauh 129 kilometer. Berulang kali rombongan berjumpa dengan jalan dan jembatan rusak. Beberapa ruas jalan di Kabupaten Gorontalo juga belum diaspal. (DIA/GRE/APO/SON)




Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008449688