Percepatan pemberian layanan dasar kepada masyarakat miskin dan rentan menjadi salah satu prioritas bagi pemerintah Indonesia. Hal tersebut merupakan satu dari tiga pilar dalam strategi nasional untuk pengurangan kemiskinan dan kesenjangan di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019.
Sebagian besar penyelenggaraan layanan dasar ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Saat ini hampir dua pertiga dari pengeluaran publik di bidang Pendidikan dan Kesehatan dikelola oleh daerah. Desentralisasi, yang dimulai pada tahun 2001, bertujuan untuk memperbaiki layanan dasar dengan memperpendek mata rantai pengelolaan layanan sehingga diharapkan kebutuhan masyarakat dapat diketahui dan direspon dengan lebih cepat dan lebih baik. Hakekat dari otonomi adalah mendekatkan layanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin dan rentan.
Perbaikan layanan dasar yang berjalan tersendat memerlukan pendekatan yang lebih kompleks, tidak hanya dapat sekedar dengan menambah alokasi anggaran dan menggunakan solusi yang bersifat seragam untuk semua daerah (one size-fits-all). Permasalahan yang terkait dengan perluasan akses layanan mungkin dapat diselesaikan dengan menambah anggaran untuk pembangunan sekolah atau sarana prasarana layanan publik lainnya seperti puskesmas, namun untuk masalah-masalah yang terkait dengan perbaikan kualitas layanan, pendekatan yang bertumpu pada penambahan input saja (baik berupa anggaran, SDM, dan lainnya) sepertinya tidak cukup. Pada tahapan awal diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana mentransformasikan input menjadi output dan outcome yang menghasilkan dampak pada perbaikan kualitas layanan. Pemahaman ini memerlukan kemampuan untuk menggunakan dan menganalisis data, dan memecahkan masalah yang ditemui selama proses mentransformasikan input menjadi hasil yang diharapkan.
Untuk memahami bagaimana Pemerintah Daerah mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan layanan dasar di Indonesia, dan mendukung mitra Pemda untuk menyelesaikan masalahnya, Bank Dunia menginisiasi kegiatan MELAYANI (Mengurai Permasalahan Perbaikan Layanan Dasar di Indonesia). MELAYANI adalah sebuah program yang mendukung pemerintah daerah untuk menggunakan pendekatan berbasis masalah-masalah layanan dasar dengan tetap mempertimbangkan kondisi dan kapasitas yang dimiliki pemerintah daerah sendiri. Kegiatan ini mendukung pemda untuk menggunakan pendekatan berbasis isu/masalah untuk mengatasi masalah layanan dasar. Metodologinya diambil dari beberapa studi dan pembelajaran mengenai reformasi layanan public seperti Problem Driven Iterative Adaptation (PDIA) yang dikembangkan oleh beberapa professor dari Harvard Kennedy School of Government, dan pilot terdahulu yang dikembangkan oleh Bank Dunia yang disebut sebagai Rapid Assessment and Action Plan (RAAP).
MELAYANI dilaksanakan di 3 Kabupaten Mitra dari 3 Provinsi yaitu: Bojonegoro (Jatim), Belu (NTT), dan Kubu Raya (Kalbar), telah bekerja di daerah sejak akhir September 2017. Masing-masing Kabupaten mitra mengidentifkasi dan memilih “masalah” yang pencarian dan implementasi solusinya difasilitasi oleh pendamping dari MELAYANI. Kabupaten Bojonegoro memilih masalah penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir sebagai fokus masalahnya, Kabupaten Belu memilih masalah peningkatan kualitas pendidikan, khususnya di tingkat Sekolah Dasar, dan Kabupaten Kubu Raya memilih masalah penurunan angka stunting.
Foto bersama pemerintah daerah kabupaten Belu, Bojonegoro dan Kubu Raya serta tim WB dan BaKTI saat pencanangan komitmen bersama dimulainya program MELAYANI pada bulan Oktober 2018
Setelah bekerja selama 16 bulan di tiga kabupaten Mitra, MELAYANI melaksanakan Lokakarya Akhir Kegiatan pada tanggal 25 Februari 2019 bertempat di Hotel Mercure Jakarta. Kegiatan ini dibagi ke dalam 3 sesi yaitu Pengalaman Mengimplimentasikan MELAYANI: Perspektif Tim Kerja, Perspektif Eksekutif Daerah dan Diskusi Panel: Kemungkinan Integrasi Pendekatan “Adaptive problem solving” dalam proses kerja pemerintah daerah untuk memecahkan masalah-masalah layanan dasar.
Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Kathy Whimp, Lead Public Sector Management Specialist, World Bank Jakarta. Dalam Sambutannya Kathy menyampaikan bahwa tantangan penyelenggaraan pelayanan dasar di Indonesia sangat besar karena Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat luas dan paopulasinya sangat banyak. Pada awal sambutan Kathy berterima kasih kepada tiga daerah yang telah menjadi Mitra MELAYANI. Tantangan penyelenggaraan pelayanan dasar saat ini telah merubah dari infrastruktur kepada penyelenggaraan pelayanan yang lebih baik.
“Saat ini tantangan pelayanan dasar itu sangat berubah, bukan lagi membangun jalan atau puskesmas, tetapi bagaimana kita meningkatkan pelayanan dasar tersebut ke arah yang lebih baik” tambahnya.
Pembukaan Seminar Akhir oleh Ibu Kathy Whimp, Lead Public Sector Management Specialist, World Bank Jakarta
Dalam menyelesaikan masalah daerah, solusinya tidak selalu terkait dengan ketersediaan anggaran karena jika pelaksanaan anggaran dikerjakan kurang tepat, maka hasilnya juga tidak akan memperbaiki kondisi daerah. Melalui Program MELAYANI ini kita mencari cara atau metodelogi dalam mengindentifikasi dan mengurai persoalan-persoalan yang dihadapi daerah. Kemudian merancang suatu proses untuk menemukan solusi yang tepat. Dalam mengimplimentasi program MELAYANI ini pertama sekali menidentifikasi pemangku kepentingan, menggali lebih lanjut apa yang menjadi persoalan daerah secara berulang atau disebut iterative dan pada akhirnya mencari solusi.
Setelah kegiatan Lokakarya Akhir Kegiatan MELAYANI dilaksanakan, kemudian dilanjutkan dengan sesi berbagi Pengalaman Mengimplimentasikan MELAYANI pada tiga daerah Mitra untuk menggali Perspektif Tim Kerja di daerah yang menghadirkan enam narasumber, masing-masing dari Tim Kabupaten Bojonegoro (dr. Ahmad Hernowo dan dr. Fitri Munira Pitaloka), Tim Kabupaten Kubu Raya (Mustafa Bakri dan Rini Kurnia Solihat) dan Tim Kabupaten Belu (Aloisius dan Agustina Lon). Diksusi ini dimoderatori oleh Ahmad Zaki Fahmi dan Karrie McLaughlin dari Program MELAYANI.
Sebelum dimulai sesi ini, terlebih dahulu ditayangkan Film Pendek MELAYANI dari 3 daerah mitra. Film ini menceritakan tentang bagaimana MELAYANI bekerja di tiga daerah selama 16 bulan lamanya. Ketiga Tim dari kabupaten mitra MELAYANI dalam paparannya menyampaikan dengan adanya MELAYANI kerjasama lintas sektor lebih baik dan terjadi lebih intens untuk menyelesaikan persoalan-persoalan daerah. Ada juga hal diluar sektor yang selama ini tidak menjadi perhatian pemerintah daerah, namun juga sangat berpengaruh dalam penyelesaian masalah, seperti mutasi staf atau pejabat, keterlibatan instansi diluar isu sektor yang sedang ditangani, seperti penyelenggaraan PAUD, sebelumnya hanya terlibat dinas pendidikan dan dinas pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa, namun tidak melibatkan dinas perizinan, ketika dianalisis lebih dalam rupanya perizinan memiliki andil besar dalam pendirian dan penyelenggaraan satu desa satu PAUD.
Pada Sesi Perspektif Eksekutif Daerah tampil sebagai narasumber Bupati Belu, Willybrodus Lay, Kepala Dinas Pendidikan Belu, Marsianus Loe Mau, SH dan Kepala Dinas Kesehatan Bojonegoro diwakili oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, dr. Ahmad Hernowo.
Kabupaten Belu menjadikan sektor pendidikan sebagai isu prioritas karena merupakan awal segalanya, dengan pendidikan yang baik seoarang anak bias jadi dokter dikemudian hari, dengan pendidikan juga angka kemiskinan dapat ditekan baik di Kabupaten Belu maupun di Indonesia. Pendidikan harus dimulai sejak usia dini. Di Belu banyak masalah terkait pendidikan salah satunya kedisiplinan tenaga pengajar dan pendidik tidak melaksanakan tugas dengan hati. Di Kabupaten Belu diharuskan satu dusun ada satu PAUD, saat ini di Kabupaten Belu terdapat 203 PAUD, pada tahun 2020 target kami sudah ada 404 PAUD. Dalam hal perizinan pendirian PAUD tidak dipersulit, jika pun ada hal yang dianggap sulit dapata melaporkan langsung kepada Bupati dan Bupati akan membantu. Pada akhir pemaparan Bupati berterima kasih kepada Program MELAYANI, menurut Bupati sebelum hadir MELAYANI Bupati merasa sendiri dalam membenahi pelayanan di Belu. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Belu, dengan hadirnya MELAYANI kami telah mampu melihat bahwa persoalan pendidikan ini bukan persoalan sektoral, namun ini persoalan bersama, persoalan layanan dasar yang harus diselesaikan bersama, sehingga kami memberikan masukan kepada pimpinan agar dapat dikoordinasikan untuk semua OPD terkait. Begitu juga dengan tugas guru tidak sekedar mengajar, namun harus melayani siswanya dengan tulus dan ikhlas untuk mempersiapkan anak-anak bangsa ini agar berguna dalam merintis masa depan mereka yang lebih baik, guru-guru juga harus memetakan potensi siswa, termasuk potensi masalah yang dihadapi siswanya.
Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Kabupaten Bojonegoro, program MELAYANI sangat membantu Pemerintah Bojonegoro dalam mengefektifkan koordinasi antar OPD terkait dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Bojonegoro.
Pada Sesi Diskusi Panel: Kemungkinan Integrasi pendekatan “Adaptive problem solving” dalam proses kerja pemerintah daerah untuk memecahkan masalah-masalah layanan dasar menghadirkan beberapa narasumber dari Kemenpan & RB, Kemenkes, Kemendikbud), Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Kemendagri dan Akademisi UI sebagai panelis. Sesi ini dimoderatori oleh Ifa Hanifah Misbach dari Pusat Studi Kebijakan Pendidikan (PSKP).
Narasumber dari kementerian adalah Jeffrey Erlan Muller (Asdep Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan dan Evaluasi Pelayanan Publik, Kemenpan & RB), Dr. Nida Rohmawati (Kasubdit Neonatal dan Maternal, Kemenkes), Abdul Mukti (Kepala Seksi Penilaian Direktorat Sekolah Dasar, Kemendikbud), Drg. Donimikus Minggu Mere (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT), Hilda Nusi (Dirjen Bangda Kemendagri) dan Prof. Irfan Ridwan Maksum (Akademisi UI sebagai panelis). Sesi ini dimoderatori oleh Ifa Hanifah Misbach dari Pusat Studi Kebijakan Pendidikan (PSKP).
Sebelum para narasumber memaparkan masing-masing presentasinya, terlebih dahulu Bapak Ahmad Zaki Fahmi dan Ibu Karrie McLaughlin dari Program MELAYANI menjelaskan beberapa catatan yang diamati selama implimentasi program MELAYANI di daerah.
Pemerintah daerah cukup bisa mengidentifikasi masalah di daerahnya, namun siklus kerja pemerintah daerah belum cukup membuka ruang baik di sisi ketersediaan SDM maupun waktu untuk menggali akar masalah dan menemukan solusi yang dapat menjawab permasalahan yang dihadapi daerah. Beberapa Pemda cukup kreatif untuk merancang program lokal, seperti SAGASIH di Bojonegoro, namun masih sering PEMDA hanya mengimplementasikan program pusat tanpa adaptasi local. Salah satu nilai tambah MELAYANI adalah mendampingi Pemda untuk melakukan analisis sendiri, sehingga Pemda merasa memiliki atas hasil analisis dan solusi dapat lebih cocok dengan situasi setempat. Analisis yang dilakukan membuka ruang untuk melihat praktek baik yang sudah ada di daerah (Positive Deviant). Instansi sektoral, seperti Dinas Kesehatan mengalami kesulitan untuk mengatasi kendala keberhasilan program yang berasal dari proses administrasi dan manajemen daerah, seperti sistem mutasi pegawai atau sistem administrasi anggaran, sehingga akhirnya menganggap kendala manajemen sebagai given. Pemecahan masalah layanan dasar seringkali memerlukan tim multi-sektoral, namun saat ini anggotanya saja yang multi-sektoral tetapi pimpinannya pun seharusnya berasal dari instansi multi-sectoral. Idealnya ada instansi di daerah yang dapat berfungsi sebagai integrator. Jika kondisi ideal ini tidak tercapai, lebih penting untuk segera memulai daripada menunggu terbentuknya tim yang ideal. Form Follow Functions. Banyak data dikumpulkan tetapi lebih untuk keperluan pelaporan ke atas dan belum cukup digunakan untuk keperluan memecahkan masalah yang dihadapi. Pengalaman MELAYANI menunjukkan bahwa banyak data yang bisa dimanfaatkan untuk memahami masalah/situasi lokal. Kesulitan untuk bekerja multi-sektoral di tingkat Kabupaten menyebabkan perlunya dorongan dari agen eksternal (dalam kasus MELAYANI, pendamping program), peran ini dapat saja diambil oleh pemerintah pusat atau provinsi.
Dua “Ide Besar” untuk aplikasi pendekatan problem solving dalam proses kerja pemerintah adalah selain dari mengimplementasikan program Vertikal, K/L dan pemerintah provinsi memobilisasi “Tim Pemecahan Masalah” ke daerah-daerah prioritas dan masukkan proses penguraian masalah/analisa situasi/diagnostic ke dalam siklus kerja tahunan pemerintah daerah, misalnya dalam penyusunan RENJA SKPD.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Ibu Dr. Nida Rohmawati selaku Kasubdit Neonatal dan Maternal, Kementerian Kesehatan RI. Sejak tahun 2003 sudah ada Health Strengthening Program USAID, program ini juga untuk menyelesaikan permasalahn daerah. Pada tahun 2004 melaksanakan training of trainer (ToT) untuk melatih fasilitator daerah di enam kabupaten dampingan yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Banten dan Sulawesi Selatan. Fasilitator disiapkan dari daerah bukan dari pusat agar daerah menjadi lebih kuat dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Program ini terus bergulir sampai saat ini di daerah-daerah dampingan. Modul yang telah disiapkan masih dipergukan dalam melaksanakan program pencegahan kematian Ibu dan Anak. Untuk memperkuat implimentasinya di tingkat daerah disiapkan peraturan daerah (Perda) atau peraturan bupati/walikota (Perbup/Perwal). Dalam proses penyelesaian masalah semua pihak dilibatkan, mulai dari dinas kesehatan, dinas terkait lainnya, LSM, Media dan DPRD.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Bapak Jeffrey Erlan Muller selaku Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan dan Evaluasi Pelayanan Publik, Kemenpan & RB, dalam paparannya disampaikan perlu adanya reformasi birokrasi baik pada kelembagaan, kinerja dan juga pada mental pelaksananya. Paling penting adalah perubahan pola fikir dan budaya kerja kita. Tantangan paling berat adalah bagaimana memperbaiki mental aparatur kita atau pemerintah kita. Harus adanya pendekatan-pendekatan kognitif sehingga prosesnya dapat terukur dan dapat merubah pola pikir dan etos kerja para aparatur. Ini hal yang paling penting saat ini diperhatikan.
Pemaparan materi dilanjutkan oleh Bapak Drg. Donimikus Minggu Mere, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam mendampingi kabupaten/kota pernah ada program penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Untuk implimentasi program ini diperkuat oleh Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2009. Amanah dari Pergub tersebut semua ibu hamil harus melahirkan di fasilitas kesehatan. Dalam pelaksanaan pergub ini perlu adanya komitmen baik dari pemerintah provinsi maupun Kabupaten/kota. Dalam hal penanganan stunting, tidak bias dilakukan sendiri oleh Dinas Kesehatan karena 70% dari intervensi sensitive itu berada pada lintas sektor. Jika kepemimpinan yang kuat baik di level provinsi maupun kabupaten akan mampu menjabarkan masalah-masalah yang mangakibatkan terjadinya stunting baik pada sisi intervensi spesifik maupun intervensi sensitive.
Pemaparan selanjutnya disampaikan oleh Bapak Prof. Irfan Ridwan Maksum dari Akademisi UI, dalam presentasinya disampaikan program yang telah dilaksanakan harapannya bias dilanjutkan oleh pemerintah daerah. Daerah mampu melahirkan inovasi-inovasi dan dapat direplikasi untuk daerah-daerah yang lainnya. Untuk mencapai harapan itu perlu dua jalan besar yaitu pertama sekali adalah struktur dan kedua kultur. Jika dilihat waktu pendampingan hanya dilakukan selalu satu setengah tahun, untuk melakukan perubahan kultur agak sulit. Factor leadership sangat berpengaruh pada keberlanjutkan program, jika leadershipnya baik pasti program-program yang baik akan dilanjutkan, begitu juga sebaliknya. Dalam hal mengintegrasikan penyelesaian persoalan, kepala daerah harus mengawal proses ini, jika tidak akan sangat sulit melibatkan lintas sektoral.
Ibu Hilda Nusi dari Dirjen Bangda Kemendagri manutup sesi pemaparan materi pada sesi Kemungkinan Integrasi pendekatan “Adaptive problem solving” dalam proses kerja pemerintah daerah untuk memecahkan masalah-masalah layanan dasar. Pada pemaparannya Ibu Hilda menyampaikan dalam hal perencanaan daerah Kementerian Dalam Negeri hanya mengevaluasi dokumen perencanaan dan penganggaran daerah pada saat telah menjadi rancangan peraturan daerah (Perda). Khusus untuk provinsi yang melaksanakan Pilkada, Kemendagri meminta kajian teknokratik itu harus sudah dibahas, namun banyak daerah yang tidak singkron antara pelaksanaan kegiatan dengan rencana awal, padahal semua sudah diminta untuk menyiapkan terlebih dahulu. Jika kita lihat dokumen perencanaan daerah, di banyak daerah belum mampu mengsinkronkan antara permasalah yang dihadapi daerah dengan program atau kegiatan yang dimasukan ke dalam perda APBD. Salah satu contoh, tingkat kelulusan di suatu provinsi mencapai 100%, namun ketersedian atau kulitas guru hanya 80%, seharunya pada BAB IV ada kegiatan untuk peningkatan kapasitas guru atau pengadaan guru, namun kegiatan itu tidak ada di dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah. Pendekatan yang dilakukan MELAYANI baiknya dilakukan oleh OPD-OPD di daerah pada saat proses perencanaan dan penganggaran daerah.
Pada sesi akhir diskusi panel ini, Ibu Ifa Hanifah Misbach meminta tanggapan kepada Kepala BAPPEDA Kabupaten Belu terkait proses perencanaan dan penganggaran daerah, dalam uraiannya Bapak Frans Manafe mengatakan dalam menyusun perencanaan daerah dengan melibatkan setiap desa, setiap sektor, setiap bidang. Di Kabupaten Belu sektor pendidikan dan kesehatan merupakan program prioritas pembangunan.
Kegiatan Lokakarya Akhir Kegiatan MELAYANI ini ditutup secara resmi oleh Kathy Whimp, Lead Public Sector Management Specialist, World Bank Jakarta. Dalam closing statementnya Kathy mengatakan dalam diskusi hari ini banyak pembelajaran yang dapat diambil untuk diterapkan di masing-masing daerah. Ucapan terima kasih Ibu Kathy kepada seluruh peserta yang telah berhadir pada acara ini, terutama yang dating dari jauh, Bapak Billy (Bupati Belu) dan Tim Belu, tim Kubu Raya dan Tim Bojonegoro. Secara khusus juga mengucapkan terima kasih banyak kepada kementerian dan lembaga dari pusat.
Semoga saja metodelogi yang diperkenalkan oleh Program MELAYANI dapat diterapkan pada isu lain atau daerah lainnya. Kami juga sangat tertarik mendengar tantangan yang dihadapi oleh Bapak/Ibu di lapangan dan juga cerita sukses yang berhasil dilaksanakan dengan menggunakan metodelogi ini. Kepada kementarian dan lembaga di pusat World Bank akan menindak lanjuti hal ini, mungkin tidak secara khusus Program MELAYANI, namun bagaimana daerah dapat menyelesaiakan masalahnya dengan baik di masa akan datang.
Foto bersama pemerintah daerah kabupaten Belu, Bojonegoro dan Kubu Raya serta tim WB dan BaKTI menandai berakhirnya pelaksanaan Program MELAYANI di kabupaten masing-masing
- Log in to post comments