BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Satu Aliran Sungai Satu Sinergi Perencanaan di Kampung Waroser

Dalam bahasa Biak, Waroser dimaknai sebagai sungai yang mempunyai satu aliran. Seperti itu pula spirit perencanaan, menyatu sebagai sinergi antara kampung dengan unit layanan dasar yakni kesehatan dan pendidikan.

 Jalanan beraspal. Berbagai kendaraan lalu lalang. Sejak dulu kampung yang terletak di perlintasan utama Kabupaten Manokwari Selatan ini terkenal ramai. Kampung tertua kedua di Distrik Oransbari itu merupakan bekas perkampungan pekerja perusahaan kayu (Houtbedrijf) di era 1957. Di sini bahkan masih berdiri dua rumah barak peninggalannya, atau dikenal dengan nama Houtbedrijf Basecamp.

 Cikal bakal kampung ini memang tidak terlepas dari berdirinya perusahaan asal Belanda itu. Sebagian besar pekerja yang berasal dari suku Wondama, seperti masyarakat Rumberpon, Roswar, Roon, Windesi, Wasior, Miey, Ambumi dan Rasiei, menetap dan beranak pinak membentuk perkampungan yang kemudian dikenal dengan nama Kampung Waroser.

 Sebagai ibukota distrik, kampung Waroser memiliki posisi strategis. Balai kampung berdiri berseberangan dengan kantor distrik. Sementara tepat di sebelah kanannya terdapat Puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan bagi warga. Begitu pula layanan pendidikan, TK Pertiwi dan SD YPK Ora et Labora juga berada tak jauh dari kampung ini.

 Pagi itu balai Kampung Waroser tampak ramai. Sejak pukul 08.00 satu per satu orang berdatangan memasuki aula. Mereka adalah masyarakat kampung Waroser yang terdiri dari aparat kampung, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, dan tokoh pemuda. Hadir pula para pegawai Puskesmas Distrik Oransbari, yakni Kepala Puskesmas dan beberapa staf sebagai penyedia unit layanan kesehatan, juga para pemangku kepentingan unit layanan pendidikan dasar di Kampung Waroser, yang terdiri dari Kepala Sekolah dan guru SD YPK Ora et Labora, ketua komite sekolah, Guru TK Pertiwi, dan Pengawas Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Manokwari Selatan. Selama lima hari (2-6 Desember 2019) mereka mengukir sejarah dimulainya sinergi perencanan antara kampung dan unit layanan dasar.

 Pelatihan sinergi perencanan tersebut dikemas dalam bentuk learning by doing. Semua pihak dalam kegiatan ini adalah komponen yang benar-benar terlibat dan menjadi bagian dalam perencanaan kampung, puskesmas, dan sekolah. Begitu pula data sebagai komponen utama dalam perencanaan. Kampung Waroser sudah memiliki Sistem Administrasi dan Informasi Kampung (SAIK) yang dapat diakses melalui website kampung (www.waroser.com). SAIK menjadi jantung dalam menyusun sinergi perencanaan berbasis data.

 Melalui kegiatan sinergi perencanaan ini akan lahir draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RKPK) dan Rencana Kerja Pembangunan Kampung (RKPK) Waroser; Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) Puskesmas Distrik Oransbari; dan Rencana Kerja Sekolah (RKS), Rencana Kegiatan Tahunan (RKT), dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) SD YPK Ora et Labora. Semua dokumen perencanaan tersebut akan menjadi acuan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan di Kampung Waroser, dan kegiatan pemenuhan layanan dasar yang akan diberikan oleh Puskesmas dan Sekolah untuk warga Waroser pada tahun 2020.

 Kegiatan ini dipandu oleh tim fasilitator lokal Kabupaten Manokwari Selatan. Mereka adalah fasilitator yang sudah disiapkan tim Landasan melalui kegiatan Training of Trainer Sinergi Perencanaan pada awal November lalu. Total terdapat 6 fasilitator untuk semua kelompok perencanaan. Perencanaan Kampung difasilitasi oleh I Gde Wisnu Wardhana (Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung), Jakobus Ramar (Kepala Distrik Oransbari), dan Yeri Pulungan (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah). Perencanaan Sekolah difasilitasi oleh Derek Tapilatu dan Saida Barawati dari Dinas Pendidikan. Sementara Perencanaan Puskesmas difasilitasi oleh Natalia Wijayanti Mambraku dari Dinas Kesehatan.

 Sebelum mengikuti kelas perencanaan sesuai dengan sektor masing-masing, peserta terlebih dahulu mendapat pengantar tentang arah kebijakan perencanaan pembangunan dan pentingnya membangun sinergi perencanan antara kampung dan layanan dasar.

 Selanjutnya peserta terfokus di sektor masing-masing untuk melakukan pengkajian data dan identifikasi masalah. Hasil temuan-temuan tersebut lalu dibawa ke musyawarah kampung untuk divalidasi dan disepakati secara bersama.

 

Musyawarah Kajian Kampung

Menyepakati Masalah Secara Bersama

Proses penting dalam sinergi perencanaan layanan dasar ada pada tahap pengkajian masalah pendidikan dan kesehatan di kampung yang dilakukan oleh Puskesmas dan Sekolah. Pada tahap ini sekaligus merupakan validasi dan untuk mengetahui harapan dari masyarakat.

 Dalam forum musyarawah kajian kampung, pihak sekolah dan puskesma diundang untuk melakukan presentasi hasil temuan mereka. Proses ini berlangsung sangat menarik. Peserta terlibat aktif dalam proses diskusi.

 Terdapat dua temuan masalah yang disampaikan oleh tim penyusun perencanaan sekolah SD YPK 12 Ora et Labora. Pertama, adanya 25 anak Kampung Waroser yang belum lancar membaca, menulis, dan berhitung (10 siswa kelas I, 6 siswa kelas II, 2 siswa kelas III, 4 isswa kelas IV, dan 3 siswa kelas V). “Ini kenyataan yang ada di lapangan Bapak dan Ibu, ada 25 anak kampung Waroser di SD YPK 12 Oransbari yang belum lancar baca, tulis dan hitung,” ungkap Kepala Sekolah, Herny Tangdilintin.

Herny kemudian memaparkan penyebab yang berhasil diidentifikasi antara lain siswa jarang masuk sekolah, sering bolos, kurangnya perhatian orang tua di rumah, dan kurangnya kerjasama antara sekolah dan orang tua. “Biasanya anak-anak lepas begitu saja pagi, tidak ada persiapan, tidak sarapan di rumah, juga tidak di kontrol saat pulang sekolah, selain itu kami masih  menemukan siswa sering ikut ke kebun, ke pasar dan ke kota, apalagi kalau musim buah, betul to, Bapak dan Ibu?”

 Sontak peserta menjawab, “Betul!”

 Menurut Herny, gangguan dari lingkungan juga menjadi penyebab kurang konsentrasinya siswa dalam mengikuti pelajaran. “Kalau ada sound besar-besar dari luar, biar di kelas tapi mata ada di sana. Kemudian main bola, sehingga lupa ke sekolah dan lain sebagainya, anak-anak juga sering ikut orang tua ke kampung, ijin sampai berbulan-bulan ke gunung, nanti ulangan semester baru dia pelan-plean datang.”

 Menghadapi masalah ini, pihak sekolah mencoba untuk mengajak orang tua untuk membicarakan masalah anak-anak mereka namun sebagian besar acuh. Sekolah juga sudah berusaha memberikan tambahan jam pelajaran khusus. Bahkan, rapat ketua Komite untuk menegaskan orang tua agar siswa rajin ke sekolah juga sudah dilakukan. “Kami juga selalu memotivasi siswa agar rajin belajar,” tandasnya.

 Masalah kedua adalah jumlah buku pelajaran yang belum sesuai dengan jumlah siswa. Dana bos tidak mencukupi membeli buku untuk keseluruhan siswa. Sekolah hanya membeli 3 buah buku per kelas karena alokasi dana bos hanya 20% dari penerimaan. “Jumlah siswa dari Waroser sebanyak 84 siswa, harga buku per siswa Rp240.000/tahun, total membutuhkan 43.920.000 dan sekolah hanya mampu maksimal 20juta pertahun,” Herny menjelaskan.

 Temuan yang disampaikan pihak sekolah itu cukup menyita perhatian peserta musyawarah. “Menurut saya anak-anak yang tidak bisa baca jangan kasih naik kelas, kasihan dia mau kerjakan apa di sekolah, dan orang tua harus mengerti jangan sampai demo, sebelum raport diberikan diberi peringatan, anak ini tidak bisa baca jadi tidak akan naik kelas,” usul Erlita, staf Puskesmas Oransbari.

 Kepala Sekolah pun meluruskan bahwa upaya tersebut sudah pernah dilakukan namun pihaknya kerap mendapat ancaman. “Ada satu hal yang harus Bapak dan Ibu pahami kenapa anak harus dinaikkan meski tidak tahu membaca, kami cari aman, kami di sekolah ini manusia kalau diancam kami harus cari pembelaan diri, kami sudah undang orang tua yang anaknya calon pertahanan, kami sudah lakukan itu supaya jangan ada konflik dari luar, nyatanya ada orang tua yang tidak senang, tidak sepakat, pernah teman saya datang dilempar sepatu di depan rumah, ada orang tua yang datang berontak, mau bongkar sekolah, mau kasih gugur kaca, itu hal yang kami alami di sekolah.”

 Mendengar itu semua, Kepala Kampung Waroser, Samuel Waromi mengatakan bahwa musyawarah ini baik. Beberapa kali kampung mengundang sekolah namun tidak pernah mendapat usulan seperti ini. Baginya, masalah pendidikan dan kesehatan adalah bagian dari visi misinya maka temuan ini akan dia perhatikan dengan baik.

 Ia pun menghimbau warganya untuk lebih memperhatikan anak-anaknya. “Kami sangat menyesal ada 25 anak tidak tahu baca, sebenarnya itu kembali ke orang tua, yang saya hadapi itu anak pulang sekolah diberi makan selesai pakai pakaian langsung keluar, tidak bertanya ada pekejaan apa atau periksa dia punya pelajaran.”

 Mengenai kekuarangan buku, sebenarnya pihak sekolah sudah memberikan beasiswa untuk murid-murid di kampung Waroser. Meski demikian Waromi berjanji akan membantu menyelesaikan masalah tersebut. “Kami akan tanggung jawab dari kampung,” ungkapnya.

 Pada kesempatan tersebut muncul juga usulan untuk membuat peraturan kampung yang memuat tentang sanksi terhadap orang tua yang mendapati anak tidak sekolah dan tidak belajar. “Kalau kita perketat dengan peraturan di tingkat kampung disamping uang untuk beli buku dan lainnya tapi anak juga punya kemamuan.”

 Begitu juga persoalan pembelian buku, peserta mengusulkan agar orang tua rajin menabung di koperasi. “Saya Cuma sambung saja, memang betul untuk mengatasi beli buku, koperasi ada simpanan uang, saya dulu anak juga sekolah di YPK, saya punya simpanan uang, memang betul jajan itu terlalu banyak, kenapa tidak ditabung.”

 Melalui musyawarah kampung, banyak pihak yang mulai terbuka. Ada masalah penting menyangkut pendidikan anak-anak di Kampung Waroser yang menuntut peran masing-masing untuk bersama-sama mengatasinya.

 Hal yang sama juga terjadi untuk masalah kesehatan. Dalam pemaparan Kepala Puskesmas, terdapat 11 masalah kesehatan di Kampung Waroser yang berhasil diidentifikasi. Dari 11 temuan tersebut, tim perencanaan puskesmas menetapkan hanya tujuh permasalahan yang masuk prioritas dan disampaikan ke dalam forum kajian kampung.

 Ketujuh permasalahan tersebut antara lain adanya kasus kematian K4 pada Januari 2019; adanya kasus penderita diare; tingginya kasus malaria yakni 6 kasus pada Juli 2019; kasus penyakit tidak menular hipertensi sebanyak 12 orang, kolesterol sebanyak dua orang, dan diabetes 4 orang; masalah kepatuhan minum obat bagi penderita HIV; gizi buruk yang dialami 3 balita; dan rendahnya capaian IKU KIA yakni 33% dari target 100%.

 Masalah-masalah di atas cukup banyak diketahui masyarakat. Beberapa kegiatan di Kampung Waroser bahkan sudah menyasar permasalahan tersebut, misalnya pemberian makanan tambahan, pos pembinaan terpadu penyakit tidak menular (Posbind PTM) melalui peran-peran kader Posyandu Kampung Waroser.

 Hal yang menarik adalah ketika sektor pendidikan mulai menginginkan adanya kolaborasi dengan puskesmas. Anthony Palapessy, Ketua Komite Sekolah mengungkapkan bahwa ada kebutuhan fogging di sekolah karena anak-anak rawan terjangkit malaria. Selain itu, ia juga mengungkapkan perlunya petugas kesehatan datang ke sekolah untuk memeriksa kondisi kesehatan anak-anak. Tak kalah penting adalah terkait dengan kebutuhan gizi anak. Anthon berharap pihak kesehatan bisa membantu mewujudkan adanya kantin sehat di SD YPK Ora et Labora Oransbari.

 Setelah proses kajian ini, masing-masing pihak akan kembali menganalisis dan menyusun kegiatan untuk menyelesaikan masalah yang sudah mereka validasi. Setelah tersusun, semua pihak akan kembali bertemu dan menyampaikan dan menyepakati hasil hasil usulan kegiatan tersebut.

Beberapa usulan yang berhasil disepakati di antaranya pemberian les kepada anak Kampung Waroser yang belum lancer membaca, menulis, dan berhitung. Pada saat menyampaikan usulan kegiatan, tercetus inisiatif pemuda Waroser untuk turut ambil bagian dalam masalah tersebut. Melalui kegiatan pemberdayaan, mereka ingin membantu memberikan les membaca, menulis, dan berhitung. Mengenai kekurangan buku, pemerintah kampung memasukkan anggaran untuk membantu pembelian buku tersebut. Kampung juga menyisihkan anggaran untuk melakukan sosialisasi kepada orang tua siswa tentang pentingnya pendidikan.

Sementara usulan kegiatan untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dilakukan kampung adalah pemberian makanan tambahan bagi balita gizi buruk dan balita Posyandu, dukungan penyelenggaraan Posbindu PTM, pemberian insentif kader, pembangunan MCK, dan beberapa kegiatan sosialisasi. 

Lahirnya RPJMK Waroser

“Apa itu perencanaan?” lontar Pak Dede, sapaan akrab I Gde Wisnu Wardhana, salah satu fasiliator dari DPMK Manokwari Selatan, mengawali kelas di sektor kampung. Pertanyaan sederhana itu menjadi pemantik pengenalan pentingnya RPJMK dan bagaimana tahapan menyusunnya.

Bagi peserta, RPJMK sudah akrab ditelinga. Namun tidak ada yang tahu bagaimana dokumen tersebut disusun. Kampung yang dikepalai oleh Samuel Waromi ini memang belum memiliki RPJMK sejak masa pemerintahannya pada 2017. Perjalanan kepemimpinannya selama tiga tahun ini dilalui dengan perencanaan tahunan tanpa arah, sekadar memenuhi usulan peserta musyawarah.

 Kasus tidak adanya RPJMK ini bukan rahasia. Menurut penuturan Waromi, semua kampung di kabupaten ini tidak memiliki dokumen RPJMK. Dan ini bukanlah penghambat, namun justru pemicu bagi mereka untuk dapat menyusun dokumen perencanan itu secara mandiri.

 Mula-mula, peserta diajak memahami tentang RPJMK. Kemudian peserta diajak mengenal tahapan dalam menyusunnya. Mulai dari visi misi Kepala Kampung, dokumen RPJMK harus dibuat paling lambat tiga bulan setelah pelantikan.

 Meski pemerintahan Kepala Kampung sudah berjalan tiga tahun, namun belum terlambat untuk memulai hal yang baik. RPJM Kampung Waroser tetap mengacu pada tahun dimulainya pemerintahan Waromi, yakni pada 2017-2022. Untuk mengisi kekosongan pada tahun sebelumnya, Tim 11 sepakat menggunakan data-data APBK yang sudah ada untuk dimasukkan dalam dokumen RPJMK. Setelah tersusunnya draft RPJM Kampung Warasie periode 2017-2022, tim penyusun mulai merancang RKPK untuk tahun 2020.

 Draft RKPK Kampung Waroser memang belum sempurna, masih ada proses yang harus mereka jalankan pasca kegiatan ini, terutama karena belum adanya pagu indikatif mengenai nominal dana kampung untuk tahun 2020. Jika menggunakan perkiraan, maka dapat dilihat gambaran rekapitulasi alokasi anggaran kampung untuk layanan dasar dari tahun ke tahun (lihat diagram).

 Tim 11 berkomitmen untuk menyelesaikan RPJMK sampai bulan Maret 2020. Selama proses itu pendampingan akan tetap dilakukan oleh fasilitator lokal dan tim Landasan. Mereka bahkan sepakat untuk mengadakan pertemuan ulang dengan pihak Puskesmas dan Sekolah jika dibutuhkan. Begitu juga Puskesmas dan Sekolah juga akan segera menyempurnakan draft perencanaan mereka.

 Langkah Kecil Menuju Perubahan

Bagi mereka proses ini adalah baru.  Seperti yang diungkapkan Herny Tangdilintin, Kepala SD YPK 12 Ora et Labora, bahwa proses perencanaan menggunakan rapor mutu ini adalah hal baru untuknya. “Rapor mutu dibahas tapi tidak menggali gagasan sendiri, kami biasanya menggunakan aplikasi,” ungkapnya. Dengan adanya pelatihan ini sekolah harus mulai membiasakan proses tersebut karena perencanaan yang benar harus dibangun berdasarkan data.

Adanya forum pengkajian masalah bersama di kampung yang melibatkan Puskesmas dan Pendidikan juga menjadi hal baru, menurut mereka keterbukaan akan membuat semua pihak sama-sama mengerti. “Saya hanya terlibat komunikasi dengan orang tua melalui komite, saya belum pernah dilibatkan di Musrenbang, kalau ada kerjasama dengan kampung begini jadinya ada jalan keluar, biasanya kami pikirkan sendiri, ternyata kalau kami terbuka mereka juga terbuka, jadinya sama-sama mengerti,” ungkap Herny.

 Giman, Kepala Puskesmas Oransbari pun senang dengan proses ini. “Saya sangat senang sekali dengan kegiatan seperti ini, khususnya di Puskesmas, kami baru tahu di kampung sudah bisa menyusun RPJMK,” tukasnya. Meski selama ini pihak puskesmas sudah sering dilibatkan dalam musyawarah kampung melalui bidan dan kader, namun tidak terbuka seperti ini. Biasanya mereka langsung menyampaikan usulan.

Sekretaris Tim 11, Matius Yawan mengaku bahwa kegiatan ini dapat membuka wawasan. “Kegiatan ini dampaknya sangat bagus sekali, selama ini kami kerja seperti buta-buta, belum ada RPJMK, kita tidak punya acuan, makanya kalau ada ini bisa membuka torang punya wawasan, ke depan kalau bikin begini caranya, jangan torang asal-asalan tidak terarah.”

 Provincial Manager Landasan Papua Barat, Ottow G. Sineri, dalam sambutan penutupnya mengungkapkan bahwa ini adalah sebuah proses untuk meletakkan perubahan. Ia berharap proses seperti ini akan terus dilanjutkan. “Kepala kampung dan aparatnya tidak bisa melakukan ini sendiri begitu pula kepala distriknya, kalau masyarakat tetap malas tahu. Saya berharap ini terjadi satu kali ini saja, tapi terjadi etrus, dan tim 11 juga membantu kepala kampung untuk mendorong proses seperti ini bisa terjadi lagi di tahun depan.”

Ia juga berpesan tentang perlunya proses penyadaran di masyarakat. “Saya ingin berpesan kepada Bapak Ibu di Dinas Kesehatan dan Pendidikan, kalau ada proses begini ke depan ketika berbicara tentang aspek kesehatan kita tidak berbicara soal nilai uangnya tetapi yang paling penting adalah uang ini untuk apa, penjalasan ini harus ada di kampung supaya Kepala Kampung dan masyarakat paham. Proses penyaradan ini harus ada di masyarakat. Mudah-muduhan ke depan bisa berjalan lebih baik.”

Kepala kampung tidak henti-hentinya mengucapkan terimakasih dan bersyukur atas kesempatan yang diberikan untuk kampungnya. “Saya dari bulan lalu sudah ingin mengajak untuk membuat RPJM sebelum Muskam, dan ternyata ini jalan Tuhan, Tuhan mengutus hambanya untuk mengajarkan kepada kami di kampung Waroser, kami mengucapkan terimakasih.”

Dalam penutupnya, Kepala Distrik Oransbari, Jacobus Ramar, menyampaikan bahwa untuk mencapai sesuatu yang baik butuh perjuangan dan pegorbanan. “Ini merupakan langkah awal menuju perubahan agar bisa mandiri ke depan.”

 

 Penulis : Nyur Yawati

Knowledge Management Officer LANDASAN II Papua Barat