Pendidikan Tinggi Berjibaku dengan Anggaran
Pendidikan tinggi yang menghasilkan sumber daya manusia bermutu dibutuhkan bangsa. Hal ini perlu dukungan anggaran.
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan tinggi berperan strategis menghasilkan sumber daya manusia unggul yang siap memasuki dunia kerja. Namun, pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi rendahnya alokasi anggaran dari pemerintah.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nizam, di Jakarta, Rabu (17/1/2024), mengatakan, anggaran untuk memajukan pendidikan tinggi jauh dari kebutuhan untuk meningkatkan mutu ataupun riset dan inovasi.
”Saat ini anggaran baru mencukupi 28 persen dari kebutuhan operasional standar minimum perguruan tinggi negeri kita. Untuk bisa mengejar masuk ke peringkat 100 besar dunia, setidaknya kita perlu meningkatkan pendanaan pendidikan tinggi 1,5 kali lipat dari saat ini,” papar Nizam.
Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Konvensi XXIX dan Temu Tahunan XXV Forum Rektor Indonesia pekan ini menekankan optimalisasi pembiayaan pendidikan dan riset.
Optimalisasi ini termasuk untuk meningkatkan rasio penduduk berpendidikan magister (S-2) dan doktoral (S-3) terhadap populasi produktif. Saat ini, rasio penduduk berpendidikan S-2 dan S-3 terhadap populasi produktif di Indonesia cukup rendah, yaitu di angka 0,45 persen.
Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Selasa (16/1/2024), menyampaikan rencana pemerintah menghentikan sementara alokasi anggaran untuk beasiswa lembaga pengelola dana pendidikan (LPDP) karena sudah hampir mencapai Rp 150 triliun.
Untuk bisa mengejar masuk ke peringkat 100 besar dunia, setidaknya kita perlu meningkatkan pendanaan pendidikan tinggi 1,5 kali lipat dari saat ini.
Dana yang dikelola LPDP merupakan dana abadi pendidikan yang dialokasikan setiap tahun dari alokasi anggaran fungsi pendidikan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Anggaran Diktiristek tahun 2024 sekitar Rp 33,6 triliun, tetapi itu termasuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP) atau dana masyarakat sekitar Rp 7 triliun. Sebagian besar anggaran Diktiristek adalah belanja pegawai.
Pemerintah juga mengalokasikan dana abadi perguruan tinggi yang dikelola LPDP senilai Rp 7 triliun. Hasil pengelolaan dana abadi perguruan tinggi (PT) saat ini digunakan untuk mengakselerasi universitas kelas dunia (world class university/WCU).
Hal ini selaras dengan Rencana Strategis (Renstra) Kemendikbudristek periode 2020-2024, bahwa daya saing perguruan tinggi Indonesia dalam kancah global menjadi salah satu indikator pencapaian. Dana abadi PT diberikan pada PTN Badan Hukum sebagai dana padanan atas dana abadi yang berhasil mereka pupuk.
Pascasarjana
Peningkatan anggaran pendidikan tinggi dan riset, lanjut Nizam, dibutuhkan jika ingin memperkuat program pascasarjana di perguruan tinggi. ”Kalau kita akan meningkat jumlah lulusan S-2 dan S-3, dukungan beasiswa dan fasilitas riset sangat diperlukan,” kata Nizam.
Setiap tahun, perguruan tinggi Indonesia menghasilkan 115.000 lulusan S-2 dan 8.900 lulusan S-3. Jumlah prodi S-2/spesialis dan profesi ada sekitar 5.000 prodi. Sementara S-3 hampir 1.000 prodi.
Jumlah mahasiswa S-2/spesialis/profesi sekitar 370.000 orang dan mahasiswa S-3 sekitar 21.000 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk berusia 25-29 tahun dengan total 22,4 juta jiwa, angka partisipasi kasar (APK) S-2/S-3 sekitar 1,8 persen.
Nizam mengutarakan, jika melihat struktur angkatan kerja saat ini, porsi yang berpendidikan S-2/S-3 baru sekitar 0,45 persen. Adapun di negara-negara tetangga ASEAN di angka 2,41 persen.
Jika dilihat dari cohort penduduk usia 30-40 tahun, populasi berpendidikan S-2/S-3 sekitar 0,71 persen. Peningkatan lulusan pascasarjana bisa melalui penyediaan anggaran. Sebab, daya tampung perguruan tinggi untuk menerima S-2/S-3 besar. ”Bisa dua kali dari jumlah mahasiswa S-2/S-3 kita,” kata Nizam.
Saat peluncuran dana abadi PT tahun lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim memaparkan, rata-rata pendanaan tiap PT di Indonesia tertinggal dari negara-negara lain, yakni 2.000 dollar AS per tahun. Besaran ini jauh di bawah India dan Malaysia, yang masing-masing mencapai 3.000 dollar AS dan 7.000 dollar AS per tahun pada 2020.
”Ada kesempatan Indonesia untuk jadi negara super economic power dengan bonus demografi. Pendidikan tinggi dan vokasi punya dampak tercepat membangun SDM unggul. Sebab, anak-anak muda yang keluar dari pendidikan tinggi dan vokasi langsung terjun ke lapangan kerja dan dampaknya dirasakan,” tutur Nadiem.
Editor:
EVY RACHMAWATI
- Log in to post comments