JDIHN dapat menjadi instrumen atau tool bagi segenap lapisan masyarakat, baik akademisi maupun masyarakat umum, jika membutuhkan dokumentasi hukum untuk kepentingan penelitian, seminar, perkulihan, dan sebagainya.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
1 April 2023 14:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS – Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional atau JDIHN akan dibuat lebih masif dengan menjangkau regulasi, baik yang bersifat nasional maupun lokal, hingga peraturan di tingkat desa ataupun adat. Dengan terintegrasinya sumber-sumber hukum dari badan resmi itu, diharapkan masyarakat akan lebih mudah mengakses dokumentasi dan informasi hukum dari sumber tepercaya.
Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Widodo Eka Tjahjana mengungkapkan, JDIHN dapat menjadi instrumen atau tool bagi segenap lapisan masyarakat, baik akademisi maupun masyarakat umum, jika membutuhkan dokumentasi hukum untuk kepentingan penelitian, seminar, perkulihan, dan sebagainya. Mudahnya akses akan informasi hukum tersebut juga membantu para pengambil keputusan untuk mengecek kebenaran dan keabsahan sebuah regulasi yang jauh dari jangkauan, seperti peraturan desa atau keputusan desa.
”Ini salah satu manfaat dan kegunaan sistem jaringan dokumentasi dan informasi hukum di bawah BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional). Dan, kita sedang mendorong JDIH itu masuk ke setiap kelurahan dan desa sehingga keputusan yang dilahirkan dalam bentuk peraturan desa, keputusan desa, keputusan adat, case dan penyelesaiannya juga masuk ke JDIH kita. Itu akan memperkaya khazanah dan referensi hukum nasional kita,” ujar Widodo saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran buku karya dosen-dosen Fakultas Hukum Universitas Jember (FH Unej), yang disiarkan secara daring, Jumat (31/3/2023) sore.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra dan jajaran pimpinan Universitas Jember. Dalam kesempatan tersebut, sembilan buku karya pengajar FH Unej diluncurkan.
JDIHN merupakan situs yang dikelola BPHN yang mengintegrasikan sumber-sumber hukum baik yang ada di pemerintahan. Anggota JDIHN antara lain kementerian, lembaga negara, lembaga pemerintah non-kementerian, provinsi, kabupaten, kota, DPRD provinsi, DPRD kabupaten, DPRD kota, dan perpustakaan hukum. Selain itu, JDIHN juga sudah bekerja sama dengan sejumlah universitas. FH Unej menjadi universitas ke-25 yang sudah terintegrasi dengan JDIHN.
Budaya menulis
Dalam kesempatan tersebut, Saldi Isra mengingatkan pentingnya budaya menulis bagi akademisi, khususnya universitas-universitas yang secara lokasi jauh dari pusat kekuasaan. ”Jika kita tidak memiliki aktivitas yang menjadi perhatian orang di kekuasaan, ya, FH dan kampus-kampus yang jauh itu kemudian akan tetap ketinggalan. Itu motivasi awal dulu kami berupaya agar lahir karya dari kampus-kampus yang jaraknya relatif jauh dari Jakarta,” katanya.
Menurut dia, ada tiga modal seorang sarjana hukum bisa berkembang. Pertama, mampu berbicara baik yang bisa dimengerti masyarakat umum. Kedua, mampu menulis secara baik yang juga bisa dimengerti khalayak umum. Ketiga, mampu menyebarkan ide-ide yang dituliskannya.
”Problem orang hukum itu umumnya jika menulis atau berbicara sesuatu, dia pikir yang membaca orang yang tahu hukum juga. Sehingga kalau orang hukum ngomong, orang di luar hukum belum tentu mengerti. Misalnya menyebut inkracht van gewijsde, niet ontvankelijke verklaard. Apa itu,” ucap Saldi.
Kebiasaan menulis tersebut, lanjutnya, kini juga sudah terjadi di MK. Dalam empat tahun terakhir, MK selalu meluncurkan buku-buku karya hakim dan pegawai hingga berjumlah 100 buku. Saat ini, Saldi dan peneliti MK tengah menyusun sebuah naskah tentang putusan MK untuk diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Editor:
MADINA NUSRAT
- Log in to post comments