Kolaborasi penguatan dan pemberdayaan masyarakat adat dikerjakan bersama kekuatan sosial politik pro-rakyat. Ini dilakukan guna memperkuat kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kebudayaan rakyat yang bermartabat.
Oleh
USEP SETIAWAN
1 April 2023 11:00 WIB
Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) VII di Rejang Lebong, Bengkulu, Minggu (19/3/2023), melahirkan ”Resolusi Rejang Lebong” yang berisi 23 butir. Resolusi ini merupakan aspirasi dari komunitas adat di kampung-kampung se-Indonesia.
Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi menyatakan bahwa resolusi ini miliki arti penting bagi masa depan masyarakat adat. Poin ke satu resolusi ini menyatakan, ”Kami mendesak Presiden dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat yang sesuai dengan aspirasi masyarakat adat.” Tuntutan penting ini sudah berulang kali disampaikan AMAN.
Posisi RUU Masyarakat Adat kini sudah menjadi hak inisiatif DPR untuk dibahas dan ditetapkan pada 2023. Namun, hingga Maret DPR belum mengirimkan RUU tersebut kepada Presiden. DPR diharapkan segera mengirimkan RUU tersebut kepada Presiden supaya cukup waktu untuk membahas dan merumuskan RUU ini, selaras tuntutan dan kebutuhan masyarakat adat.
Sementara itu, Presiden Jokowi pada 22 Februari 2023 menyerahkan surat keputusan (SK) pengakuan hutan adat. Presiden menyerahkan 514 SK Perhutanan Sosial, 19 SK Hutan Adat, dan 46 SK Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) di Wisata Hutan Bambu, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Presiden berpesan agar lahan yang telah diberikan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan harus produktif dan jangan ditelantarkan.
Para pendukung masyarakat adat mendorong percepatan dan perluasan penetapan hutan adat sebagai bagian dari wilayah adatnya. Berdasarkan informasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), capaian program perhutanan sosial hingga akhir 2022 seluas 5.318.376,20 hektar (ha) dari target nasional 12,7 juta ha. Di antara capaian tersebut, penetapan hutan adat seluas 1.241.066,01 ha. Rinciannya, yang ditetapkan sekitar 148.488 ha bagi 105 komunitas masyarakat adat dan indikatif hutan adat seluas sekitar 988.393 ha dari 50 usulan (2022).
Permudah dan percepat
Pemerintah bahu-membahu dalam membenahi peraturan perundang-undangan untuk mempermudah dan mempercepat pengakuan hak-hak masyarakat adat. Rancangan Peraturan Presiden Perhutanan Sosial yang tengah disiapkan perlu segera dituntaskan. Diperlukan penguatan program, kegiatan, dan anggaran penguatan eksistensi masyarakat adat.
Presiden meminta kementerian/lembaga bersinergi dan menghentikan ego-sektoralisme. Arahan ini penting dijalankan bersama dengan memperbanyak pengakuan hutan adat dan tanah adat sebagai bagian wilayah adat.
Pendamping masyarakat mendorong penguatan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah guna menghadirkan syarat pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya. Peran pendamping penting guna membantu menyiapkan data obyek dan subyek lengkap dan akurat. Bantu masyarakat dalam penyiapan informasi sosial ekonomi dan peta wilayah adat untuk diproses pemerintah.
Pendamping masyarakat mendorong penguatan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah guna menghadirkan syarat pengakuan masyarakat adat dan wilayahnya.
Masyarakat adat sebagai subyek utama harus melanjutkan dan meningkatkan perjuangan. Mendapatkan SK pengakuan hutan adat jadi pintu masuk pemberdayaan ekonomi, budaya, politik, dan ekologi masyarakat. Peran aktif masyarakat yang kuat, solid, dan terpercaya diperlukan.
Tahun 2023 ini kita memasuki tahun politik. Sejumlah agenda politik praktis Pemilu 2024 perlu diantisipasi supaya tidak mengganjal percepatan penetapan hutan adat. Politik praktis dapat memengaruhi pelaksanaan agenda-agenda strategis, seperti reforma agraria dan perhutanan sosial. Semua pihak harus tetap fokus mengurus agenda-agenda strategis kebangsaan dan kerakyatan. Memperkuat kedaulatan dan keberdayaan masyarakat adat, jangan mengendur.
Pemberdayaan masyarakat setelah SK Hutan Adat dan SK Perhutanan Sosial lainnya telah menjadi agenda prioritas pemerintah. Konsolidasi lintas kementerian/lembaga/dinas (K/L/D) dalam penyusunan rencana kerja pemberdayaan masyarakat dalam reforma agraria dan perhutanan sosial dilakukan agar program, kegiatan, dan anggaran lintas K/L/D diarahkan ke lokasi-lokasi tersebut.
Langkah penting
Agar penguatan dan pemberdayaan masyarakat adat berjalan baik, dianjurkan beberapa langkah berikut. Pertama, masyarakat adat berkonsolidasi dan mengembangkan kemampuan bekerja bersama membangun ekonomi rakyat. Kemandirian ekonomi menjadi tujuan bersama dari komunitas dengan mengembangkan pertanian pangan rakyat untuk kedaulatan pangan.
Kedua, pendamping membantu dan mendampingi masyarakat adat dalam merevitalisasi nilai-nilai adat dan budayanya. Semangat gotong royong diperkuat. Budaya kerja bersama diperkuat sebagai salah satu identitas budaya bangsa yang bermartabat dalam segi kebudayaan.
Ketiga, perlu dikembangkan kesadaran bersama di bidang politik. Berdaulat dalam politik kebangsaan hendaknya diwujudkan dalam pikiran, sikap, dan tindakan warga. Kedaulatan politik rakyat bisa ditempuh dengan adanya utusan dalam kontestasi politik 2024. Konstitusi kita menggariskan kedaulatan di tangan rakyat.
Keempat, didorong identifikasi kebudayaan masyarakat adat di semua daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional Indonesia. Termasuk di dalamnya perlu diidentifikasi wilayah-wilayah adat secara komprehensif untuk mengetahui potensi tanah dan hutan adat.
Kelima, strategi kerja bersama antara organisasi yang menghimpun masyarakat adat, pemerintah, dan DPR untuk memperkuat hak atas identitas budaya dan pengakuan atas wilayah adatnya perlu terus dikembangkan, termasuk melalui penyusunan RUU Masyarakat Adat.
Kolaborasi penguatan dan pemberdayaan masyarakat adat dikerjakan bersama kekuatan sosial politik pro-rakyat. Semua dilakukan guna memperkuat kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan kebudayaan rakyat yang bermartabat se-Nusantara.
Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia
Editor:
YOVITA ARIKA
- Log in to post comments