BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Membongkar ”Gunung Es” Kekerasan pada Anak Pekerjaan Kita Bersama

Kekerasan terhadap anak di lingkungan keluarga maupun ruang publik merupakan fenomena gunung es. Terkadang, sekolah pun menjadi tempat yang tidak aman bagi anak-anak. Menyingkap kekerasan pada anak yang belum terungkap menjadi pekerjaan besar semua pihak.

Kasus kekerasan demi kekerasan yang terus terjadi di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat sekolah menengah atas, kini kian mengkhawatirkan dan menakutkan masyarakat.
 
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, pada Januari-Agustus 2023, data pelanggaran terhadap perlindungan anak yang masuk ke KPAI mencapai 2.355 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi adalah kekerasan seksual (487 kasus) disusul kekerasan fisik/psikis (236 kasus).

Laporan itu juga mengungkap, terdapat kasus anak sebagai korban perundungan (87 kasus), anak korban pemenuhan fasilitas pendidikan (27 kasus), dan anak korban kebijakan pendidikan (24 kasus).

KPAI menemukan fenomena perundungan yang terjadi di sekolah di berbagai daerah, seperti Jakarta, Cilacap, Demak, Blora, Gresik, Lamongan, dan Balikpapan. Beberapa di antara kasus perundungan itu sempat viral di media sosial dan mengundang perhatian publik.

”Kekerasan pada anak merupakan fenomena gunung es. Satu kasus nampak, namun kasus yang lain masih belum terungkap. Satu kasus tertangani, kasus lain masih banyak lagi yang terabaikan,” ujar Diyah Puspitarini, Komisioner KPAI.

Insiden kecelakaan
Tak hanya menjadi korban perundungan, nyawa sejumlah anak melayang saat berada di sekolah menyusul sejumlah insiden seperti siswa jatuh atau melompat dari gedung sekolah. Perlindungan anak di lembaga pendidikan pun menjadi sorotan publik,

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang Januari hingga awal Oktober 2023 terdapat lima kasus murid sekolah jatuh atau lompat dari gedung sekolah. Dari lima kasus tersebut, empat korban meninggal dan dua korban yang jatuh dari lantai 2 selamat setelah mendapatkan perawatan medis.

Kasus pertama terjadi pada Januari 2023 di salah satu sekolah menengah kejuruan (SMK) swasta di Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Ketika itu, salah satu siswi, S (17), jatuh dari lantai 4 sekolahnya. Korban diduga bercanda dengan temannya. Peristiwa terjadi sekitar pukul 15.30 saat jam pulang sekolah.

Kasus kedua terjadi pada tanggal 5 Mei 2023 pagi, seorang siswa, BNY, ditemukan meninggal tergeletak di lapangan voli sekolah. Diduga dia melompat dari lantai 8 gedung sekolah tersebut. Setelah melihat CCTV dan memeriksa saksi, polisi menduga korban bunuh diri. Namun, pihak keluarga menyatakan ada kejanggalan dari kejadian ini dan meminta aparat menyelidiki insiden tersebut.

Kasus ketiga terjadi pada tanggal 26 September 2023, ketika seorang siswi SDN di Jakarta Selatan diduga lompat dari lantai 4 gedung sekolah. Kasus tersebut masih diselidiki karena diduga siswi tersebut mengalami perundungan.

Kasus keempat berlangsung dua pekan kemudian, yakni tanggal 9 Oktober 2023, seorang siswa SMPN di Jakarta Barat ditemukan meninggal diduga tergelincir dari lantai 4 gedung sekolah saat jam istirahat. Berdasarkan informasi teman-temannya, korban keluar melalui jendela kelas lalu terpeleset.

Kasus kelima terjadi pada tanggal 12 Oktober 2023 di Kota Bandung, Jawa Barat. Dua siswa sebuah SMAN Bandung dikabarkan jatuh dari lantai 2 gedung sekolah. Diduga keduanya terjatuh setelah duduk di pagar pembatas keamanan di lantai 2 gedung sekolah. Keduanya selamat setelah mendapatkan perawatan medis.

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dan Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti, dalam keterangan pers, Jumat (13/10/2023), menegaskan, rentetan peristiwa jatuhnya peserta didik dari lantai atas menunjukkan bahwa ada kelemahan pengawasan, terutama saat jam istirahat. Gedung sekolah belum aman bagi para peserta didik.

Oleh karena itu, perlu ada evaluasi dan perbaikan sistem keamanan sekolah. Selain perlunya pengawasan pada para siswa terutama saat jam istirahat dan jam pulang sekolah, kondisi gedung sekolah bertingkat yang rawan kecelakaan juga harus menjadi perhatian.

Di sisi lain, kesehatan mental para siswa juga penting mendapat perhatian. ”Sebab, para siswa yang berusia 13-15 tahun rentan mengalami masalah kesehatan mental,” ujar Retno.

Tidak baik-baik saja
Sekretaris Kementerian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta menegaskan, situasi kekerasan yang dialami anak-anak di Tanah Air menunjukkan mereka sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.

”Stres yang diterima anak-anak saat ini multidimensi, ada di ranah luring dan juga daring. Di sisi lain, kemampuan setiap anak dalam mengelola stres atau tekanan juga berbeda,” ujar Pribudiarta saat Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama tentang Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan pada Satuan Pendidikan, Kamis (12/10/2023).

Pribudiarta menyampaikan, berdasarkan hasil asesmen nasional tahun 2022, ditemukan hampir 40 persen anak mengalami perundungan, lebih dari 30 persen peserta didik pernah mengalami kekerasan seksual, dan lebih dari 25 persen mengalami hukuman fisik.

Bahkan, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Januari hingga Oktober 2023 mencatat, ada 9.011 kasus kekerasan terhadap anak dengan jumlah korban 10.057 anak.

Data SIMFONI juga memperlihatkan, kekerasan terhadap anak di sekolah, termasuk perundungan, meningkat dari 7,6 persen menjadi 8,7 persen dari total kasus kekerasan terhadap anak pada 2022. Di samping itu, kejadian bunuh diri pada anak juga meningkat.

”Diperlukan kepekaan orangtua, wali, pengasuh, guru, teman, dan orang-orang terdekat anak untuk memahami kondisi ini,” kata Pribudiarta.

Karena itulah, Kementerian PPPA mendorong semua pihak untuk memperkuat peran anak sebagai pelopor dan pelapor, peer educator tentang hak-hak dan perlindungan anak, serta menjadi teman yang dapat dipercaya anak sebayanya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Suharti berharap, terbitnya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dapat menjadi rujukan sekaligus panduan bersama implementasi kebijakan tersebut.

Kehadiran regulasi seharusnya semakin meningkatkan perlindungan anak dari berbagai bentuk kekerasan, termasuk di lingkungan pendidikan. Meski demikian, penting untuk memastikan implementasi berbagai regulasi tersebut benar-benar berjalan sehingga anak-anak terlindungi dari ancaman kekerasan.

Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR

Sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/10/13/perundungan-dan-insiden-kecelakaan-di-sekolah-kian-menakutkan?open_from=Section_Artikel_Terkait