Industri, sebagai aktor ekonomi yang memiliki emisi lintas sektor (yakni energi, limbah, dan proses industri), berkontribusi signifikan terhadap percepatan perubahan iklim. Bencana iklim semakin sering terjadi dan kerusakan keanekaragaman hayati yang hampir tidak mungkin diperbaiki kembali pun menciptakan urgensi untuk melakukan dekarbonisasi industri.
Terdapat empat langkah penting yang perlu dilaksanakan secara konsisten agar sebuah dekarbonisasi industri dapat tepat sasaran dan mampu memberikan dampak; (1) inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) yang komprehensif, (2) target pengurangan emisi GRK yang jelas, (3) pembuatan dan perencanaan strategi pengurangan emisi, dan (4) pemantauan dan verifikasi implementasi strategi pengurangan emisi. Meskipun setiap langkah memiliki prosesnya sendiri, sebagian besar melibatkan perhitungan emisi GRK yang mana perusahaan dapat mengukur baseline GRK mereka, menilai dampak dari pemilihan strategi pengurangan emisi, dan memantau serta mengevaluasi implementasi strategi pengurangan emisi.
Beragamnya perhitungan emisi ini menggarisbawahi pentingnya perhitungan emisi yang kredibel dalam memastikan keandalan dan efektivitas dekarbonisasi industri. Lebih dari itu, perusahaan dengan data perhitungan emisi GRK yang akurat dapat menetapkan target pengurangan emisi yang realistis, mengidentifikasi area yang menghasilkan emisi paling signifikan (emission hotspots), dan menerapkan strategi efektif untuk meminimalkan jejak lingkungan mereka. Di sisi lain, data perhitungan emisi GRK yang andal juga berguna bagi Pemerintah Indonesia dalam menilai dampak dekarbonisasi industri terhadap target Enhanced National Determined Contribution (ENDC) mereka dan berbagai kebijakan insentif berbasis emisi nasional dan global (misalnya, perdagangan karbon, produk hijau, dan sebagainya). Hal ini menekankan pentingnya membuat perhitungan emisi GRK yang terstandardisasi agar perhitungan di antara sektor industri dapat dibandingkan dengan lebih tepat
Pentingnya Faktor Emisi Nasional yang Terstandardisasi untuk Perhitungan Emisi GRK Perusahaan dan Kondisinya di Indonesia Saat Ini
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menyediakan kerangka dasar perhitungan GRK yang mana total emisi GRK CO2 ekuivalen umumnya merupakan perhitungan untuk interaksi antara data aktivitas, faktor emisi, dan faktor Potensi Pemanasan Global (Global Warming Potential). IPCC menunjukkan dan menganjurkan pentingnya faktor emisi spesifik yang telah disesuaikan dengan konteks (misalnya, faktor emisi berbasis geografis) untuk meningkatkan keandalan perhitungan GRK. Namun, banyak negara berkembang yang belum memahami pentingnya menyediakan faktor emisi yang distandardisasi ini. Lebih penting lagi, faktor emisi juga penting untuk mengukur pengurangan emisi ketika industri menerapkan mitigasi iklim. Selain itu, sebagian besar teknologi bersih yang tersedia saat ini masih belum menyediakan faktor emisi mereka sehingga sulit bagi perusahaan untuk mengukur pengurangan emisi dalam strategi dekarbonisasi mereka.
Faktor emisi nasional yang terstandardisasi sangat krusial dalam memastikan keseragaman dan keterbandingan dalam perhitungan GRK di berbagai industri. Faktor-faktor ini menetapkan ukuran standar untuk menghitung emisi dengan mempertimbangkan karakteristik masing-masing sektor. Untuk mencapai perhitungan GRK yang berdampak serta dapat dibandingkan di tingkat nasional dan internasional, adopsi faktor emisi yang distandardisasi menjadi esensial. Selain itu, penyediaan faktor emisi yang lebih luas, termasuk dari berbagai teknologi rendah karbon baru, dapat mempercepat kuantifikasi perjalanan dekarbonisasi. Hal ini memfasilitasi penilaian dan perbandingan kinerja emisi oleh pembuat kebijakan, bisnis, dan publik, mempromosikan pendekatan yang lebih transparan dan akuntabel dalam menangani perubahan iklim. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Inggris, telah menerapkan faktor emisi yang distandarisasi, membuktikan kegunaannya dalam mengevaluasi berbagai implementasi kebijakan berbasis emisi.
Di Indonesia, menentukan faktor emisi yang akurat untuk perhitungan GRK adalah tugas dengan kompleksitas yang tinggi. Lanskap industri yang beragam, mulai dari sektor pertanian, manufaktur, hingga energi, menghadirkan tantangan dalam menciptakan faktor emisi yang universal. Selain itu, data yang tidak konsisten dan tidak andal di berbagai industri menghambat pembentukan faktor emisi yang komprehensif dan terstandardisasi yang secara akurat mewakili intensitas karbon setiap sektor. Meskipun pemerintah telah melakukan upaya untuk menyediakan data faktor emisi, beberapa kendala tetap ada; (1) ketersediaan yang terbatas hanya pada sektor tertentu (misalnya, transportasi, energi), (2) kumpulan data yang tidak lengkap untuk setiap sektor, (3) informasi yang sudah tidak relevan, dan (4) aksesibilitas yang terbatas serta data yang tersebar.
Sebagai contoh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyediakan faktor emisi untuk sektor energi. Namun, faktor emisi ini hanya terbatas pada bahan bakar konvensional (seperti bahan bakar jet, gas alam, batu bara, bensin, diesel). Faktor emisi yang lebih beragam untuk berbagai sektor (misalnya, refrigeran, limbah, dan sebagainya) masih belum tersedia, dan jenis faktor emisi yang lebih luas untuk jenis bahan bakar tertentu (seperti emisi minyak diesel untuk berbagai Angka Cetane) masih belum dapat diakses. Selain itu, belajar dari upaya negara lain (Tabel 1), negara-negara ini mengumpulkan faktor emisi mereka di lembaga-lembaga tertentu sehingga mampu menghasilkan panduan yang lebih jelas untuk industri.
Saat ini, faktor emisi yang tersedia untuk sistem perhitungan GRK korporat di Indonesia memiliki berbagai dampak yang berlawanan. Faktor yang tidak akurat atau tidak dapat diandalkan dapat mengakibatkan perkiraan emisi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi sehingga menghambat efektivitas strategi pengurangan emisi. Ketidakakuratan ini dapat menyebabkan investasi yang salah arah, alokasi sumber daya yang tidak efisien, dan kegagalan untuk menciptakan kemajuan yang berarti dalam inisiatif dekarbonisasi. Selain itu, ketiadaan faktor emisi yang terstandardisasi menghambat kemampuan untuk membandingkan industri berdasarkan kinerja lingkungan mereka sehingga menghalangi pembentukan tolok ukur dan target pengurangan yang jelas.
Langkah ke depan untuk Indonesia
Seiring dengan kompleksitas dari dekarbonisasi industri yang tengah dihadapi negara-negara di seluruh dunia, pengalaman negara-negara, seperti Korea Selatan, menawarkan kerangka kerja yang patut untuk dicermati guna meningkatkan kebijakan iklim. Kerangka ini dapat memberikan panduan dan menginspirasi Indonesia dalam merancang strateginya sendiri dalam meningkatkan proses perhitungan emisi GRK yang efektif oleh perusahaan.
Pertama, pembangunan kapasitas bagi kementerian-kementerian terkait tentang pentingnya mengembangkan faktor emisi yang kredibel dan distandardisasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menciptakan pemahaman yang sama di antara para pemangku kepentingan tentang kebutuhan akan faktor emisi yang distandarisasi. Pembangunan kapasitas juga dapat melibatkan perspektif dari sektor industri dan lembaga penelitian sebagai cara untuk mengintegrasikan upaya dengan para aktor. Kolaborasi erat antara pemerintah, industri, dan lembaga penelitian selama fase pembangunan kapasitas dapat mempercepat upaya ke depannya.
Kedua, inventaris nasional yang komprehensif soal faktor emisi yang disesuaikan dengan karakteristik unik setiap industri dan untuk teknologi rendah karbon yang baru tersedia sangat penting. Hal ini dapat dicapai melalui pemberdayaan lembaga penelitian yang ada dan upaya kolaboratif yang melibatkan lembaga pemerintah, lembaga penelitian, penyedia teknologi rendah karbon, dan pemangku kepentingan industri. Pemerintah harus terus melibatkan para pakar, komunitas ilmiah, dan organisasi internasional agar mampu menyelaraskan upaya nasional dengan praktik terbaik global dalam membuat faktor emisi nasional yang distandarisasi.
Ketiga, platform yang mampu mengintegrasikan semua faktor emisi Indonesia yang ada harus dibentuk serta memastikan aksesibilitas bagi semua pemangku kepentingan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan lembaga pemerintah yang ada untuk membuat satu platform terintegrasi atau memperkuat platform yang ada yang dapat diakses oleh semua pihak. Selain itu, tinjauan dan perbaikan rutin juga penting untuk memastikan faktor emisi tetap mutakhir.
Keempat, pemerintah harus melanjutkan investasi dalam pengembangan dan penyempurnaan mekanisme pengumpulan dan pelaporan data yang kuat. Transparansi dan akurasi data yang ditingkatkan sangat penting untuk membangun inventaris emisi yang andal dan mendorong industri untuk mengadopsi praktik terbaik dalam pemantauan dan pelaporan emisi.
Mengatasi tantangan dekarbonisasi industri di Indonesia memerlukan pendekatan strategis dan kolaboratif, yang berfokus pada penciptaan dan adopsi praktik perhitungan GRK yang terstandardisasi. Keterbatasan faktor emisi yang tersedia saat ini di Indonesia menghambat perhitungan yang akurat sehingga menghambat proses perkembangan negara untuk mencapai tujuan iklimnya. Namun demikian, dengan inisiatif yang terfokus dari pemerintah Indonesia, terdapat peluang untuk mengatasi hambatan-hambatan ini. Melalui investasi dalam pengumpulan data yang komprehensif, mempromosikan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan, dan mendorong adopsi faktor emisi yang distandarisasi, Indonesia dapat membuka jalan menuju masa depan industri yang lebih berkelanjutan dan rendah karbon. Kesimpulannya, pentingnya perhitungan GRK dalam emisi perusahaan tidak dapat dipungkiri lagi, dan adopsi faktor emisi yang distandardisasi secara nasional menjadi esensial untuk mendorong kemajuan yang berarti. Meskipun perjalanan menuju dekarbonisasi tidak mudah, dekarbonisasi menjadi krusial untuk kesejahteraan planet dan generasi mendatang.
- Log in to post comments