Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa kami akan tinggal di desa ini, namun karena tuntutan pekerjaan kami harus betah dan menyesuaikan diri di tempat ini. Desa Kedondong namanya, berjarak kurang lebih 20 km dari kecamatan Kendawangan kabupaten Ketapang. Sebuah desa yang terbilang baru berusia 2 periode pemekaran di bawah kepemimpinan seorang Kepala Desa. Memiliki sarana dan prasarana yang juga masih kurang, akses infrastruktur jalan yang masih tergolong rendah yaitu jalan tanah dengan perawatan jalan yang terbatas. Untuk sarana kesehatan terdapat satu Puskesmas Pembantu yang disebut PUSTU yang ditempati oleh satu tenaga medis yang hanya untuk penanganan medis ringan dan darurat saja yang disediakan dari Puskesmas Kendawangan.
Desa Kedondong masih jauh dari jangkauan penerangan PLN, di desa ini masyarakat mengandalkan mesin generator pribadi bagi yang mampu dan mesin generator yang dimiliki oleh desa. Walaupun demikian penerangan untuk desa tidak bisa dioptimalkan karena terbentur oleh biaya konsumsi bahan bakar yang cukup tinggi serta biaya perawatan dan lain-lainnya, sehingga penerangan pun dibatasi dan terbatas hanya bisa untuk beberapa jam saja setiap malamnya dan terkadang tidak jarang-tidak ada penerangan sama sekali untuk beberapa waktu.
Terdapat satu buah sekolah dasar negeri dan satu sekolah menengah pertama satu atap di desa ini, untuk sekolah dasar di desa ini namanya SD 17 Kendawangan, awalnya terdiri dari tiga ruang kelas dan beberapa ruang tambahan sederhana dengan tenaga pengajar yang masih minim. Namun di sekolah inilah satu-satunya pilihan bagi kami untuk dapat menyekolahkan anak kami, yang sudah memasuki usia wajib belajar. Kurangnya tenaga pengajar dari pemerintah atau guru pegawai negeri sipil, atau kurangnya tenaga pengajar yang berminat untuk mengajar di sekolah yang letaknya di daerah yang agak sulit dan jauh untuk dijangkau ini, membuat mutu pendidikan anak-anak berada pada level rendah yang memprihatinkan.
Dalam usahanya untuk menambah kekurangan tenaga pengajar, pihak sekolah berinisiatif merekrut tenaga pengajar tambahan atau guru honorer yang seadanya untuk mencukupi kekurangan tenaga pengajar yang dibutuhkan, namun minimnya minat untuk menjadi guru honorer juga dikarenakan upah honorer yang jauh lebih rendah dibandingkan upah minimum kabupaten, dan mungkin saja akan membuat mereka lebih memilih beralih profesi. Dengan kecilnya upah honorer yang mampu ditawarkan dan diberikan pihak sekolah. Alhasil yang bisa didapat adalah tenaga pengajar yang mungkin tidak memiliki latar belakang kriteria kompetensi yang cukup sebagai guru atau pengajar sebagaimana mestinya, akan tetapi kita sangat menghargai semagat dan usaha para guru honorer yang direkrut ini untuk senantiasa mau berusaha, belajar dan memperbaiki kemampuan mereka dalam mengajar tentunya.
Minim dan bahkan tidak tersedianya fasilitas belajar seperti penyediaan buku paket pelajaran untuk para murid juga merupakan kendala utama untuk meningkatkan kemampuan dasar para murid seperti belajar membaca, ini dikarenakan tidak adanya bahan bacaan yang tersedia yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran bagi mereka di rumah. Perhatian para orang tua murid juga sangat mempengaruhi penguasaan kemampuan dasar para murid, ini juga mungkin dikarenakan latar belakang sebagian orang tua yang tidak mengenal pendiikan dan kesibukan pekerjaan yang lebih diutamakan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga tidak mempunyai waktu yang dibutuhkan untuk menuntun dan membimbing anak dalam proses lanjutan belajar saat di rumah.
Berdasarkan kekuatiran akan rendahnya mutu pendidikan yang akan didapat oleh anak-anak kami, kami berusaha utnuk bisa mengatasi kekurangan ini dengan cara memberikan sendiri bimbingan pengajaran yang lebih intensif di rumah, berusaha menyediakan kebutuhan akan buku-buku paket pelajaran, meskipun itu harus merogoh isi kantong pribadi yang juga berdesakan dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Disiplin belajar juga kami terapkan bagi anak-anak kami setiap hari, terkadang berat bagi anak-anak seusia mereka yang cenderung lebih suka bermain tentunya. Namun apa yang kami lakukan semata mata adalah juga untuk sebuah kebaikan.
Alhasil untuk anak kami Frinzy yang baru masuk kelas 1 SD sudah bisa menulis, membaca dan berhitung, membuat ia lebih percaya diri di kelas dengan kemampuan tersebut dan dengan usaha tersebut juga, anak kedua kami Kevin Eliezer bisa menjuarai cerdas cermat yang diadakan Diknas sekecamatan Kendawangan, meskipun hanya menempati urutan yang ketiga, dan bisa lulus ujian akhir nasional dengan nilai 254,00 sebuah prestasi yang cukup menyenangkan bagi kami.
Walaupun tinggal di desa dengan berbagai keterbatasannya, meskipun anak-anak bersekolah dan mengenyam pendidikan di sekolah yang minim sarana dan prasarana. Asalkan dengan kemauan, usaha, kerja keras dan sedikit penerapan disiplin kita bisa juga membuat anak-anak kita mencapai prestasi-prestasi menyenangkan bagi kita sebagai orang tua.
Masih terlalu jauh memang untuk menggapai sebuah cita-cita bagi anak-anak kita, namun kami yakin, dengan kemauan, usaha kerja keras dan disiplin, adalah bekal yang sama yang bisa mereka amalkan untuk menggapai kesuksesan dan cita-cita mereka nantinya.
Patut juga kita syukuri adanya perubahan peningkatan kemampuan dasar pada anak-anak murid di SDN 17 akhir-akhir ini, tidak terlepas dari program KIAT Guru dari Pemerintah yang melibatkan orang tua murid dan kerjasama dalam peningkatan mutu kemampuan para murid.
*****
Profil Singkat Ibu Olivia
Bernama Olivia Wantalangi, lahir di Manado, 13 Oktober 1982, menikah dengan sang suami, Adi Muliadi yang berprofesi sebagai karyawan swasta, dan dikarunia 2 orang anak yang bernama Kevin Eliezer dan Frinzy Velovia.
Pernah mengenyam pendidikan terakhir pada tahun 2001 di Sekolah Tinggi Al-kitab di Anjungan, Kalimantan Barat. Sebelum menikah pada tahun 2004, ia aktif dalam pelayanan keagamaan terhadap anak-anak , remaja dan juga pemuda-pemudi di daerah kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Saat ini bertempat tinggal di desa Kedondong, kecamatan Kendawangan kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, selain sebagai ibu Rumah Tangga, ia juga terlibat dalam kelompok ibu-ibu PKK, kegiatan koperasi dan kegiatan sosial masyarakat di desa Kedondong.
Termotivasi oleh kepedulian dan keprihatinannya akan kurangnya mutu pendidikan dasar pada anak sekolah dasar SDN 17 desa Kedondong, ia semakin aktif melibatkan diri sebagai salah satu anggota Kelompok Pengguna Layanan (KPL) KIAT Guru yang diprogramkan pemerintah saat ini. Dengan harapan meningkatnya mutu pendidikan yang semakin baik, akan dapat menciptakan manusia dan masyarakat desa Kedondong kedepannya yang lebih baik, makmur dan sejahtera.
--------
Disampaikan kembali oleh Ahmed Ghufran kepada Tim BaKTI.