BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Takalar Membuat Malu dan Jijik Masyarakat


Program Universal Acces 2019 100-0-100 adalah sebuah Program Nasional  bidang kesehatan, sebagaimana yang dimaksud disini adalah untuk air minum dan sanitasi. Dengan harapan 100 % masyarakat terlayani air minum yang layak, 0 (Nol) Pemukiman Kumuh dan 100% masyarakat  Buang Air Besar di Jamban.

Pemerintah Kabupaten Takalar saat ini fokus pada percepatan Program Takalar Bebas Stop BABS 2018. Setiap tahun Pemerintah Kabupaten Takalar mendeklarasikan desa yang Stop Buang Air Besar Sembarangan dieven even tertentu. Tahun 2014 dideklarasikan 12 Desa pada Peringatan 17 Agustus 2014. Tahun 2015 dideklarasikan lagi 12 Desa/Kelurahan pada saat memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-51. Dan untuk tahun ini akan dideklarasikan kembali 14 Desa/Kelurahan pada Peringatan HKN ke-52. Sehingga untuk tahun 2016 dari 100 Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Takalar sudah ada 38 Desa/Kelurahan yang dinyatakan Stop BABS.

Desa/kelurahan yang dideklarasikan sebagai desa yang ODF (Open Defication Free) atau biasa juga disebut Desa yang Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan sebelumnya telah dilakukan verifikasi terhadap Desa tersebut. POKJA AMPL sebagai penyelenggara Verifikasi Desa ODF ini terdiri dari Dinas Kesehatan, Bappeda dan BPMPDK Kab. Takalar. Mereka berjalan menyusur desa sampai ke dusun untuk memastikan warga yang masih Buang Air Besar Sembarangan. Tim verifikasi melakukan pengamatan dan wawancara langsung kepada masyarakat tentang kebiasaan mereka Buang Air Besar.

Data sebelumnya pada tahun 2012 menunjukkan bahwa masih ada kurang lebih 21.660 KK yang Buang Air Besar di sembarang tempat. Namun berkat kerja keras Tim Pokja AMPL bersama sanitarian dan kader kesehatan lingkungan yang ada di desa, mereka berhasil melakukan perubahan perilaku pada masyarakat yang masih sering buang air besar di sembarang tempat seperti di sungai, kebun, pantai dan lain sebagainya menjadi buang air besar di Jamban. Dan data Juni 2016 menunjukkan penurunan angka masyarakat yang stop BABS yaitu 11.343 KK. Salah satu sistem yang digunakan oleh POKJA AMPL dan sanitarian adalah mengembangkan Program STBM.

STBM singkatan dari Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi masyarakat melalui pemberdayaan dengan metode Pemicuan. Salah satu yang dipicu adalah kebiasaan Buang Air Besar Sembarangan.

Pemicuan yang dimaksud disini adalah memicu rasa jijik, rasa malu, rasa aman, rasa takut sakit, memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan, dan memicu hal-hal yang berkaitan dengan harga diri.

          Memicu ”rasa jijik” dilakukan dengan cara mengumpulkan masyarakat dalam dusun atau desa itu kemudian masyarakat diminta membuat peta dusun, mereka diminta menggambarkan tempat atau lokasi dimana mereka sering buang air besar baik yang Buang Air Besar di jamban maupun yang Buang Air Besar di sembarang tempat.  Dengan begitu masyarakat dapat melihat secara dekat tempat-tempat yang paling banyak atau paling sering digunakan untuk Buang Air Besar. Setelah itu masyarakat diajak berjalan-jalan mengunjungi lokasi yang paling banyak digunakan untuk buang air besar sembarangan. Dengan begitu masyarakat akan merasa jijik sendiri setelah menyaksikan hal tersebut.

Pemicuan di Desa Towata Kecamatan Polongbangkeng Utara Kab. Takalar

Selain itu juga masyarakat dipicu rasa jijiknya dengan cara melakukan simulasi air. Ambil segelas air (lebih bagus jika air dalam kemasan/tertutup) kemudian tawarkan kepada masyarakat yang hadir siapa yang bersedia minum atau sekedar menggunakan untuk membasuh wajah mereka menggunakan air tersebut. Mungkin disini ada masyarakat yang bersedia. Kemudian air tersebut dibuka tutup atau kemasannya lalu mengambil sehelai rambut dan menyentuhkan rambut itu ke kotoran atau tinja yang ada di sekitar kita dan memasukkannya ke dalam gelas tadi. Setelah itu ditawarkan kembali ke masyarakat, apakah ada yang mau minum atau mencuci tangan menggunakan air tersebut. Tanyakan kepada mereka apa alasan sehingga tidak mau minum air tersebut.

Setelah berhasil membuat masyarakat jijik, selanjutnya kita memicu “rasa malu“ mereka, utamanya pada masyarakat yang buang air besar di sembarang tempat. Tanyakan kepada masyarakat bagaimana perasaan mereka buang air besar di tempat terbuka dan sering dilewati oleh orang banyak. Tanyakan juga bagaimana perasaannya jika ada anak gadis, istri atau ibu mereka yang buang air besar ditempat terbuka dan tidak terlindungi dan terlihat oleh banyak orang.  Juga bagaimana jika anak atau istri mereka ingin buang air besar pada malam hari atau pada saat hujan. Selain memicu rasa malu, hal ini juga dapat memicu rasa aman mereka.

Selain itu masyarakat juga dapat dipicu dari sudut pandang agama, misalnya mengutip  hadits “kebersihan sebagian dari iman” dengan memberikan gambaran bagaimana jika selesai wudhu kemudian berjalan ke masjid, dan diperjalanan ada kotoran atau tinja yang menyentuh sarung atau celana kita.

Memicu “rasa takut sakit” dilakukan dengan memberikan gambaran alur masuknya penyakit ke dalam tubuh kita. Sebagai contoh lalat yang hinggap diatas kotoran atau tinja yang terbuka jika kita buang air besar sembarangan kemudian hinggap di makanan kita lalu dimakan kemudian terjadi diare. Selain itu juga diberikan gambaran berapa biaya yang harus dikeluarkan jika salah satu anggota keluarga kita sakit misalnya diare sebagai dampak dari buang air besar sembarangan. Dibandingkan dengan membangun jamban.

Bersama Lurah, Verifikasi Desa di Kelurahan Rajayya

Hal hal inilah yang sering dilakukan oleh sanitarian bersama dengan kader kesehatan lingkungan sehingga kabupaten Takalar berhasil menurunkan jumlah masyarakat yang buang air besar sembarangan dalam kurun waktu 4 tahun. Diharapkan target universal acces dapat tercapai pada tahun 2019.