BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Regulasi Perlu Dukung Perkembangan E-Dagang

Industri
Regulasi Perlu Dukung Perkembangan E-Dagang
Ikon konten premium Cetak | 2 Juli 2015

JAKARTA, KOMPAS — Substansi Rancangan Peraturan Pemerintah Perdagangan secara elektronik atau e-dagang dinilai perlu dikaji kembali. Pasalnya, muatan rancangan dinilai belum mendukung perkembangan industri digital terkini.

Dalam temu media, Rabu (1/7), di Jakarta, Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa menyampaikan, e-dagang mempunyai beberapa tipe model bisnis sehingga lingkup tanggung jawabnya perlu dibedakan menurut masing-masing model.

Beberapa tipe yang dimaksud seperti laman pemasaran, ritel dalam jaringan (daring), iklan baris (classified ads), dan perusahaan penyedia kupon diskon dari toko-toko daring tertentu (daily deals). Ada pula perusahaan penyedia solusi teknologi untuk unit bisnis lainnya (shared economy) seperti Go-Jek dan Uber.

"Dalam draf rancangan peraturan pemerintah (RPP) menjelaskan batasan pelaku usaha e-dagang meliputi pedagang, penyelenggara transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PTPMSE), dan sarana perantara. Seiring perkembangan teknologi digital, model bisnis terus bermunculan sehingga batasan pelaku usaha yang dimaksud dalam RPP kurang tepat," tutur Daniel.

Sebagai contoh, model bisnis laman pemasaran. Model ini mempunyai PTPMSE, yakni pemilik laman, pedagang merujuk anggota penjual barang, dan penyelenggara sarana perantara seperti logistik. Akan tetapi, untuk model bisnis lainnya belum tentu bisa diklasifikasikan sama halnya laman pemasaran.

Permasalahan belum jelasnya tanggung jawab berdasarkan model bisnis berdampak pada persaingan pemain e-dagang lokal dan asing.

Sebagai salah satu negara dengan penduduk terbesar dunia dan kelas menengah kian tumbuh, Indonesia menjadi pasar empuk bagi perusahaan e-dagang asing.

"Kami khawatir, muatan draf juga belum diarahkan menuju ke kesetaraan penegakan aturan terhadap pemain di dalam wilayah Indonesia dan luar negeri," ujar Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik idEA Budi Gandasoebrata.

Dia mengatakan, kelalaian selama transaksi daring sama seperti perdagangan secara fisik. Teknologi informasi komunikasi adalah medium. Mengacu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain secara perdata di pengadilan, perdata di luar pengadilan, secara pidana, dan administratif. Akan tetapi, RPP memperkenalkan bentuk penyelesaian sengketa daring dan ini tidak dijelaskan lebih jauh.

Perizinan berlapis

Perihal kewajiban menyampaikan identitas subyek hukum perusahaan, RPP mewajibkan perizinan berlapis, antara lain izin khusus perdagangan, sertifikasi keandalan sistem penyelenggara elektronik dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan tanda daftar khusus.

Anggota bidang kebijakan publik idEA, Sari Kacaribu, mengkritisi penerapan poin itu bagi pemain asing. "Apakah kewajiban berlapis tersebut berlaku bagi pemain asing yang memiliki konsumen di Indonesia tetapi berkantor di luar negeri? Kami menginginkan perlakuan setara bagi pemain lokal," kata Sari.

Secara terpisah, Direktur Bina Usaha Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Fetnayeti menyampaikan, pemerintah terbuka akan segala masukan. "Penggodokan RPP terus kami lakukan. Kami sudah bertemu dengan asosiasi dan membicarakan perkembangan terkini soal model bisnis e-dagang," kata Fetnayeti. (MED)

Sumber: http://print.kompas.com/baca/2015/07/02/Regulasi-Perlu-Dukung-Perkembangan-E-Dagang

Related-Area: