BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Call for Proposal Yayasan Tifa tahun 2018

Yayasan Tifa berupaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang terbuka melalui pemberian dana hibah kepada berbagai organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional maupun lokal. Setelah dua tahun absen menjaring proposal lewat metode call for proposal, tahun 2018 ini Yayasan Tifa kembali membuka penjaringan proposal dari publik untuk tema-tema tertentu. Simak informasi singkat di bawah ini untuk mengetahui lebih lanjut tata cara berpartisipasi dalam call for proposal ini.
Tema apa yang diikutsertakan dalam call for proposal Yayasan Tifa tahun 2018?

Tahun ini, Yayasan Tifa akan fokus pada intervensi tahun politik 2018 lewat kerja-kerja perlindungan dan penguatan kelompok minoritas serta respon terhadap kondisi politik. Dua tema yang menjadi prioritas yakni:

Tema 1: Keterbukaan

Sub Tema

Perluasan wacana dan dukungan publik bagi pemenuhan hak-hak demokrasi warga yang meliputi proses politik yang adil, bertanggung gugat, dan bebas dari politik uang dalam Pilkada, Pileg, dan Pilpres.

Tema 2: Kebinekaan

Sub Tema

Penguatan kerangka kebijakan bagi perlindungan dan pemenuhan hak kelompok minoritas dan marjinal yang meliputi perlindungan atas kelompok minoritas dari ujaran dan hasutan kebencian terkait kontestasi politik di pilkada dan pemilu.

Tifa bersama dengan mitra telah mengidentifikasikan beberapa implikasi dari dimulainya tahun politik 2018 dan Yayasan Tifa akan mengutamakan proposal yang mencakup – namun tidak terbatas – pada beberapa isu sebagai berikut:

Maraknya korupsi politik. Pemerintah memutuskan untuk menaikkan dana bantuan untuk partai politik hampir sepuluh kali lipat, dari Rp. 108,- per suara menjadi Rp. 1,000,- per suara tanpa dibarengi mekanisme akuntabilitas yang memadai dan komitmen transparansi dari partai politik. Ini berpotensi menyuburkan praktik pembelian suara (money politics) serta penyalahgunaan dana publik (embezzlement). Yayasan Tifa akan memprioritaskan proposal yang menargetkan pada problematika mahalnya biaya politik dalam proses pilkada dan pemilu; lemahnya mekanisme pencegahan konflik kepentingan menyebabkan praktik korupsi dalam perumusan kebijakan seperti trading in influence, political capture/interference; dan regulatory capture marak dilakukan oleh pejabat publik yang ikut serta dalam kontestasi politik lokal maupun nasional.

Menguatnya ujaran dan hasutan kebencian (hate speech and hate spin) serta represi yang ditujukan kepada kelompok minoritas dengan motivasi politik. Hasutan kebencian sering digunakan oleh para politisi untuk memobilisasi pendukung atau massa untuk menyerang kelompok sasaran guna meraih kemenangan dalam kontestasi politik. Yayasan Tifa akan memprioritaskan proposal dengan kegiatan yang menargetkan counter terhadap hasutan kebencian, sentimen agama dan keyakinan, serta represi terhadap kelompok minoritas dan rentan dengan motivasi politik.

Menguatnya pendekatan keamanan – khususnya di wilayah yang dinilai rawan konflik – dan makin dipinggirkannya agenda hak asasi manusia. Dalam menghadapi dinamika politik dalam Pilkada 2018, Kapolri Tito Karnavian telah memerintahkan seluruh Kapolres dan Kapolda agar betul-betul memetakan dan menyusun rencana operasi keamanan yang matang sesuai karakteristik dan kerawanan masing-masing daerah di mana “soliditas antara Polri dengan TNI” akan menjadi kunci. Yayasan Tifa akan memprioritaskan proposal yang menargetkan pada pengintegrasian isu hak asasi manusia dalam konteks keamanan dan agenda politik maupun agenda penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia – seperti Tragedi 1965 – dalam kaitannya dengan sektor keamanan dan pilkada/pemilu.

Meningkatnya intrusi kepentingan militer dan polisi dalam ruang politik. Pilkada 2018 diwarnai dengan partisipasi dari pejabat militer dan kepolisian aktif di beberapa provinsi kunci, seperti Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Sejauh ini, sudah ada setidaknya lima (5) jenderal aktif yang mengajukan pensiun dini, meski kariernya masih mulus, dan memiliki waktu dua tahun menjelang pensiun. Di satu sisi, kehadiran polisi dan militer sebagai calon kepala daerah sebagai kemunduran parpol dalam melakukan kaderisasi. Yayasan Tifa akan memprioritaskan proposal yang mengangkat topik netralitas militer dan polisi dalam pilkada dan pemilu dan potensi pengerahan kekuatan anggota TNI dan Polri untuk mempengaruhi proses dan hasil pemilihan kepala daerah.

Selain topik-topik diatas, Yayasan Tifa juga akan memprioritaskan proposal yang bisa menunjukkan hasil keluaran dan dampak dengan jelas dan terukur, fokus pada perubahan, memiliki rencana kesinambungan yang jelas, dan memiliki potensi perluasan atau replikasi.

Batas waktu 28 Februari 2018 pukul 17.00 WIB.

Informasi lebih lanjut : http://www.tifafoundation.org/call-for-proposal-2018/