BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

BONUS KEPENDUDUKAN; Pangan Bergizi Menjadi Syarat

BONUS KEPENDUDUKAN
Pangan Bergizi Menjadi Syarat
JAKARTA, KOMPAS — Bonus demografi yang akan diraih Indonesia tahun 2020-2035 mensyaratkan kesiapan pangan bergizi. Tanpa itu, bonus demografi justru bisa menjadi bencana.
Mutu asupan gizi memengaruhi kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas. ”Usia produktif perlu disiapkan gizinya agar punya daya keunggulan cukup bagi fisik dan mental, sehingga siap menyambut masa keemasan bonus demografi,” kata Abidinsyah Siregar, Deputi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi pada seminar gizi dan kesehatan, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Kesiapan pangan bergizi itu terkait dengan ketersediaan dan pengendalian pangan. Selain itu, penanaman komitmen kepada masyarakat agar mengonsumsi makanan bergizi seimbang perlu digiatkan.
Saat ini, lanjutnya, pola makan tak sehat membuat banyak usia muda Indonesia menderita penyakit degeneratif, seperti jantung, stroke, dan diabetes.
Gizi tak seimbang juga menyebabkan produktivitas sumber daya manusia Indonesia sangat rendah.
Survei IMD World Competitiveness Center 2012 menunjukkan, produktivitas sumber daya manusia Indonesia menempati peringkat terakhir dari 59 negara. Padahal, rata-rata jam kerja di Indonesia pada peringkat pertama, sekitar 2.100 jam per tahun.
Kondisi itu harus diwaspadai agar usia produktif pada era bonus demografi tak berubah membebani negara. Jumlah usia produktif diprediksi 100 orang per 44 anak dan lansia.
Masa asupan gizi terpenting pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah kelahiran. Gizi seimbang membantu pembentukan akson yang berfungsi meneruskan informasi dari sel saraf satu ke sel saraf lain.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia Hardinsyah mengatakan, pemerintah perlu menerapkan strategi pangan demi generasi cukup gizi. Ragam pangan strategis seperti beras, kedelai, dan daging sapi, perlu jadi perhatian.
Menurut indeks swasembada 2013, produksi kedelai hanya memenuhi 40,1 persen kebutuhan masyarakat, dan daging sapi memenuhi 76,4 persen kebutuhan. (B08)

JAKARTA, KOMPAS — Bonus demografi yang akan diraih Indonesia tahun 2020-2035 mensyaratkan kesiapan pangan bergizi. Tanpa itu, bonus demografi justru bisa menjadi bencana.Mutu asupan gizi memengaruhi kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas. ”Usia produktif perlu disiapkan gizinya agar punya daya keunggulan cukup bagi fisik dan mental, sehingga siap menyambut masa keemasan bonus demografi,” kata Abidinsyah Siregar, Deputi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi pada seminar gizi dan kesehatan, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Kesiapan pangan bergizi itu terkait dengan ketersediaan dan pengendalian pangan. Selain itu, penanaman komitmen kepada masyarakat agar mengonsumsi makanan bergizi seimbang perlu digiatkan.
Saat ini, lanjutnya, pola makan tak sehat membuat banyak usia muda Indonesia menderita penyakit degeneratif, seperti jantung, stroke, dan diabetes.
Gizi tak seimbang juga menyebabkan produktivitas sumber daya manusia Indonesia sangat rendah.

Survei IMD World Competitiveness Center 2012 menunjukkan, produktivitas sumber daya manusia Indonesia menempati peringkat terakhir dari 59 negara. Padahal, rata-rata jam kerja di Indonesia pada peringkat pertama, sekitar 2.100 jam per tahun.

Kondisi itu harus diwaspadai agar usia produktif pada era bonus demografi tak berubah membebani negara. Jumlah usia produktif diprediksi 100 orang per 44 anak dan lansia.
Masa asupan gizi terpenting pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah kelahiran. Gizi seimbang membantu pembentukan akson yang berfungsi meneruskan informasi dari sel saraf satu ke sel saraf lain.

Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia Hardinsyah mengatakan, pemerintah perlu menerapkan strategi pangan demi generasi cukup gizi. Ragam pangan strategis seperti beras, kedelai, dan daging sapi, perlu jadi perhatian.

Menurut indeks swasembada 2013, produksi kedelai hanya memenuhi 40,1 persen kebutuhan masyarakat, dan daging sapi memenuhi 76,4 persen kebutuhan. (B08)

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000011883225

Related-Area: