BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Perempuan Hebat Dari Desa Naekasa

 

Oleh FRIDA ROMAN & SIJU MORIERA

 

Di antara peserta Konferensi Perempuan Timor yang mengacungkan tangan untuk menyampaikan pertanyaan dan tanggapan kepada narasumber, salah satunya adalah Fransiska Abuk. Setelah dipersilahkan oleh moderator, perempuan yang akrab dipanggil Mama Siska itu, dengan sigap berdiri dan memegang mic.

“Saya Fransiska Abuk, saya adalah pengurus Kelompok Konstituen (KK) Lalian Tolu di Desa Naekasa.” Kemudian Mama Siska mengemukakan berbagai permasalahan yang menimpa perempuan-perempuan di Desa Naekasa, yang menurutnya, itu juga terjadi di desa-desa lain di Kabupaten Belu. Kemudian dia bersama KK mencoba untuk menangani beberapa permasalahan tersebut sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, termasuk mengusulkan kepada pemerintah desa agar, anggaran desa digunakan untuk pemberdayaan perempuan.

Di depan Bupati Kabupaten Belu, Willybrodus Lay yang menjadi salah satu narasumber pada  Konferensi Perempuan Timor, 17-19 Oktober 2016 di Atambua itu, Mama Siska meminta agar perhatian pemerintah pada pembangunan desa harus memperhatikan perempuan.

Mama Siska menyebut, kekerasan terhadap perempuan dan anak, anak yang tidak mempunyai akta kelahiran, anak yang putus sekolah, suami-istri yang tidak mempunyai akta nikah, dan buruh migran yang berangkat secara ilegal adalah masalah umum yang terjadi dan ditangani oleh Mama Siska dan pengurus KK lainnya.

Kelompok Konstituen adalah organisasi masyarakat yang didorong pembentukannya oleh PPSE-KA (Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi-Keuskupan Atambua) Belu dan Yayasan BaKTI dalam Program Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. Sebelumnya program ini dikenal sebagai Program MAMPU (Maju Perempuan Indonesia untuk Penanggulangan Kemiskinan).

 

 

 

Aktivis Perempuan di Desa

 

Mama Siska adalah profil aktivis perempuan dari desa dan melakukan kegiatan-kegiatan pemberdayaan di desa. Perempuan kelahiran Wekmidar, Kabupaten Malaka,  31 Desember 1962 hanya lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Tapi soal kemampuan dalam mengorganisasi kelompoknya patut diapresiasi.

Mama Siska pernah mengenyam pendidikan di SMP Nela, Desa Naekasa, dan kemudian menetap menjadi penduduk di Desa Naekasa. Di desa ini pula Mama Siska melakukan kegiatan-kegiatan untuk perempuan dan desa yang ditinggalinya.

Tahun 1999-2000 pertama kali diberikan kesempatan untuk bekerja di desa Naekasa menjabat sebagai kader dibidang kesehatan dan pendidikan, pada sebuah program yang didukung oleh UNICEF (The United Nations Children’s Fund). Sejak saat ini, beberapa program pemerintah dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat mulai dilakoni oleh perempuan yang sudah berusia 54 tahun ini.

Pada tahun 2015 dibentuk KK Lalian Tolu. Mama Siska terpilih menjadi ketua. Anggota KK memilih istri dari Yakobus Taek (60 tahun) menjadi Ketua KK Lalian Tolu, karena Mama Siska sudah dikenal sering membantu warga untuk mengurus hal-hal yang terkait dengan pemerintah desa, misalnya administrasi kependudukan. Mama Siska dikenal ringan tangan dalam membantu warga tanpa pamrih.

 

 

Terus Belajar

Menurut Mama Siska, menjadi Ketua KK Lalian Tolu memang merupakan tanggungjawab yang berat. Tapi dari situ ia belajar mengenai pemberdayaan masyarakat secara terorganisasi. Dengan bergabung di KK Lalian Tolu, Mama Siska dan pengurus KK belajar mengenai hak asasi manusia (HAM), gender, pelayanan publik, pengorganisasian, dan penanganan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat.

Sejak dibentuk, KK Lalian Tolu menerima berbagai kasus yang dilaporkan oleh warga Desa Naekasa. Pengurus KK mengupayakan penyelesaian kasus-kasus tersebut secara kekeluargaan. Jika kasus terserbut harus dirujuk ke lembaga layanan lain untuk proses lebih lanjut, maka pengurus KK ada mendampingi korban dalam proses.

KK Lalion Tolu kemudian menjadi populer di desa dan menjadi mitra yang baik bagi pemerintah desa. Pemerintah Desa menganggap KK Lalion Tolu sebagai mitra yang baik bagi pembangunan desa, karena itu pemerintah desa selalu melibatkan KK dalam kegiatan-kegiatan strategis.

Mama Siska sebagai KK Lalion Tolu pun mendapat posisi penting di masyarakat. Ketika pemerintah desa membuat perencanaan penganggaran desa, maka Mama Siska dimasukkan sebagai salah satu anggota tim sebelas yang menyusun perencanaan penganggaran tersebut.

Tentu kehadiran KK Lalion Tolu dan Mama Siska juga memuculkan rasa iri dari beberapa pihak, terutama yang tidak senang dengan kegiatan KK, yang memang mendorong pemberdayaan perempuan. Menurut Mama Siska, banyak yang tidak suka KK dan dirinya, karena mereka ini menentang dan mengadvokasi kekerasan dalam rumah tangga.

Artinya, budaya dan masyarakat patriarki memang dipelihara oleh orang-orang tertentu, baik untuk melanggengkan kekuasaannya, maupun karena ketidakmampuannya dalam bermasyarakat. Pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kelompok yang berusaha melanggengkan budaya patriarki, dengan berbungkus tradisi, adat, atau pun agama.

Bagi perempuan yang mempunyai 8 orang anak ini, tidak jadi soal kalau ada orang yang tidak suka dengan kegiatan KK Lalion Tolu. “semua perbuatan atau pekerjaan yang baik, pasti ada yang menentangnya” demikian Mama Siska berfilosofi. Tapi dengan terus belajar dan melakukan hal-hal baik, maka orang-orang yang menentang itu, suatu saat akan menjadi sadar juga.

 

 

Perempuan Harus Berdaya

Mama Siska adalah panutan. Nenek yang telah mempunyai 5 cucu ini adalah salah satu sosok ibu rumah tangga yang dihormati. Keluarganya menjadi panutan masyarakat. Sementara dirinnya sebagai aktivis perempuan di desa, Mama Siska juga menjadi teladan bagi perempuan-perempuan di desa. Namun Mama Siska adalah orang yang tidak suka menonjolkan diri.

Mama Siska selalu berbagi dengan apa yang dia dapatkan. Dia juga selalu mengajari perempuan-perempuan muda apa yang dianggap baik. Dia selalu berpesan bahwa, perempuan harus bisa berbuat sesuatu. Perempuan tidak selalu hanya berada di belakang, tetapi harus bisa tampil ke depan. Kemajuan perempuan akan berguna bagi anak-anak dan keluarga.

Mama Siska dikenal kritis. Berbagai program yang dilaksanakan di desa, akan dipertanyakan dan diadvokasi, jika ada laporan masyarakat terkait pemotongan, atau hal-hal lain yang merugikan masyarakat. Menurutnya, siapa pun tidak boleh merugikan masyarakat. Bantuan atau apa pun dari pemerintah atau lembaga sosial adalah hak-hak warga, sehingga mereka harus mendapatkannya. Karenanya dia dan KK Lalion Tolu bertekad untuk selalu mengawal setiap program yang masuk ke desanya. Dengan begitu warga desa tidak selalu dibodohi, seperti sebelum-sebelumnya.

Bagi Mama Siska, jika perempuan berdaya, maka keluarga-keluarga juga ikut kuat. Karena perempuan merupakan pihak yang mengelola rumah tangga. Selama ini perempuan tidak pernah dilibatkan dalam urusan-urusan yang terkait dengan pemberdayaan perempuan. Namun, perempuan juga harus meningkatkan kemampuannya untuk dapat berperan di dalam masyarakat, tidak terus menunggu.(***)