BEKERJA DAN BERBAKTI UNTUK KEMAJUAN KTI

Peran Kader Desa Demit, Mendorong Kolaborasi Untuk Perbaikan Pendidikan di Desanya

Wulan, Kader Desa Demit

“Banyak yang terpilih tapi sedikit yang terpanggil. Banyak yang mau bergerak tapi sedikit yang peduli”.

Sebuah motto yang penuh makna yang diyakini oleh Wulan, Kader Desa Demit, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Di usianya yang masih muda, Wulan terpilih sebagai Kader Desa untuk program KIAT Guru (Kinerja dan Akuntabilitas Guru) di desa tempat kelahirannya. Tidak mudah menemukan Kader Muda potensial yang tetap memilih tinggal di desa dan mengabdi untuk daerahnya, dan salah satunya yang peduli adalah Wulan.

Keterlibatan nona muda ini sebagai Kader di Desa Demit berawal dari pertemuan Sosialisasi Program KIAT Guru (Kinerja dan Akuntabilitas Guru) yang dilaksanakan di Rumah Adat Desa Demit sekitar bulan November 2016. Wulan tidak menyangka kehadirannya di pertemuan itu mengundang harapan warga untuk memilihnya sebagai Kader Desa.

Menurut Pemuka Agama Desa Demit, Pak Dinas, program KIAT Guru mampu mempertemukan berbagai kepentingan di desa. Terutama antara orang tua murid dan pihak sekolah, jadi dibutuhkan orang muda yang gesit untuk mengurusnya. “Wulan itu masih muda, belum ada pendamping dan cukup waktu luang untuk membantu Fitri (Fasilitator Masyarakat KIAT Guru) ngurus ke sana kemari,” ungkap Dinas menyampaikan alasan dipilihnya Wulan sebagai calon tunggal Kader Desa Demit.

Wulan tidak butuh lama untuk mengiyakan pilihan warga. Sebagai warga desa Demit yang baru saja menyelesaikan study di SMA, Wulan butuh pengalaman banyak untuk bersosialisasi di masyarakat. “Dia itu anaknya aktif, rasa ingin tahunya tinggi, dan bisa komputer. Jadi cocoklah dia jadi Kader Desa,” ujar Kepala Sekolah SD Demit, Suandi.

Nama lengkapnya Friska Wulan Rumpi, lahir di Desa Demit pada tanggal 10 oktober 1996, anak pertama dari 2 bersaudara. Pasca menamatkan sekolahnya di SMA di kota Ketapang pada tahun 2016, dia memutuskan untuk menunda melanjutkan studynya ke Perguruan Tinggi. Alasannya sederhana, dia butuh pertimbangan kuat untuk menentukan kearah mana dia melanjutkan studynya.  Selain itu, dia juga punya kewajiban menjaga adiknya yang masih duduk di kelas III SD. Orang tuanya sendiri bekerja di ladang, yang kadang butuh berhari-hari baru kembali ke rumah. Karena adiknya pulalah sehingga dia memutuskan menerima pinangan warga yang memilihnya sebagai Kader Desa. “Adik saya kebetulan sekolah di SD Demit, saya punya tanggungjawab memastikan dia memperoleh pendidikan yang cukup selama sekolah,” tegasnya. Wulan merasa kehadiran KIAT Guru akan memberi solusi mengatasi permasalahan pendidikan di desanya dan menjadi tempat belajar yang tepat untuk menimba pengalaman.  

Menurutnya, selama ini proses belajar mengajar di sekolah tidak tertib. Guru-guru mengajar sesuka hatinya, juga datang dan pulang tidak tentu. Demikian pula di sisi orang tua, perhatian pada pendidikan anak juga masih minim. Kondisi ini membuat masyarakat dan orang tua murid mengusulkan adanya komitmen perubahan dari guru-guru di sekolah agar bisa lebih disiplin hadir dan pulang sesuai waktu yang ditentukan, serta janji dari masyarakat untuk lebih peduli pada anak-anaknya, khususnya di luar waktu sekolah.

Suasana Pertemuan Guru di Sekolah

KIAT Guru merupakan program kerjasama dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Tim Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan di daerah pelosok dan terpencil.  Sejak KIAT Guru hadir, segala permasalahan tentang pendidikan dibahas tuntas dengan metode dialog dan musyawarah multi pihak yang digelar secara berkesinambungan.  

Masing-masing kini menyadari pentingnya pendidikan. Satu bulan terakhir, guru-guru sudah mulai datang dan pulang tepat waktu.  Demikian pula para orang tua lebih memperhatikan keadaan belajar anak saat di rumah. “Adik saya pernah bertanya, ‘Kak, kenapa ya sekarang kami harus belajar hari sabtu’?” terang  Wulan yang juga hobby menjahit ini.

Dari pertanyaan adiknya itu, Wulan kini tau, bahwa pada hari Sabtu, guru-guru telah mengembalikan jam pelajaran anak. Di mana sebelumnya, hari sabtu adalah hari bebas bagi anak-anak dari belajar. Mereka bebas bermain tanpa jeda waktu. Sementara guru-guru akan lebih leluasa datang dan pulang tanpa terbebani jam mengajar. Wulan makin ingin mendalami program ini, dia penasaran dengan proses fasilitasinya. KIAT Guru telah dianggapnya sebagai universitas yang akan membentuknya menjadi seorang yang percaya diri, dan membukakan jalan bagi masa depannya. Tanggungjawabnya sekarang adalah bagaimana memastikan Pemerintah Desa, Masyarakat dan pihak Sekolah tetap dalam semangat kebersamaan untuk mendorong meningkatnya kualitas layanan pendidikan di desanya.

“Saya sangat terbantu dengan kehadiran KIAT Guru. Tugas dan tanggungjawab saya lebih mudah. Guru-gurupun lebih terbuka berinovasi di kelas,”ungkap Suandi Kepala Sekolah SDN 13 Sandai Desa Demit yang sudah menjadi guru sejak tahun 1998. Diakuinya, setiap pagi orang tua murid saat mengantar anaknya ke sekolah tidak langsung pulang, mereka akan tinggal sejenak melongok ke dalam kelas untuk mengamati proses belajar mengajar.

Hal ini diakui pula oleh pak Dinas. Selaku pemuka agama yang tergabung dalam Kelompok  Pengguna Layanan (KPL) telah membagi peran dan tugas bersama anggota lainnya untuk melakukan pengamatan dan pengawasan. “Kami sudah dibimbing oleh Fitri untuk melakukan penilaian, jadi sudah faham cara pengisian Formulir Penilaian Guru,” ujarnya.

Sementara itu dari pihak Pemerintah Desa juga memberikan perhatian dengan menganggarkan Alokasi Dana Desa bagi penyediaan kebutuhan fasilitasi kerja-kerja Kader Desa dan Kelompok Pengguna Layanan. Advokasi penganggaran ini dilakukan oleh Wulan dibantu beberapa anggota KPL dan didukung oleh beberapa Perangkat Desa yang juga sering hadir di pertemuan KIAT Guru. “Pada tahun ini, Kepala Desa telah menyetujui penganggaran untuk operasional KPL sebesar 6,3 juta,” ungkap Wulan dengan nada syukur.

Suasana belajar dalam kelas

Kini Fitri, selaku Fasilitator Masyarakat yang ditugaskan di Desa Demit merasa lega, dengan kepedulian dari para pihak, dan kemauan yang kuat dari Kader Desa untuk belajar, dia bisa memberikan kesempatan untuk Kader Desanya melakukan fasilitasi penilaian secara mandiri. Pada bulan Mei 2017 ini, proses penilaian akan mulai dilakukan di seluruh Sekolah lokasi dampingan KIAT Guru yang tersebar di 45 Desa pada 8 kecamatan di kabupaten Ketapang.

“Meskipun dalam prosesnya hasil penilaian berimplikasi pada tunjangan khusus guru, namun Tim KIAT Guru Ketapang lebih menekankan sosialisasi tentang pentingnya kolaborasi dari masyarakat, pemerintah desa dan pelaku pendidikan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan,” ungkap Handaru, Koordinator Lapangan KIAT Guru kabupaten Ketapang.

RR_BaKTI_forKIATGuru